• Prolog •

15 4 0
                                    

...Berhenti menangis. itu tidak akan menyelesaikan masalahmu. cobalah untuk lebih berani menatap mereka. gunakan perasaanmu jika ingin tahu apa cerita dibalik sosok-sosok itu. sebenarnya mereka itu sama sepertimu. Hanya saja banyak yang tidak mengerti atau bahkan tidak mau mengerti dan kadang malah salah arti. Alih-alih menggunakan keberadaan mereka untuk kepentingan pribadi. Mereka hanya ingin tenang, tanpa harus melihat kekacauan lagi. Tugasmu tidak berhenti sampai disini, Kemanapun kamu pergi.. mereka akan menatapmu dari berbagai sisi.

Masih tertegun di atas meja belajar miliknya. jiwa dan pikirannya pun seolah tak pernah merasakan ketenangan. Layaknya selalu dihantui perasaan bersalah. Secarik kertas yang berisikan tulisan diatas adalah salah satu yang jadi beban-nya selama ini. Kepergian sang ibu waktu melahirkannya, seperti dosa yang harus ia tanggung seumur hidupnya. Bagaimana tidak ? Ibunya pergi tanpa pamit, dan hanya meninggalkan secarik kertas dengan tanpa makna dan arti yang jelas.

" aku capek..., hufh.. " gerutu nya sambil menutup buku yang ia pelajari sedari tadi. Kertas itu, sengaja hanya ia letakan disamping kotak pensilnya.

Wajahnya yang kusut itu pun ia tutupi dengan kedua telapak tangannya. sambil kembali berkata " Bisa pergi gak ?! " Teriaknya dengan nada sedikit jengah.

Sosok disamping almari yang terbuat dari kayu asli itu pun perlahan mundur dan lalu menghilang.

Jangankan untuk tidur, dengan mata yang terbuka saja seperti dunia-nya terbagi menjadi dua. Lelah yang ia rasakan seolah mencabik-cabik hingga relung jiwanya. Mungkin, karena selama ini dia juga belum bisa menerima diri nya sendiri. Atau terusik dengan suara berisik dari mereka yang diam-diam ikut berbisik.

" bodo amat lah., capek. mau tidur aja ". Kembali ia mengucapkan kata yang sia-sia. Kini kepalanya ia letakan tepat dipangkuan tangannya yang bersila diatas meja.

Mata nya mulai terpejam. hanya terdengar suara detik dari balik arloji yang ia kenakan ditangan kanan nya. perlahan ia mencoba agar segera terlelap.

Dua hal yang ia takutkan disaat-saat jam tidur malamnya. Pertama, takut jika esok akan terlambat lagi ke sekolah karena kesiangan. Kedua,.. apalagi jika bukan jiwa nya yang berkelana jauh entah kemana. Mungkin bagi kalian bisa dibilang, "halah..paling cuma mimpi ". Tapi tidak, ini lebih dari hanya sekedar mimpi belaka. Kadang merupakan sebuah pertanda. yang lebih parahnya itu sebagai acuan nya untuk lebih berhati-hati nantinya saat ia menghadapi dunia nyata.

Sepertinya lelap sedang menggiring jiwanya ke alam bawah sadar. Lalu tiba-tiba ia membuka mata. namun ia sadar jika ini bukanlah di dunia nyata. Melainkan tepatnya kini tubuhnya terbangun di balik reruntuhan rumah. Mata nya terbelalak. Mau heran tapi ya beginilah adanya. inderanya yang lain mencium aroma seperti sesuatu yang terbakar. Tidak salah lagi, rumah ini adalah yang ia lihat kemarin siang. Tapi kenapa sekarang bisa berada didalam mimpinya ? Untuk apa jiwa nya dibawa ke sebuah rumah yang habis dilahap si jago merah ?

Kepalanya mulai menengok ke kanan dan ke kiri. memperhatikan sekitar. Di salah satu sudut gelap disana, terlihat gadis kecil memakai baju tidur berwarna putih. Berdiri tegak menatap kearah nya.

" k-kamu siapa ? " ucap gadis itu seraya mencoba bangun dari tempatnya.

Sosok itu hanya diam. hening. sekarang yang terasa disekujur tubuhnya hanya hembusan angin malam.

" tolong..., bantu ...., aku..., " jawab sosok itu.

Karena dikegelapan, ia tak mampu dengan jelas melihat sosok gadis itu. tiba-tiba....

" BANGUN ! GADIS HINA ! "

Suara yang sangat kencang, menggaung, memekik telinganya. Sontak ia pun bangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah. Seperti suara petir yang menyambar dibalik derasnya hujan. Megelegar. hingga membuatnya sangat terkejut. Ia pun memutuskan keluar kamar untuk mengambil air minum. Jantungnya terasa hampir saja lepas dari raga nya.

Setelah diteguknya segelas air, barulah ia bisa sedikit lebih tenang. Perlahan dia melangkah untuk kembali ke dalam kamarnya. Terlihat sang ayah ternyata sedang tertidur pulas di depan televisi. khawatir, nanti ayahnya malah terbangun. Sesampainya dikamar, terbesit dalam benaknya untuk mematikan lampu di samping ranjang tidurnya. Tidak, ia pun mengurungkan niatnya dan membiarkan lampu itu tetap menyala. Dibalik selimut malamnya lalu ia mencoba memejamkan mata seraya memanjatkan doa. melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.

 melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ineffable, 02/06/23

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang