Simbolis dari perputaran roda kehidupan. jalan keluar dari semua penderitaan dunia menuju ke luar. Roda Kehidupan didedikasikan untuk semua makhluk yang belum mencapai langkah pertama pembebasan spiritual (Nirvana).
Ayah menepati janjinya untuk menungguku di perbatasan. Segera aku menghampirinya setelah aku menitipkan sepedaku di rumah bibi Liu. Lalu sesaat aku naik motor, ayah pun langsung melaju dengan cukup cepat. Saat itu aku di ajak melewati sebuah jalan yang di kanan dan kirinya masih tertutup oleh rimbunnya pohon-pohon beringin. Seingatku, aku belum pernah melewati daerah ini juga. Suasana nya sangatlah asing. Namun disisi lain aku merasakan ada semacam entitas energi yang sedari tadi mengganggu pikiranku. Energi itu terasa begitu kuat. Kulihat ayah juga merasakan hal yang sama. Itu tergambar jelas lewat ekspresi wajahnya, yang sedari tadi seperti orang yang was-was.
Tidak lama kemudian motor ayah tiba-tiba berhenti. " U-umm.. apakah kita sudah sampai ayah ? " tanyaku memecah keheningan ditengah hutan. Beliau hanya diam dan menggenggam tanganku dengan erat. Lalu kaki ku pun melangkah mengikuti ritme langkah kakinya. Yang entah menuju kemana, aku sendiri juga belum tahu. Dan karena penasaran aku pun bertanya sekali lagi " Apa ada orang yang tinggal di tengah hutan begini ayah ? ".
Ayah seketika menoleh ke arahku dan menghentikan langkahnya. " Sssttttt " sambil memberi isyarat dengan jari telunjuknya yang diletakan di antara kedua belahan bibirnya. Aku pun hanya mengangguk. Dan tidak lama kemudian akhirnya aku dapat merasakan hawa sejuk dan suara gemericik air. Tidak salah lagi, itu sebuah danau kecil. Namun yang membuat mataku terbelalak adalah disana pemandangannya indah sekali. Disekelilingnya dipenuhi berbagai macam jenis bunga. Suara kicau burung nuri, kupu-kupu dan lebah hutan yang seakan menyambut kami dengan tarian musim semi. Ditambah lagi aku sangat terpesona dengan air di danau ini. Terlihat sangat asri. Seperti belum pernah di jamah oleh manusia. Saking jernihnya, air di danau itu nampak berwarna biru muda kehijauan. Lalu di dalam hatiku terbesit " Kenapa ayah baru mengajakku ke tempat seindah ini sekarang ? Coba saja waktu aku masih kecil dulu, pasti aku akan mempunyai memori kenangan yang indah disini "." Apa kamu melihat pohon paling besar ditengah danau itu, nenda ? ". Ayah pun mulai bersuara.
Pandanganku langsung aku alihkan tepat ke pohon paling besar disana. Di sisi kanan, kiri bahkan seluruh area disekitarnya hanyalah tumbuhan mangrove biasa. Namun Pohon itu, sejauh yang aku tahu adalah jenis Bristlecone "Methuselah" . Usia rata-ratanya berkisar 4.800-4.900 tahun. Batang pohon-nya yang padat sehingga membuatnya tahan terhadap serangan jamur, serangga, dan erosi. Namun lagi dan lagi itu bukan yang menjadi dasar keingin-tahuanku. Apa yang membuat pohon tersohor akan keeksotisannya ini sehingga mampu tumbuh di pulau ini ? bukankah selama berabad-abad keberadaan pohon ini disembunyikan ?.
" Cukup dilihat saja nenda. Jangan menjawab pertanyaan dengan sebuah pertanyaan juga. karena itu tidak sopan ". Ucap ayah yang sepertinya sudah tahu kemampuan berpikir anaknya.
Sesaat setelah ayah berucap. Aku mulai lebih memfokuskan lagi pandanganku. Hutan ini, bukanlah hutan biasa. Kini aku bisa membedakannya. Melalui pancaran warna aura disekitarku. Biru, menandakan sebuah pertanda akan idealisme kuat akan kebenaran. Kemudian kembali aku menatap pohon pinus ditengah danau itu. Aku sedikit terkejut bahkan hampir memekik lirih. " Sssttttt " isyarat yang diberikan ayah namun kini sambil ia memberikan sebuah senyuman. Bibirku masih belum tertutup sempurna karena terperangah sebelumnya. Disana dengan nyata aku menyaksikan sebuah objek kehidupan mempunyai lebih dari satu warna aura yang terpancar darinya. Lalu Ayah menggulung lengan kemejanya. Tujuh warna aura itu sama terpancarnya dari pergelangan tangan kiri ayah. Perlahan dari bawah danau itu, air nya mulai beriak. Mengeluarkan sebuah pijakan berbentuk keramik unik dengan relik ukiran bunga teratai. Dan pelan-pelan pijakan lainnya mulai muncul. Mengarah ke pohon pinus di tengah danau itu. " Ayo nenda, waktu kita tidaklah banyak " ucap ayah dengan tegas. Kami berdua segera melewati satu demi satu keramik yang mengapung di atas permukaan danau itu, anehnya saat kami pijak keramik itu awalnya terlihat sangat kokoh. Namun setelah kami memijakkan kaki ke keramik berikutnya, keramik yang sebelumnya langsung lenyap begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FantasyBagi sebagian orang, hidup normal adalah sebuah impian. Layaknya manusia pada umumnya, tanpa harus berurusan dengan mereka yang dunianya sudah berbeda. Namun tidak untuk gadis SMU satu ini. Dia harus menyelaraskan garis takdirnya seorang diri. Di aw...