Chapter 01

56 10 1
                                    


[Chapter 01- prolog]

"Plakkk!"

Suara tamparan keras itu bergema di seluruh sudut ruangan, membuat waktu terasa berhenti sejenak. Semua orang yang berada di Unit Gawat Darurat mendadak terdiam, hanya mampu saling melirik, bisikan kecil terdengar di antara mereka.

"SAYA TIDAK MAU TAHU! KAMU AKAN MEMBAYAR ATAS MALAPRAKTIK YANG SUDAH KAMU LAKUKAN! SAYA AKAN MENUNTUT KAMU DAN RUMAH SAKIT INI!" Teriakan tajam seorang wanita paruh baya menggema, memecahkan keheningan di ruangan itu. Matanya merah, wajahnya penuh amarah dan kesedihan yang tak tertahan.

Di hadapannya, seorang dokter wanita berdiri kaku, diapit oleh rekan-rekannya. Wajahnya pucat, matanya menghindari tatapan penuh dendam dari wanita yang tak henti-hentinya memaki. Dengan napas berat, dokter itu akhirnya membuka suara, namun suaranya bergetar.

"Saya... mohon maaf, Bu. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin... Tapi saya tak berhasil menyelamatkan anak Ibu..." Nadanya penuh sesal, matanya tertunduk dalam-dalam. "Saya tidak pernah melakukan malapraktik. Saya sudah disumpah... untuk tidak menyakiti, apalagi mengambil nyawa seseorang. Saya benar-benar minta maaf."

"BOHONG!" Wanita itu melangkah maju, jarinya menunjuk tajam ke arah dokter tersebut. "Anak saya MASIH HIDUP saat sampai di sini! DIA MASIH SADAR!" Suaranya pecah, tangisnya tersendat-sendat di antara amarah yang membara. "Tapi sekarang... dia sudah mati! KENAPA DIA BISA MATI?!"

Dokter itu hanya bisa diam, menahan gemuruh di dadanya. Semua orang di ruangan itu membisu, tak ada yang berani bergerak atau berbicara. Udara terasa semakin berat, seolah semua oksigen terserap oleh gelombang emosi yang bergolak.

Wanita paruh baya itu menatap dokter itu dengan tatapan tajam yang penuh kebencian. "Saya akan menuntut kamu! Rumah sakit ini akan saya gugat! DASAR DOKTER TAK BERHATI! KAMU PEMBUNUH!" Dengan langkah tergesa, ia meninggalkan ruangan UGD yang kini terasa mencekam, seolah dibekukan oleh dinginnya malam yang menusuk.

Namun, langkahnya terhenti oleh suara berat yang tiba-tiba terdengar dari belakang.

"Ajukan saja tuntutanmu. Kita akan bertemu di pengadilan." Suara itu milik seorang pria, muncul dari ruang ICU. Wajahnya keras, pandangannya tajam menusuk, seakan siap menghadapi badai apa pun yang datang. Wanita paruh baya itu menoleh, sejenak terdiam menatap pria tersebut, sebelum akhirnya berlari keluar dengan isakan tertahan.

Ketegangan di ruangan itu tak kunjung surut. Dokter wanita yang sedari tadi menahan segala beban, akhirnya tak mampu lagi berdiri tegak. Lututnya bergetar, tubuhnya meluruh ke lantai, dan isak tangisnya pecah tanpa bisa dihentikan.

"Aku... sudah berusaha... Aku sudah berikan segalanya... Tapi dia tetap pergi..." bisiknya pelan, matanya penuh air mata yang tak terbendung lagi. "Aku tidak salah... Aku bukan pembunuh... Aku bukan..."

Tubuhnya melemah, napasnya terengah-engah. Perlahan, kesadarannya menghilang, tenggelam dalam lautan rasa bersalah yang tak kunjung reda. "Aku sudah lakukan yang terbaik... Tapi tetap tidak cukup..." Lirihnya, sebelum akhirnya semua menjadi gelap.
_______________________________

TBC

Ini baru prolog aja dulu, nggak sih?
Ini permulaan yang berantakan ya, Readers. Info dong kalau kalian menemukan typo atau kesalahan penulisan, ya!

Jangan lupa vote, tinggalkan komen, dan saran.

Sampai ketemu di part selanjutnya, gaisss!

KenopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang