"Tempat-tempat yang pernah hidup kini sepi, menyisakan hanya kenangan dan keheningan yang menggema."
~~~{Zelva Anindhita Paramita}~~~
××××××××××××××××××
"Kehilangan mungkin menyakitkan, tetapi cinta yang telah kita bagi ak...
"Lo hebat, Zel. Keputusan yang lo ambil itu tepat banget. Seandainya Bu Risma tetap nggak dengerin perkataan lo, mungkin Bu Indri udah nggak ada sekarang," ujar Alva, menatap Zelva dengan kekaguman yang tak bisa ia sembunyikan.
Zelva hanya tersenyum tipis, menyembunyikan keraguannya sendiri. "Hari itu gue cuma beruntung, Al. Karena malam sebelumnya gue sempet baca-baca buku kakak gue," ucapnya pelan, sambil menyesap vanilla latte yang kini mulai mendingin di hadapannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana di kafe yang tadinya dipenuhi canda tawa mereka mulai mereda saat makanan tiba. Mereka mulai menikmati hidangan masing-masing dalam diam, sesekali Alva menyuapi Zelva dengan nasi goreng yang ia pesan, mencoba memecah keheningan dengan gerakan kecil.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana menjadi hening, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu. Namun tiba-tiba, sesuatu berubah. Zelva melepaskan sendok dari tangannya, yang jatuh dengan suara "PRANGGG" tajam ke lantai, memecah suasana tenang kafe.
"Zelva!" pekik Alva, wajahnya langsung berubah panik saat melihat tunangannya yang tampak pucat, napasnya tersengal-sengal, dan tangan kirinya mencengkeram kuat dadanya. Zelva mulai menggigil, tubuhnya bergetar hebat.
"Zelva, lo kenapa? Hei, liat gue!" Suara Alva gemetar, tangannya dengan cemas menangkup pipi Zelva, yang kini mulai kehilangan fokus.