Chapter 04

40 9 3
                                    

~~~HAPPY READING READER~~~

?????

?

Jangan lupa vote

Tinggalkan komen dan saran

Selalu dukung cerita ini biar author semngat untuk up setiap hari
🫶🫶🫶
.


.
.

[Chapter 04- Suicide Crisis Syndrome]

"

Sebuah luka lama yang kembali terbuka dan akan tetap berakhir menjadi sebuah duka."

===


  Seorang wanita berdiri anggun di atas rooftop, memejamkan mata di tengah lembutnya semilir angin pagi yang bermain-main dengan rambut panjangnya, membuat helaian demi helaian terurai dengan indah. Di kejauhan, lalu lalang kendaraan terlihat samar, namun di tempatnya berpijak, sunyi terasa begitu dekat.

  Ia bersandar pada sofa usang yang setia menemani keheningan tempat itu, seakan menjadi saksi bisu dari setiap cerita yang tak terucapkan.

  Dengan wajah terangkat ke langit, ia menarik napas dalam-dalam, seolah mengirimkan bisikan hatinya kepada Sang Pemilik Kehidupan, merangkai doa-doa yang hanya dipahami oleh alam semesta.

  Dengan wajah terangkat ke langit, ia menarik napas dalam-dalam, seolah mengirimkan bisikan hatinya kepada Sang Pemilik Kehidupan, merangkai doa-doa yang hanya dipahami oleh alam semesta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Angin di rooftop itu seolah ikut merasakan gemuruh hati seorang gadis yang tersedu. Rambut panjangnya tertiup lembut, namun bertolak belakang dengan gundah gulana yang mendera. Tubuhnya luruh, pertahanannya hancur. Tangannya bergetar ketika ia memukul dadanya yang terasa sesak. Air mata terus mengalir, membasahi pipinya yang pucat.

  "Tuhaaan... rasanya sakit sekaliii!" jeritnya, seakan langit mendengar keluh kesah yang tertahan terlalu lama di dalam dada.

  "Apa yang ingin Kau tunjukkan padaku, Tuhan?!" Ia berteriak, suaranya memecah kesunyian pagi yang dingin.

"Semuanya sudah hancur... bahkan tak tersisa sama sekali!" Hati yang telah remuk itu kini tak mampu lagi menahan beban yang selama ini ia pikul sendirian.

  "Kenapa, Tuhan... kenapa Kau biarkan semuanya jadi seperti ini?" Suaranya kini melemah, berubah menjadi isakan pilu.

  "Aku tahu, Tuhan... di hati kecilku, aku yakin mereka tidak seburuk itu..." ujarnya dengan getir, seolah memohon pengertian pada Sang Kuasa. "Biarkan aku merasakan kebahagiaan itu... walau hanya sedikit saja."

  "SEKALI INI SAJA, TUHAN!" serunya lagi, suara yang tadinya lirih berubah menjadi ledakan rasa sakit yang sudah tak terbendung. Tubuhnya bergetar hebat, sementara air mata tak henti-hentinya mengalir, membanjiri pipinya. Ia tak lagi peduli pada apapun di sekelilingnya. Dunia di dalam dirinya sudah hancur, dan ia tak tahu bagaimana menyusun kembali puing-puingnya.

KenopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang