Chapter 05

46 13 0
                                    

~~~HAPPY READING, READERS~~~

?????

Jangan lupa vote!

Tinggalkan komen dan saran.

Ceritanya memang kurang nyambung, hehe, maklumin ya, guys, karena ini masih yang pertama. Iya kan?

[Chapter 05- Cardiac Arrest]

.
.
.

♣︎♣︎♣︎

*Author PoV*

"Bagaimana, Dok? Kita mulai sekarang?" suara seorang perawat memecah keheningan ruang operasi, seolah menambah ketegangan yang sudah terasa di udara. Samuel, yang sudah siap di posisinya, menggeleng pelan.

"Tunggu sebentar. Kita masih menunggu satu dokter lagi," jawabnya datar, meskipun semua orang di sana menatapnya dengan pandangan penuh tanda tanya.

Pintu ruang operasi berderit terbuka, menambah kesunyian yang mencekam.

"Saya di sini!" Suara Devan menggema, membuat semua mata tertuju padanya. Dengan percaya diri, dia memasuki ruangan, mengenakan sarung tangan operasi, dan melangkah dengan tenang ke arah meja bedah. Suasana berubah seketika. Semua orang terdiam, dan hanya bisa terpana melihat Devan.

"Apa kabar, Sam? Sudah lama ya kita nggak operasi bareng." Senyum Devan lebar, seolah-olah tidak ada yang salah. Namun, Samuel hanya memandangnya datar, matanya menyimpan emosi yang tak diungkapkan.

Devan... masih bisa tersenyum seperti itu? Pikir Samuel. Wajahnya tetap tenang, namun dalam hati ia bergejolak. Ia tahu ini bukan operasi biasa. Ini Zelva, putri Devan. Adik Jasmine. Keluarga.

"Lihat saja nanti," batin Samuel dengan dingin, tatapannya melirik ke arah pintu, di mana Jasmine dan Alva berdiri. Tatapan Jasmine penuh kecemasan, namun ia tetap tak bergerak dari tempatnya.

"Mulai nyalakan tourniquet," suara Devan terdengar dingin dan tegas. Dia mengambil kursi bedah dengan gerakan mantap, membuka perban elastis yang membalut pergelangan tangan Zelva, memperlihatkan luka yang meskipun kecil, namun sangat dalam.

"Mulai nyalakan tourniquet," suara Devan terdengar dingin dan tegas. Dia mengambil kursi bedah dengan gerakan mantap, membuka perban elastis yang membalut pergelangan tangan Zelva, memperlihatkan luka yang meskipun kecil, namun sangat dalam.

"Lukanya kecil, tapi fatal. Arteri, saraf, tiga tendon rusak. Kita harus menyambungkan lima struktur," Devan menjelaskan dengan suara datar, seolah tanpa emosi. "Klem mosquito!"

Samuel mengangguk. Tangannya mantap, namun pikirannya tak tenang. Ketegangan di ruang operasi terasa semakin memuncak. Ini lebih dari sekadar operasi medis. Ini pertaruhan hidup dan mati bagi seseorang yang mereka cintai.

"Siap, Dok," jawab Samuel, suaranya tenang meskipun hatinya bergejolak. Ia melirik lagi ke arah Jasmine yang masih menatap dari luar ruang operasi, tangannya mencengkeram erat jendela kaca. Dalam diam, Samuel berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menyelamatkan Zelva.

"Ambil klem!" perintah Devan, menyerahkan alatnya kepada Samuel. "Suction tip!" Seorang perawat dengan sigap memberikannya. Samuel melanjutkan operasi dengan kecepatan dan keterampilan yang terlatih. Namun, di dalam hatinya, ada kecemasan yang tak bisa ia abaikan.

KenopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang