Apa salahnya jika manusia yang ada di hadapanku itu menjadi milikku?
***
Kanala Dwi Asmara. Yang dikenal sebagai Nala. Gadis cantik nan gemoy ini sudah menginjak usia tujuh belas tahun. Itu artinya dia sudah duduk dibangku kelas XI. Dia sekolah di salah satu Madrasah Aliyah Negeri di Kota Magetan. Seperti dari awal yang diketahui, Nala adalah seorang pindahan dari Surabaya ke Magetan. Dengan tujuan biaya sekolah di Magetan jauh lebih murah dibandingkan dengan Kota Surabaya. Maka dari itu semuanya melanjutkan sekolah di sini.
Banyak suka duka yang dihadapi. Semua tak seindah dan semulus awal kedatangannya. Nala menerima banyak hantaman badai yang banyak untuk bisa berdiri hingga sekarang. Nala memiliki karakter yang keras kepala dan pantang menyerah.
Nala tinggal bersama Kakek, Mas Sepupu, dan kedua adiknya Anza dan Sadiqah atau biasa Iqah. Ibunya kerja di luar kota. Semua sudah dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Nala sebagai Kakak pun harus bisa menerima bahwa Ibunya memang harus kerja jauh agar semua kebutuhan untuknya dan adiknya terpenuhi. Bukankah Ayah Nala masih ada? Ayah Nala masih menetap di Surabaya. Waktu Nala masuk SMP, Ayahnya di PHK dari tempatnya bekerja, sehingga Ayah Nala harus kerja serabutan untuk bisa memenuhi kebutuhan tiga anaknya.
Tapi terkadang masih kurang karena semakin lama kebutuhan akan semakin mahal. Ditambah biaya sekolah tiga anak sekaligus dari jenjang yang berbeda.
Terkadang Nala memiliki pikiran untuk ikut bekerja agar semua beban bisa diatasi, namun tetap saja ia sulit membagi waktu untuk itu. Pekerjaan rumah hanya dia yang mengerjakan. Nala di rumah menjadi memiliki peran sebagai Ibu sekaligus Ayah. Tetap saja, perjuangannya selalu dianggap salah di mata Ibunya.
Nala selalu sabar menerima semua keadaan, meskipun ia menghadapi dengan banyak tangisan yang meluruh dari pelupuk mata.
Kamarnya menjadi saksi bisu betapa sakitnya hari-hari yang ia jalani. Mulai dari permasalahan dengan Kakek dan Mas sepupunya yang tak mau menerima keadaan.
Nala hidupnya penuh dengan tekanan. Mulai dari Ibunya yang terkadang mengatakan bahwa ia tidak ikhlas dengan keadaan sekarang. Apalagi ditambah selalu mengungkit segalanya.
Pernah hampir-hampir Nala ingin melakukan bunuh diri. Bahkan ia sudah melakukan self harm karena betapa sakitnya hidupnya. Miris sekali kehidupannya.
Dihantam berbagai masalah, ia tetap bertahan dengan kakinya. Nala ikhlas dengan semuanya. Ia sudah pernah menghadapi tantangan. Diterjangnya masalah seorang diri.
Ia menghadapi tantangan mulai dari masa kecilnya. Ia selalu difitnah dan dibeda-bedakan. Hanya saja dia tidak memiliki kulit yang putih dan badan yang ideal, dia selalu dibilang kalau perempuan itu tidak wajar bila badannya besar.
Anak kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar tau apa tentang perawatan diri? Dia bisa mendapatkan peringkat pertama setiap ujian saja sudah menjadi kebanggaan.
Jika soal perawatan diri, bukankah ada masanya sendiri untuk berubah? Nala selalu mengira nasibnya akan seperti ini atau akan berubah? Terkadang Nala ikhlas menerima, kadang seperti kehilangan arah.
Waktu di mana Nala duduk dibangku kelas tujuh SMP, dia sudah ikut kerja dengan saudaranya sekedar menyapu rumah setiap pagi. Satu harinya ia bisa mendapat uang sepuluh ribu dan satu minggu empat kali. Syukurnya ia satu bulan ia bisa mempunyai uang seratus enam puluh ribu. Bisa untuk membeli kuota dan beli apa-apa sendiri.
Itu dulu, karena waktunya untuk sekolah dan santai tak sepadat sekarang. Ia pagi-pagi sekali sekarang harus masak untuk bekal, sekolah pulang sore, dan sampai di rumah ia harus mencuci piring, memasak, dan menyuci baju yang sudah menumpuk. Malamnya ia harus menyempatkan belajar dan santai scroll tik tok sebentar, serta ia ikut mengerjakan tugas event yang sempat ia ikuti. Tapi, malangnya dia tetap dianggap tidak pernah melaksanakan tugas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setitik Asa Untuk Nala (ON GOING)
Fiksi Remaja"Kenapa, Dek?" "Izin mau ke kamar mandi, Kak," ucap Nala, dan diangguki oleh teman satu kelompoknya. Orang bertanya itu tiba-tiba melenggang pergi tanpa berhenti sama sekali dengan motornya. "What the hell? Anjir, malah ditinggal lagi, bukannya berh...