Lari sudah menjadi rutinitas Brajata setiap paginya. Sebelum berangkat kerja atau mengantarkan anak-anak ke sekolah ia akan mengambil satu sampai dua jam waktunya untuk berlari. Menurutnya ini adalah waktu yang pas untuknya melupakan segala hal yang membelitnya dalam kehidupan sehari-hari. Langkahnya yang teratur dan cepat, kelelahan sekaligus keringat yang berlomba menguasai dirinya, adrenaline yang terpacu serta bising dari bunyi-bunyi sekitarnya turut berusaha mengalahkan suara-suara gaduh yang kerap kali mengganggu pikirannya.
Pagi ini lebih istimewa daripada biasanya. Alam dan Raya sudah rapi dengan pakaian olahraga dan lengkap dengan sepatunya, Hemera tengah menyiapkan sandwich untuk sarapan, serta beberapa buah dan kurma isi keju untuk Brajata. Brajata nampak sumringah memakai kaos kaki dan sepatu lari kesayangannya. Raya yang terlihat masih mengantuk meminta Bu Tina untuk membantunya mengikat tali sepatu.
"Sarapan dulu, semuanya." Hemera memasukkan satu tangkup roti berisi daging asap dan keju ke dalam mulut Alam dan Raya saat ia melihat kedua anaknya itu sudah selesai mengenakan sepatu. Alam dan Raya mau tidak mau, memegang sandwich mereka dan mengunyahnya tanpa banyak protes lantaran mereka terlalu mengantuk untuk protes. Hemera mengambil satu biji kurma isi keju, ia menghampiri Brajata yang tengah fokus dengan ponsel dan smartwatchnya.
"Aaaa.." pinta Hemera.
Brajata membuka mulutnya, Hemera memasukkan kurma tersebut dan tersenyum seraya menatap laki-laki yang masih fokus pada benda yang ia pegang.
"Apak kok cuma makan itu, Bibu?" tanya Alam seraya mengunyah makanannya.
"Kalau Apak makan sandwich juga nanti sakit perut." Belum sempat Hemera menjawab, Brajata sudah lebih dulu menjawab pertanyaan Alam. Tangan Brajata mengusap lembut rambut Alam, lalu mencium puncak kepala laki-laki kecil itu. Alam sudah cukup puas dengan jawaban Brajata dan kini memilih untuk ikut bersama Raya duduk di depan televisi.
Brajata menghampiri Hemera yang kini tengah membereskan keperluan makanan yang lainnya. Tawa laki-laki itu terdengar, membuat Hemera menoleh ke arahnya. "Kamu kayak mau piknik," ledek Brajata. Hemera tersenyum sumringah, menatap tas-tas yang sudah ia siapkan untuk bekal kedua anaknya.
"Kasihan nanti anak-anak takut lapar sewaktu nungguin kamu," jawab Hemera. Perempuan itu melanjutkan pekerjaannya, saat sudah selesai ia kembali menatap laki-laki yang ada di hadapannya.
"Kalau nanti anak-anak bosan, nggak apa-apa pulang saja. Nanti kalau sudah finish pasti saya kabarin," jelas Brajata.
Hemera tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Kamu harus selalu lihat kita di check point nanti, kita kan supporter nomor satunya kamu, kita fans berat kamu."
"Kita?"
"Iya! Alam, Yaya, aku."
Brajata menahan kikuk saat mendengar kata terakhir yang disebut Hemera.
Ia menggaruk kepalanya sebagai peralihan karena saat ini tiba-tiba saja kedua sudut bibirnya memaksa untuk terangkat. Tidak ada yang salah dengan perkataan Hemera, tetapi entah bagaimana justru itu membuat letupan lain yang dirasakan laki-laki itu. Ia juga harus mengakui bahwa apa yang dikatakan Hemera adalah kebenaran. Ia tidak akan melakukan marathon pertamanya kalau bukan dipaksa Hemera.
Obrolan panjangnya dengan Hemera di sebuah coffee shop saat menunggu Alam dan Raya yang sedang les berenang membawa Brajata menguak beragam sisi dirinya yang ia sendiri juga bingung mengapa dapat dengan mudah terucap ketika bicara bersama Hemera. Kendati ia sudah memasang tembok untuk hubungannya, tetapi tetap saja ia sendiri yang justru meruntuhkan tembok tersebut. Brajata bercerita bahwasanya lari membuatnya jauh lebih tenang, ia juga merasa senang lantaran saat berlari ia masih dapat merasakan deru napasnya dan detak jantungnya yang lebih cepat, menurutnya lari sangat membantunya untuk dapat fokus dengan dirinya sendiri. Hemera hanya duduk diam di sana, dengan antusias dan serius menanggapi celotehan suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
KITA TIDAK SEDANG MENDUA
RomanceHemera Blissany Prabakti menyetujui tawaran perjodohannya dengan Brajata Hastagi. Pernikahan serupa teka-teki ini dikarenakan Brajata enggan membuka diri. Hemera hanya mengetahui bahwa Brajata tidak sendiri. Ada sepasang anak kembar dari hasil pern...