2

408 44 5
                                        

"Apak!" Raya kemudian segera berlari mendekati Brajata yang baru saja pulang. Hemera yang mulanya tengah merapikan isi kulkas juga turut melihat ke arah pintu karena tadi Raya memekik lumayan lantang sehingga membuatnya sedikit terperanjat. Perempuan itu tidak dapat menyembunyikan senyumnya tiap kali melihat kedekatan Brajata dan anak-anaknya.

Berada di gendongan sang apak, senyum dan pancaran bahagia Raya kian mengembang. Gadis kecil itu dengan sengaja memeluk erat Brajata dan menggoda sang kakak—yang hanya lebih tua sepuluh menit— yang kini tengah menonton televisi. Raya juga terlihat membisikkan sesuatu pada Brajata yang diikuti perubahan raut wajah Brajata. Tidak hanya raut wajahnya yang berubah, tetapi laki-laki itu juga menurunkan Raya dan berlalu menuju dapur.

Ia berdehem pelan kala menyaksikan calon lawan bicaranya masih tampak fokus menyusun buah-buahan dan es krim yang baru saja dibeli dari supermarket. Mendengar deheman itu, tentu saja Hemera menghentikan aktivitasnya, ia menoleh ke sumber suara tersebut.

"Raya bilang tadi foto bertiga di studionya teman kamu, ya?" Brajata nampak berhati-hati saat membicarakan ini, pasalnya ia lupa mengenai janji yang mereka buat jauh-jauh hari tentang foto wisuda sekeluarga yang Hemera sangat inginkan.

Hemera menghela napasnya, lalu mengangguk dengan disertai senyuman tipis. "Daripada dibatalin, sayang juga sudah bayar dan teman aku sudah siapin waktu beserta studio dia," jawabnya sambil kembali menyusun beberapa buah yang tersisa. "Anak-anak juga foto sendiri tadi, nanti kalau sudah diedit aku kirim ke kamu. Hmm, aku nggak perlu siapin makan karena kamu pasti sudah makan di tempat biasa 'kan?" sambungnya.

Pergi mengunjungi makam Rania lalu pulang sekitar pukul delapan atau sepuluh jika macet di perjalanan sudah menjadi rutinitas Brajata di setiap hari Kamis. Ia juga akan singgah terlebih dahulu untuk makan soto mie atau soto tangkar di Bogor, tempat langganannya bersama Rania. Sehabis pulang ia hanya berbicara atau menyapa jika anak-anak masih terjaga, jika tidak maka ia akan segera pergi ke kamarnya tanpa mengajak Hemera berbicara sedikitpun.

Brajata merasa kesulitan dengan pernikahan ini, dengan kehadiran Hemera di rumahnya yang dikhawatirkan akan menghapus sosok Rania dalam rumah ini, padahal khawatirnya itu tidak beralasan karena Hemera tidak pernah menyentuh apalagi mengubah tatanan di rumah ini. Ia bahkan tidak protes kala foto-foto pernikahan suaminya dengan mendiang istri pertama masih menggantung di banyak tempat, termasuk atas ranjang tidurnya. Hemera juga tetap diam ketika meja rias dalam kamar tidurnya masih diisi oleh benda-benda milik Rania.

"Saya minta maaf, Mer."

"Iya, sudah aku maafin, nggak apa-apa." Lagi, Hemera kembali tersenyum seraya menatap Brajata. "Aku tidurin anak-anak dulu, ya. Kamu mending mandi," imbuhnya.

"Saya saja yang bacain dongeng sekalian tidurin anak-anak, kamu pasti capek."

"Oke kalau gitu, aku ke kamar ya."

Hemera berlalu meninggalkan Brajata yang masih mematung di sudut dapur, juga Alam dan Raya yang masih menonton televisi. Ia masuk ke dalam kamarnya, menuju tempat tidurnya bersama Brajata yang masih terdapat figura potret pernikahan Brajata dan Rania pada temboknya. Pada saat datang ke rumah ini, Hemera sempat terkejut melihat semua barang-barang milik Rania yang masih tertata di tempatnya. Baju-baju milik wanita itu masih ada yang tergantung di lemari, skincare dan alat-alat makeup yang masih rapi di meja rias, juga sejumlah aksesoris seperti jam tangan, beragam gelang, kacamata juga masih ada pada tempatnya. Hemera merasa terenyuh, mungkin barang-barang ini sudah ada yang melewati masa kelayakannya dan tetap dibiarkan meski pemiliknya sudah berpulang.

Melihat barang-barang kepemilikan Rania dalam kamar ini kerap kali membuat Hemera merasa iri, pasalnya ia tidak pernah merasakan cinta sedalam itu. Ia juga menjadi bertanya-tanya, apakah nanti jika dirinya sudah pergi meninggalkan kehidupan ini, adakah orang yang sudi berduka selayaknya Brajata pada Rania.

KITA TIDAK SEDANG MENDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang