Happy reading🌦️
Maaf buat typo, harap maklum sajalah🌦️
🌦️🌦️🌦️🌦️🌦️
"Beliau langsung keluar setelah sadarkan diri, maafkan kami, kami tidak bisa mencegahnya" sesal seorang dokter itu menunduk pada perempuan dengan seorang balita di dekapannya.Mendengar penuturan dokter itu membuat hati perempuan itu seakan teremas oleh tangan tak kasat mata, namun ia dengan susah payah menahan air matanya jatuh ia harus kuat di depan orang lain apalagi ada seorang balita di dekapannya.
"Gitu ya dok, kalo gitu makasih sudah membuat beliau sadar kembali" dari suaranya yang gemetar dokter itu tau, perempuan didepannya itu tengah menahan sesuatu.
"Tidak, ini berkat Tuhan dan kalian sebagai keluarganya yang selalu mendampinginya. Saya hanya melakukan tugas ringan dalam mengambil tindakan disini, seharusnya saya yang minta maaf karna tidak bisa membuat beliau membulatkan tekadnya untuk tetap disini. Sekali lagi saya benar-benar mengucapkan kata maaf yang sedalam-dalamnya" ungkap dokter itu benar-benar merasa bersalah.
"Tidak masalah, terima kasih" balas perempuan itu tersenyum ramah, melihatnya lagi hanya akan membuat ia semakin bersalah, pikir dokter itu sebelum meninggalkannya sendiri.
Perempuan itu mendudukkan dirinya di kursi depan ruang perawatan setelah melihat perawakan dokter itu lenyap.
Ia menggigit bibirnya saat rasa sesak menyerangnya, nyatanya ia hanya gadis lemah yang terlihat kuat diluar. Dapat ia rasakan pelukan balita itu membuatnya semakin sakit, dan perlahan matanya menumpahkan lava bening dengan mulusnya. "Hiks" isaknya pelan, setegar apapun ia, ia tetap seorang anak yang masih membutuhkan orangtua disampingnya.
Tangan mungil bocah itu mengusap air matanya, ia semakin menggigit bibirnya menahan raungannya. Namun usahanya sia-sia, hatinya mengkhianatinya lagi, ia terisak sejadinya di koridor rumah sakit yang sepi. Ia merasa malu dengan bocah yang bahkan usianya belum mencapai 5 tahun–yang menghibur dirinya–yang malah hanya menangis membuat bocah itu bingung.
"Senakal itu Ken ya, sampai anda tidak mau melihat Ken lagi?"
🌦️🌦️🌦️🌦️🌦️
"Inget rumah kamu?" Sinis wanita setengah baya begitu Zura memasuki ruang tengah rumahnya. Chintya Yaelin, bibi Zura yang sangat ia 'hormati'.
Zura menanggapi dengan senyum tabah, harus banyak-banyak sabar mah kalo ngadepin bibinya itu. "Assalamualaikum aunty" sapanya mengambil tangan bibinya.
"Hm? Kenapa pulang?" Sinis Chintya menarik tangannya.
Hubungan mereka memang tidak terlalu bagus, bahkan untuk disebut sedikit renggang–sudah masuk kategori 'ingin saling membunuh' saat bertemu.
"Zura mau ambil Ken, mau Zura bawa jalan-jalan. Kangen banget sama Ken, udah lama nggak liat, dan karna Zura sebentar lagi libur semester jadi Zura sekalian bawa Ken buat tinggal sama Zura" jelas Zura halus.
Untung disekitar Zura semuanya manusia seperti ini, jadi ia tidak kaget lagi dengan perlakuan bibinya itu.
"Oh, yaudah sih sana ambil aja. Tuh anak emang ngerepotin banget" Zura tak menanggapi ocehan wanita itu dan memilih menaiki tangga menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Kala Hujan (On Going)
RandomAlkairo Alastar, cowok SMA yang penyendiri juga murid bermasalah. Namun dibalik itu, ia adalah seorang vokalis band 'Soul Fun'.Tak pernah terbayang dalam benak Alkairo seorang taman sekelasnya mengetahui identitasnya sebagai anggota band, apalagi it...