3. Under the rain

345 75 26
                                    

Sinzi memandang sekeliling ruang tamu dengan waspada. Karena tak melihat presensi siapapun di sana, ia berjalan mengendap menuju salah satu ruangan yang merupakan kamar adiknya.

Tanpa basa-basi, knop pintu dibuka. Sejurus kemudian, ia masuk tanpa persetujuan pemilik yang bahkan tak di sana.

Baru beberapa langkah masuk ke dalam, seseorang menyusul di belakangnya membuat Sinzi terperanjat. Saat menoleh, ia sudah mendapati presensi Awan menatapnya datar.

"Ngapain lo masuk kamar gue?"

Sinzi berdesis tak suka, bahkan merespon seolah lebih berkuasa dari si pemilik kamar. "Lo kayak maling aja si gaada permisinya masuk kamar sendiri. Kalo ada hantu lagi ciuman terus kepergok, kan bisa mampus."

"Bego lo dikurang dikit," ujar Awan seraya menyentil kening Sinzi, lalu berjalan melewati gadis itu.

Tak terima dikatai bego plus disentil, Sinzi menendang betis adiknya. "Gausah nyebelin!"

"Ih babik!" Awan berbalik, melayangkan tatapan tajam.

"Apa lo bilang? Babik? Gue aduin juga lo biar mampus! Terus, tadi siang lo nyebat 'kan di belakang sekolah?"

Sehabis melontarkan tanya yang pantas disebut pernyataan, Sinzi berbalik pergi. Namun belum sempat menggapai pintu, Awan lebih dulu menarik rambutnya hingga ia terpelanting ke belakang.

"Ih, lepas! Lo nyebelin banget, ih! Awan lepas!" Sinzi meronta dan mencubit punggung tangan yang lancang menjambaknya tersebut.

Awan meresponnya dengan juluran lidah.

"Razawan Pangestu! Lo lepas apa gue teriak, nih?!"

Awan mengangkat kedua tangan dengan telapak menghadap depan, seolah sebelumnya tak pernah melakukan apapun.

"Ok, sorry. Gue lepasin." Ia lalu bertelekap dada memandang remeh kakaknya. "Gue juga aduin balik ke papa kalo lo bolos terus dihukum keliling lapangan!"

Sinzi melotot. Gawad pake d! Secepat kilat ia berbalik menghadap pemuda itu dan balas menarik kasar rambutnya.

Belum sempat Awan memberikan ganjaran berupa cubitan, Sinzi lebih dulu menarik diri dan menatap kian garang.

"Apa? Mau bales? Gue gebuk lo ya!"

Kepalang gemas, Awan mencubit saja pipi tembam itu tak memedulikan level kemarahan kakaknya kian meningkat.

Benar saja, Sinzi makin meradang. Ia membalasnya dengan tendangan pada dengkul Awan hingga cubitan keras di pipi pun terlepas.

"Wah, sialan..." desis Awan memegang dengkul.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Sinzi segera memiting leher adiknya yang masih merunduk. Mengakibatkan Awan mengaduh, sampai menepuk-nepuk lengan gadis itu karena menekan tepat pada jakunnya. "Woy! Sakit, woy! Lepas!"

"Gue lepasin. Tapi pake syarat."

Mata Awan bahkan sudah berkaca-kaca saking sakit jakunnya yang terhimpit. Samson cilik licik ini... Sangat ingin rasanya ia buang ke sumur.

Namun, pada akhirnya ia pasrah.

"Syarat a-apaan?"

Sinzi melepaskan sang adik usai beberapa kali citakan ia berikan.

Sejurus kemudian, Awan terbatuk-batuk akibat tersedak udara karena terlalu rakus saat menghirupnya.

Kini giliran Sinzi menatap angkuh si adik besar.

"Temenin mandi hujan."

Awan menatap nyalang. Wah gila! Mandi hujan katanya. Tidak apa jikalau dilaksanakan saat siang, tapi ini sudah pukul sembilan malam, coy! Membuat benaknya berkata, crazy dan tolol otaknya overall banget ini mah.

Uncanny GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang