"Ya ampun, Zizi! Itu kucingnya bisa pengap lo kekepin gitu! Gemes banget deh gueee."
Nerissa tentu heboh kala mendapati Sinzi mengantongi seekor kucing kecil di dalam tudung jaketnya. Ia bergerak senatural mungkin untuk mengambil alih. Namun kalah gesit dengan Sinzi yang menghindar lincah dan kini menatap waspada ke arahnya.
"Icha jangan alesan, ya! Padahal lo mau ngambil kucing gue. Ga bakalan gue kasih pokoknya."
Riri yang jengkel ikut mengomel, "Oh, come on, girls! Ini masih jam setengah tujuh. Masih terlalu pagi buat nyiptain polusi suara."
Tapi tampaknya yang dikatakan Riri tak dihiraukan sedikitpun oleh keduanya.
Bahkan Sinzi sudah berlari panik dan berisik melintasi lapangan SMA Gemilang—yang sialnya luas sekali—menuju kelas saat Nerissa dengan mata penuh semangat justru mulai mengejarnya.
Ekspresi kelelahan jelas terlintas di wajah Riri. "Ya Tuhan... Berikanlah hamba kekuatan lebih untuk menghadapi mereka..."
Riri berjalan lemas membiarkan kedua temannya saling mengejar-menghindar dengan semangat membara. Ia malas berlari, ini masih pagi bagi tubuh wanginya mengeluarkan keringat.
Napas Sinzi sudah terengah-engah, tapi letak kelasnya masih lumayan jauh.
Kala menyempatkan diri menengok ke arah Nerissa, intensitas momen tegang bertambah saat tanpa sengaja ia menghantam sesuatu yang keras namun hangat. Benturan itu mengakibatkan mereka terhenti seketika.
Nerissa yang terlalu fokus mengejar juga tak sempat menghindar sehingga ia menabrak tubuh belakang sang sahabat.
Orang yang sebelumnya ditabrak Sinzi juga refleks menyamping, mengakibatkan Nerissa dan Sinzi oleng hingga terjatuh telungkup menubruk kerasnya lantai.
Kucing dalam tudung jaket Sinzi ikut meloncat keluar, mengeong kecil seraya mengeluskan diri pada lengan pemiliknya yang merintih kesakitan.
Sinzi merengut sebal seraya mengelus dahinya. "Icha, kenapa nggak nge-rem sih?! Muka gue sakit banget ini, shibal! Mana jatohnya ampe bunyi gedebuk kenceng lagi! Sakit nih bahu sama dada gue gara-gara elu!"
Nerissa yang ikut jatuh mengikuti Sinzi yang kini terduduk. Ia melotot garang, tak terima dirinya disalahkan. "Mana sempet nge-rem njir kalo elu aja berhentinya tiba-tiba?! Lagian lo juga kenapa lari segala? Tinggal kasih tuh kucing ke gue apa susahnya, ha?!"
Sementara orang yang ditabrak, menyaksikan perseteruan mereka dengan heran.
Menyadari kalau Sinzi telah menabrak seseorang, ia berdiri lebih dulu seraya memerhatikan pelaku yang tampaknya tidak asing. Nerissa hendak memaki pemuda penyebab mereka terjatuh itu, tapi setelah mengingat sesuatu, mulutnya menganga seketika dan sontak menendang-nendang kecil kaki Sinzi yang malah menggerutu sambil meletakkan kucingnya dalam keadaan semula.
Sedangkan Sinzi yang baru saja melihat korban tabrakan, seketika terkesiap. Ia berpikiran negatif, pemuda tampan ini pasti menyukainya sampai selalu mencari celah pada setiap kesempatan. Buktinya mereka kerap bertemu.
Padahal kan lumrah jika pun berpapasan karena di satu lingkup sekolah.
"Eh lo! Jadi cowo kok nggak gentle? Masa pas ada cewe mau jatoh nggak ditangkep? Mana inisiatif nolong nggak ada sama sekali lagi." Ia bertambah sebal karena diamnya pemuda itu. "Kenapa malah bengong? Bantuin gue sini, badan sexy gue jatoh gegara elo ya!"
Ia mengulurkan tangan dengan ekspresi menjengkelkan.
Pandangan tak percaya pun terpampang nyata pada wajah pemuda itu, ia menunjuk dirinya sendiri. 'Gue?' tanyanya dengan isyarat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncanny Girl
Teen FictionSinzi, si paling jadi Mood booster temen-temennya. Kalo ada yang bilang gitu jangan percaya, hoax itu bro. Mana ada mood booster bawaannya kayak bocah kematian? Suka banget mancing emosi orang lain padahal sendirinya emosian. Tapi ya gitu... namanya...