"Icha, ayo kasih tau gue yang bikin lo nangis siapa? Gue janji nggak bakalan kepang tangan orang yang giniin lo, kok. Palingan gue cuma malak duitnya aja biar ga bisa beli es krim! Kalo dia nggak mau dipalakin juga gapapa, nanti gue paksa tanda tangan di atas materai isi surat perjanjian beliin kita PC. Kalo dia tetep ga mau tanda tangan juga, gue bakalan call pak poyici biar dia ditembak. Tapi ga sampe mati kok, janji."
Sinzi berharap dengan kalimat menggebunya barusan, sedikit tidak dapat menghentikan tangis bombay gadis itu.
Namun, alih-alih begitu, Nerissa justru semakin tersedu dalam pelukan Riri.
Sedangkan Riri, mencoba berbagi ketenangan dengan elusan pada kepala sang sahabat. "Cup cup cup. Icha nya mami kenapa, hm? Nggak mau cerita aja sama mami?" tanyanya lembut.
Sinzi meringis, sepertinya caranya tadi memang sedikit menggetarkan jiwa dan raga.
Nerissa mulai menyeka ingus dan air mata menggunakan tissue yang disodorkan Riri.
"Gu-gue dikatain murahan sama Devan gara-gara gue jalan sama Rio tanpa seizin dia. Pa-padahal kan gue nyari kado buat hari spesial dia nanti, tapi di-dia terlanjur emosi dan gak, gak mau denger penjelasan gue. Setelah kejadian itu, kemarin gue mergokin Devan ciuman sama cewe la-lain di taman."
Setelah berhasil menyelesaikan kalimatnya, Nerissa kini menangis semakin kuat. Beruntung kelas dalam keadaan sepi hingga dia bisa bebas menumpahkan air mata yang sedari tadi berusaha ditahan meski akhirnya tumpah juga.
"Gu-gue juga udah nge-chat dia saban waktu tapi tetep nggak digubris."
Sinzi mendengus marah, tangannya terangkat mengelus lengan Nerissa. "Icha tenang aja, gue bakalan sumpel mulut cowo mercon itu pake eek-nya miaw Narvel biar selingkuhannya ngerasain se-tai apa mulut busuknya pas ciuman. Cowo mulut letoy itu juga harus kena gampar tumbler Lisa BlackPink biar jadi peot sampai nggak bisa cium-cium cewe lagi."
Sinzi beralih mengelus lembut kepala Nerissa bak anak kucing. Kemudian, berdiri sambil bertolak pinggang dengan ekspresi sangar.
"Zi, tunggu dulu!" cegat Riri. "Keknya lo harus pake topeng mukanya Farrel deh biar keliatan lebih garang," usulnya.
Nerissa menyedot ingus seraya berusaha menghentikan tangis. "Gue ikut, tapi nggak usah pake topeng... Soalnya kalo pake topeng muka Farrel, nanti malah digampar Devan karna mukanya Farrel ngeselin. Mending nggak usah. Biar pas kita nonjok nanti, Devan nggak berani nonjok balik karena liat muka kita yang imut, cantik dan unyu ini."
Riri yang mendengarnya menunduk, memijat pangkal hidung. Nerissa dan Sinzi sepertinya tidak akan berhasil tanpa dirinya. Ia juga harus ikut dan lebih garang! Maka dari itu, rambut sepunggungnya ia ikat asal disertai gulungan pada lengan seragam.
Mereka harus kompak dalam hal ini!
Di lain tempat, Farrel yang sedang semangat melahap makanannya, tersedak. Ia lekas menyambar minuman di atas meja dan tanpa ba-bi-bu, ditenggak cepat sampai merasa baikan. Dadanya tiba-tiba saja berdebar tak karuan. Ada yang tak beres...
Kembali lagi pada kondisi kelas sepi tanpa penghuni selain mereka; Sinzi, Nerissa dan Riri. Segera membenahi penampilan sebelum keluar dari ruangan penuh peralatan belajar tersebut untuk lekas menyulut emosi. Ehe.
Ketiganya melangkah tegas ke arah lapangan outdoor, mengetahui jika Devan kerap di sana untuk sekadar berlatih basket.
Bahu Devan ditepuk sedikit kencang oleh salah seorang temannya. "Itu bukannya cewe lo ya?"
Devan menggulirkan bola mata, mengikuti arah telunjuk temannya. Ia lantas memaparkan senyum tipis kala melihat Nerissa. Saat hendak mendekat, gadis ber-hoodie hijau lebih dulu menghadang dengan menadahkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncanny Girl
Teen FictionSinzi, si paling jadi Mood booster temen-temennya. Kalo ada yang bilang gitu jangan percaya, hoax itu bro. Mana ada mood booster bawaannya kayak bocah kematian? Suka banget mancing emosi orang lain padahal sendirinya emosian. Tapi ya gitu... namanya...