THE VILLAIN > 11

102 12 0
                                    

VOTE DONG :v
...
HAPPY READING
________________________________
_

Saat ini Angeline sedang berada di kediaman Mignolet. Selepas acara memuakkan yang ia hadiri malam itu, Angeline benar-benar pergi begitu saja dari pagi-pagi sekali sebelum matahari menampakkan sinarnya.

Hal itu ia lakukan agar tak seorangpun yang dapat menunda perjalanannya lagi untuk kembali pulang ke kediaman Mignolet. Bahkan Angeline telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak lagi menginjakkan kakinya ke Kerajaan itu apapun paksaan dan alasannya.

Jika keluarga kerajaan ingin bertemu dengannya di Kerajaan maka dengan keras Angeline akan menolak. Karena ia tidak ingin pergi ke Kerajaan itu lagi.

Setelah melewati perjalanan panjang yang memakan waktu lumayan lama, akhirnya Angeline beserta Alice, Arlan dan para Ksatria lainnya telah sampai dengan selamat.

Waktunya bagi seorang Angeline untuk bersantai, tubuhnya kelelahan karena duduk berjam-jam lamanya. Kini gadis cantik itu tengah tidur siang, dan selama ia tidur, tak ia perbolehkan siapapun untuk masuk ke dalam kamarnya.

*******************************************

Di sebuah desa yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, kini berdiri puluhan rakyat-rakyat yang menghuni tempat tersebut sedang menatap seseorang yang berdiri di atas batu besar yang tingginya sepinggang orang dewasa.

Mereka bertanya-tanya, mengapa orang yang berdiri di hadapan mereka saat ini mengumpulkan mereka secara tiba-tiba yang membuat mereka semua bingung.

"Semuanya! Sebelumnya aku berterimakasih karena kalian telah memenuhi panggilanku. Dan aku meminta maaf karena mengganggu aktivitas kalian yang tertunda," ucap pria bernetra cokelat itu dengan lantang.

Para rakyat yang mendengar itu lantas saling memandang satu sama lain, kemudian menggeleng. Dan setelahnya, mereka kembali mendongak menatap pria yang berdiri di atas batu itu.

Pria itu melihat seluruh orang yang hadir sebelum kembali berbicara. "Dengar! Petinggi yang mengelola hasil kerja keras kalian saat ini sedang bersenang-senang dengan uang hasil dari perdagangan panen kalian tanpa membagi hasilnya kepada kalian."

"Apakah kalian akan diam saja? Ini merupakan tindakan korupsi! Seharusnya setengah dari uang hasil perdagangan itu harus sudah tiba di sini dua hari lalu. Dan kalian semua pasti akan mendapatkan bagian kalian masing-masing," terang pria itu, menatap pada manusia-manusia dihadapannya saat ini.

Semua yang ada di sana mulai bersuara, beberapa dari mereka mulai membenarkan ucapan pria itu. Sedangkan pria yang berdiri diatas batu itu menyeringai tanpa ada seorangpun yang menyadarinya.

Tiba-tiba seseorang bersuara membuat semuanya terdiam. "Tapi bukankah setengah dari hasil perdagangan itu akan dikirim seminggu lagi?" ucap salah seorang pria bernetra hitam, menyuarakan tanda tanya yang bersarang di otaknya.

"Mengapa waktu yang kau sebutkan tadi jadi sesingkat itu?" lanjutnya lagi.

Hal itu membuat orang-orang yang mendengar itu menyadari perubahan waktu itu kemudian mengangguk setuju akan ucapan pria itu.

Pria bernetra cokelat di atas sana menatap tenang pria itu. "Dari informasi yang kudapatkan. Jadwal pengiriman hasil perdagangan itu dimajukan lebih cepat oleh Raja George sendiri," jelasnya.

Jelas pernyataan itu membuat mereka cukup terkejut. Jika memang itu benar, seharusnya apa yang pria bernetra cokelat itu katakan, semuanya benar.

Jika setengah uang hasil dari perdagangan beras, daun teh, kopi, rempah-rempah serta kekayaan alam lainnya yang mereka kelola dengan baik digunakan untuk foya-foya oleh para petinggi itu untuk kepentingan mereka sendiri, maka mereka jelas akan memprotes.

Mendengar orang-orang mulai emosi serta melayangkan beberapa umpatan pada para petinggi, menjadi kesenangan tersendiri bagi seseorang itu.

|
|
|

Seorang gadis cantik tengah berjalan seorang diri tanpa ditemani pelayan setianya.

Kaki itu melangkah menyusuri kediaman Mignolet yang luas hingga langkahnya terhenti di taman yang indah. Berjalan menuju kursi panjang yang tersedia kemudian mendudukkan dirinya. Menatap hamparan bunga-bunga yang bermekaran dengan indah.

Angeline diam tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, karena malas.

Terlihat seorang pemuda yang sekiranya lebih tua beberapa tahun dari Angeline tengah berjalan menyusuri koridor. Namun matanya tak sengaja menangkap siluet seseorang yang tak asing tengah duduk di kursi panjang menghadap pada bunga tulip yang bermekaran.

Awalnya pria itu merasa tak peduli. Namun kakinya melangkah menuju seseorang di taman sana. Tersadar dengan apa yang ia lakukan, pria itu menghentikan langkahnya dan terdiam sejenak dan melirik singkat seseorang dihadapannya. Entah apa yang membawanya sampai kemari.

Kakinya perlahan bergerak meninggalkan taman itu dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Entah apa yang membuatnya seperti itu.

--------------------------------

Siang berganti malam. Angeline kini tengah menggambar desain gaun yang diminta oleh Marchioness Dowless. Tak masalah, ini adalah sesuatu yang mudah bagi Angeline. Kebetulan juga dirinya sedang tak memiliki jadwal apapun hari ini.

Dengan lihainya Angeline menggoreskan tinta pada kertas membetuk sebuah gambar gaun yang indah. Beberapa kertas yang sudah selesai ia gambar ia simpan baik-baik.

Merasa sudah cukup. Angeline memanggil Alice untuk segera mengirimkan gambar-gambar desain itu ke Ibu kota dan harus sampai ke tangan Marchioness Dowless.

"Alice!" panggil Angeline.

Dengan sigap, Alice langsung berjalan dan berdiri di samping Nona-nya. "Ya, Nona?"

"Segera antarkan ini pada Marchioness Dowless." Perintah Angeline segera dilakukan oleh Alice.

Setelah pelayan setia Angeline itu pergi melakukan tugasnya. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Masuk!" tegas Angeline.

Pintu terbuka menampakkan seorang pelayan di monsion ini. Pelayan itu menunduk hormat pada Angeline.

"Salam, Nona, semoga berumur panjang." Salam pelayan itu dengan ramah tak lupa kepalanya yang tertunduk.

"Ada apa?" tanya Angeline tanpa basa basi.

"Duke memanggil Anda ke ruangan kerjanya, Nona," jelas pelayan tersebut.

Angeline mengangguk. "Baiklah. Sampaikan pada Ayah jika aku akan ke sana nanti." pungkasnya.

"Baik, Nona," ujar pelayan itu sebelum menunduk hormat dan mulai keluar dari ruangan Angeline.

Angeline menatap lurus kedepan. Gadis itu mencoba menerka-nerka ada perlu apa Duke memanggilnya ke ruangannya.

Ia akan mengingat-ingat sebentar bagian dimana Duke memanggil Angeline ke ruangannya, tapi yang ia ingat, bahwa; tak ada bagian dimana Duke Edward memanggilnya keruangan pria paruh baya itu.

Yang ia ingat. Yang dipanggil keruangan Duke bukanlah Angeline melainkan Sean, Kakak dari sang antagonis yaitu; Angeline.

"Mengapa alurnya semakin berantakan?" monolog Angeline.

Tak tahu saja jika sejak pertama kali ia masuk ke dunia ini, alur cerita sudah berubah drastis. Mungkin saja akan ada beberapa peristiwa di novel yang akan terjadi di sini sekarang.

Lalu bagaimana dengan para tokoh? Apakah akan ada perubahan sifat dan perilaku dari masing-masing tokoh? Ataukah alur akan tetap berjalan sebagaimana novel itu ditulis sebelumnya?

Yang perlu kita lakukan hanyalah menunggu. Menunggu saat-saat dimana konflik yang sebenarnya akan terjadi, entah itu saat ini ataupun kedepannya nanti.

v
v
v
v

Telat banget ya? Sorry

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang