Taufan's Diary

1K 120 10
                                    

Happy Reading

°

°

°

Malam sudah berlalu dan matahari mulai terlihat.

Taufan bangun dari tidurnya, ia bersiap untuk melakukan check up ke rumah sakit hari ini.

Taufan sudah rapi dengan seragam putih-abu miliknya, kini ia berada didepan cermin, melihat pantulan dirinya yang terlihat seperti manusia pada umumnya.

Tangannya menyentuh pelipis yang semalam ditempel plaster oleh Blaze.

"Kok deg-degan ya?" Taufan menyentuh dada nya yang terasa berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Oke Taufan, apapun kata dokter nanti, Lo harus siap sama kemungkinan terburuknya," Setelah menyemangati dirinya, Taufan langsung keluar dari kamar.

Sampai dilantai bawah, Taufan melangkahkan kakinya menuju meja makan. Seperti biasa, sebagian saudaranya sudah berangkat, hanya ada Blaze dan Ice yang sedang makan.

Karena sebelum berangkat, Blaze mengantarkan Ice ke sekolahnya terlebih dahulu.

"Blaze, Ice, gue berangkat duluan, ya,"

"Lah, tumben? Makan dulu, lah," Ujar Blaze pada Taufan yang berada disampingnya.

"Tar siang di sekolah. Oh ya Blaze, keknya istirahat nanti gue gak maen dulu, ada kerkom di kelas,"

"Masa? Gue gak percaya Lo ikut kerkom, paling cuma ngerusuh,"

"Dih? Nggak lah, gini-gini gue aktif kalo ada kerkom,"

"Heeh nyah? Heeh atuh," Karena kesal, Taufan menyentil kening Blaze cukup kuat.

"Akh anjir, sakit goblok,"

"Udah ya, gue mau berangkat, bye,"

Sekarang Taufan berada di garasi. Tidak, kali ini ia tidak menggunakan motor, Taufan mengambil skateboard miliknya untuk pergi ke rumah sakit.

Taufan menjalankan skateboard nya keluar, sebelumnya Taufan memakai hoodie yang ia bawa untuk menutupi seragamnya.

Ditengah perjalanan, Taufan memikirkan tentang dokter mana yang akan ia temui terlebih dahulu?

Dokter pribadi untuk penyakitnya, atau..

'Oke, dokter Jihan dulu,'

°°°°°

Kini Taufan sedang duduk di kursi rumah sakit, menunggu gilirannya dipanggil. Benar, Taufan memilih check up penyakitnya terlebih dahulu.

"Taufan Cyclone Alexandra?" Panggil seorang perawat yang keluar dari pintu didepan kursi yang Taufan duduki.

Taufan mengangguk dan memasuki ruangan yang sudah tak asing lagi baginya.

Tiga puluh menit berlalu,

Taufan sudah selesai dengan pemeriksaannya, ia memegang amplop coklat ditangan kanannya.

Mulutnya tersenyum getir.

"Buat diri gue yang rapuh ini, jangan nyerah dulu ya? Kita belum liat sunrise and sunset sama Alin," Gumamnya, ia menyimpan amplop itu kedalam tas.

Kemudian Taufan pergi dari kawasan rumah sakit itu, ia menjalankan skateboard nya menuju tempat kedua.

°

°

°

°

Ditempat pemakaman umum,

"Halo bunda cantik, Upan dateng lagi,"

"Liat, Upan bawa daisy, bunga kesukaan bunda,"

"Bun, tau gak? Bentar lagi Upan bakal nyusul bunda loh, bunda pasti gak sabar nungguin anak kesayangan bunda ini, kan?" Tak ada jawaban yang terucap.

"Akhirnya setelah tujuh tahun.." Taufan, pemuda itu menatap sendu pada batu nisan di depannya yang bertuliskan Amara.

"Upan kuat kan, bun? Bisa nahan sakitnya selama umur Upan. Iya lah, Upan kan angel, hahaha," Tawa hambar itu keluar dari mulutnya.

"Upan gak pernah nangis lagi, tapi jujur ini sakit banget bunda," Taufan memegang dada kirinya yang kian waktu sakitnya semakin bertambah.

"Gak lama kok, bun.."

"Tinggal dua puluh delapan hari lagi," Dia tersenyum, tanpa alasan yang jelas, diselingi dengan ringisan kecil.

"Upan gak yakin ayah bakal nerima keberadaan Upan lagi, Alin juga udah jarang lirik Upan, adek-adek juga sama, mereka punya kesibukan masing-masing. Gak juga sih, ada Blaze sama Thorn yang selalu ngajak main," Taufan memandang keatas. Langit nya cerah, seperti memberinya semangat agar tidak menangis.

Begini saja, jika langit itu cerah, anggaplah dia sedang memberimu semangat. Tetapi jika langit ikut mendung disaat keadaanmu buruk, maka percayalah jika dia menertawakan kehidupanmu yang menyedihkan.

"Bun, Upan pulang dulu ya.. nanti kesini lagi, kalo masih ada umur hehe," Taufan berdiri dari jongkok nya, ia keluar dari tempat peristirahatan terakhir manusia itu.

"Tapi dipikir-pikir, ucapan ayah ada benernya. Gue aib keluarga, malu-maluin. Kalo Alin.. gue cuma mimpi buruk yang selalu ngehantui dia. Adek-adek juga, gue kakak yang gak bisa diandelin,"

"Menyedihkan, beban banget idup gue,"

Taufan melajukan skateboard miliknya meninggalkan area pemakaman.

































"MAAF LO UDAH GAK BERLAKU SIALAN! DIA UDAH MATI!"

"NGACA BRENGSEK! LO JUGA BELUM MINTA MAAF KE DIA!"

"Lo! Kalian, bahkan gue, kita sama-sama belum minta maaf ke dia,"

To Be Continued














Gas sampe ending.

Broken Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang