Happy reading
°
°
°
Dimalam hari yang terlihat sepi, Halilintar berjalan tak tentu arah diatas trotoar. Awan berkabut menandakan jika hujan akan segera turun, tetapi Halilintar tetap melangkahkan kakinya.
Benar saja, rintik hujan mulai berjatuhan, beberapa dari mereka mendarat di wajah datar milik Halilintar. Hujan yang awalnya kecil itu membesar dengan cepat, rintiknya berganti dengan gerimis disertai angin.
Saat Halilintar akan pergi, matanya tak sengaja melihat sosok yang sangat ia kenali.
Sosok itu, Taufan.
Dia duduk di halte tepat didepan Halilintar berdiri, menghadap ke jalanan yang sepi dan basah karena guyuran hujan.
Halilintar tidak peduli, ia akan pergi saja, meninggalkan Taufan sendiri disana. Tetapi hatinya berkata lain, kakinya melangkah tanpa diminta, mulutnya seakan penuh dengan kata-kata yang ingin ia ucapkan.
Hingga mulut yang sedari tadi bungkam itu terbuka, mengeluarkan sepatah kata yang berhasil mengalihkan atensi si biru.
"Taufan!" Tanpa dipanggil dua kali, si pemilik nama menoleh. Melihat orang yang memanggilnya, lalu tersenyum saat tahu jika kakak satu-satunya itu berjalan kearahnya.
"Ngapain Lo disini? Nyari penyakit? Atau nyari perkara sama ayah? Ayo balik," Halilintar menarik tangan Taufan, tetapi si pemilik tangan itu masih pada posisi duduknya. Bahkan tak mengeluarkan sepatah kata pun, dia hanya tersenyum melihat Halilintar.
Sejenak Halilintar merasa terhipnotis oleh senyuman itu, senyuman yang tidak ia lihat setelah tujuh tahun terakhir.
Ah, senyuman Taufan tidak berubah dari dulu, indah dan membuat candu. Tidak! Bahkan yang sekarang lebih indah, Halilintar akui itu.
Tetapi ada yang berbeda dari senyuman Taufan saat ini, seperti tersirat sesuatu yang menyedihkan.
"Ayo balik, gue gak punya waktu buat liat senyum Lo," Bohong. Halilintar berbohong, yang sebenarnya adalah ia ingin melihat senyum adik pertamanya lebih lama lagi.
"Ini mau pulang kok, lagi nunggu jemputan," Halilintar menyerngit, siapa jemputan yang dimaksud Taufan?
"Iya, gue yang jemput Lo, emang siapa lagi?" Tanya Halilintar, lagi-lagi dibalas Taufan dengan senyuman.
"Tuhan,"
Deg
'Dia bercanda, kan?'
"Ya, ya, ya, candaan Lo berhasil buat gue kaget, puas?"
Taufan melihat Halilintar, ia turun dari kursi yang ia duduki dan menghampiri kakaknya.
Kedua tangan Taufan terangkat, ia memegang sisi kanan kiri wajah Halilintar.
"Gak ada yang bercanda, Alin," Manik teduh shappire nya menatap manik ruby terang milik Halilintar.
Halilintar bungkam setelah mendengar itu, sekarang tubuhnya terasa dihantam sesuatu. Tentu saja, itu karena Taufan memeluknya erat.
"Seandainya Lo ada disisi gue dari sejak kejadian itu, mungkin ini gak bakal jadi pelukan terakhir kita. Lo gak salah kok Lin, orang kotor kayak gue emang pantes nya dijauhin. Dan gue lalui itu selama tujuh tahun, sendirian, bener-bener sendirian,"
"Tapi, manusia hina juga butuh kebahagiaan kan? Orang kotor yang lagi meluk Lo ini juga berhak bahagia, kan?" Halilintar masih bungkam, lidahnya kelu untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata, ia membiarkan Taufan menangis di pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel [END]
Fanfiction-DON'T BE SIDERS!! VOTE MASIH BERLAKU. Dia baik, Dia ceria, Dia murah senyum, Dia suka menolong, Tapi dia hancur. Utuh tapi rapuh, he's broken angel. Dia terus saja menyusun jiwanya yang rapuh agar tetap utuh, tertawa adalah caranya untuk menutupi l...