Hug

152 21 4
                                    

Malam ini Yechan tidak bisa tidur dengan tenang, berkali-kali ia melihat ke arah ponselnya dan mengecek apakah Jaehan mengirimi pesan, tapi ternyata tidak.

Sedari izin keluar tadi, dia sama sekali belum menghubungi Yechan.

Jam sudah menunjukkan waktu dini hari, tapi Jaehan belum juga pulang ke unitnya, membuat Yechan gelisah dan risau.

"Aisshhh..." dia mengacak rambut tebalnya. Padahal rencananya tadi dia akan mengajak Jaehan untuk menikmati makan malam bersama, tapi nyatanya laki-laki bergigi gingsul itu belum juga pulang.

Akhirnya ayam goreng yang ia bawa pulang tadi terpaksa ia taruh di lemari pendingin agar bisa dimakan esok harinya.

Dengan kasar Yechan menyibak selimut nya dan berjalan menuju ruang tengah. Dia menyalakan televisi dan mencoba menunggu Jaehan pulang. Segelas kopi nampaknya tidak buruk.






*
*
*







Sedangkan dirumah sakit, Jaehan juga belum tertidur. Eomma-nya tidur di sofa yang tersedia di ruangan itu, mungkin karena fisiknya terlalu lelah dan batinnya yang cukup tertekan mendengar kondisi suaminya, tidurnya kadang nampak tidak nyenyak. Sesekali ia bangun untuk memastikan suaminya masih bernafas.

Oleh sebab itu Jaehan memastikan jika ia akan mengawasi Appa nya, sehingga Eomma-nya tidak perlu khawatir dan diminta untuk tidur dengan nyaman.

Kalau dikata lelah, jujur Jaehan sudah sangat lelah. Namun dengan kondisi seperti ini, dia sama sekali tidak bisa tenang. Dalam diam ia mengawasi Appa nya, kadang memperhatikan EKG atau infus yang terpasang pada tubuh Appa nya.

Setidaknya dia lega jika melihat nafas pria paruh baya itu masih teratur.







Pagi menjelang, Eomma-nya sudah bangun. Jaehan pun pamit untuk pergi bekerja setelah sebelumnya menelfon kakak pertamanya untuk menemani Eomma-nya. Dia tidak bisa meninggalkan Eomma dan Appa nya hanya berdua, setidaknya harus ada orang lain yang menemani.


"Aku akan kembali setelah pulang kerja nanti, tolong jangan lupa ingatkan Eomma untuk makan. Dari kemarin ia hanya makan sedikit"

Nuna-nya mengangguk paham dan menepuk pelan pundak Jaehan, dia bisa melihat raut lelah diwajah adik laki-lakinya itu.

Setelah melihat Appa nya, Jaehan pun pamit pulang karena dia masih harus bekerja nantinya.



*
*
*

Cklekk...



Yechan yang sedang membuat kopi terkejut dengan suara pintu terbuka, sudah bisa dipastikan kalau itu Jaehan karena hanya mereka berdua yang mengetahui password unit ini.

Dengan tergesa dia berlari ke ruang depan untuk sekedar melihat Jaehan. Disana Jaehan sedang melepas sepatu nya dan mengganti nya dengan sendal rumah. Wajah Jaehan cukup pucat dan sembab, membuat kekhawatiran Yechan meningkat.

"Jaehan-ssi tidak apa-apa?"

Jaehan mendongak, kedua mata mereka bertemu. Entah mengapa seluruh badan Jaehan melemas dan meluruh, dia hampir saja terjatuh jika Yechan tidak segera datang untuk menopang tubuhnya. Mata Jaehan terasa panas, air mata sudah berkumpul di sudut matanya.

"Hiks..."

Sambil menopang tubuh Jaehan, dia merasakan tangan pria itu mengerat disisi tubuhnya. Memeluk roomate nya dengan erat seakan memberi tahu jika dia sedang tidak baik-baik saja.
"Jaehan-ssi.." bisik Yechan.

Yang bisa Yechan lakukan hanya mengelus punggung lemah itu,  Yechan tidak ingin bertanya lebih jauh. Yang ia inginkan hanya menenangkan pria yang lebih muda darinya itu, sepertinya memang ada sesuatu yang terjadi sehingga membuatnya seperti ini.






***




Haii... Maaf untuk keterlambatan nya, dan maaf juga untuk update yang terlalu sedikit. Mungkin cerita ini akan jadi slow update, mengingat kesibukanku di real life.

Tapi aku usahakan untuk terus meneruskan cerita ini sampai akhir,

Enjoy your reading 💞

IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang