Rintik

128 20 6
                                    

Dua orang itu saling berhadapan, hanya meja ruang makan yang menjadi pemisah antara mereka.

Hyuk memecah keheningan dengan bertanya kepada sepupunya, Yechan.
"Jadi bagaimana ceritanya kau tiba-tiba bisa sampai Busan, Hah?"

Yechan hanya mendengus sebal, sepupunya ini sama overprotektif nya seperti Abeoji nya.

"Seperti yang kau tau, aku tak ingin hidupku diatur Abeoji, jadi ya aku kabur. Awalnya hanya ingin menikmati suasana di Jeju kemudian pindah ke Busan, tapi ternyata aku mendapatkan kesialan"

"Jelas kau sial, lihat Abeoji mu begitu merana kau kabur. Kau malah asyik jalan-jalan dan menikmati kehidupan, Tsk"

Hyuk mendecih mengejek kearah makluk yang lebih muda 2 bulan darinya itu. Bagaimana bisa orang yang hidupnya sudah nyaman, sudah enak, malah tertantang ingin menikmati hidup seperti orang biasa?

Sungguh Hyuk tidak habis pikir dengan pemikiran Yechan. Usia boleh matang, tapi pemikirannya masih seperti remaja- batin Hyuk.

"Lalu mau sampai kapan kau tinggal dirumahku?"

Yechan memicingkan matanya, seolah jika pertanyaan Hyuk barusan seperti mengusirnya.

Mengendikkan bahunya tanda tidak tahu, Yechan menjawab pertanyaan hyuk dengan ogah-ogahan.
"Entah, yang penting aku dapat kerja dulu"

"YAKKK... Kau itu sudah hidup enak, kau tinggal kembali kerumah Abeoji mu dan kau akan langsung diangkat menjadi CEO. Kenapa malah ingin hidup susah, eoh?"

Alis Hyuk berkedut kesal mendengarkan jawaban Yechan. Sebenarnya dia itu sedang melawak atau apa?

"Sudahlah, yang penting jangan sampai Abeoji tau kalau aku disini" ujar Yechan dan berdiri meninggalkan Hyuk sendirian di ruang makan.

Hyuk sendiri sudah pasti jengkel dengan Yechan, selalu seperti ini, bersikap masa bodoh dan semaunya.

*
*
*

"Bagaimana Jaehanie? Nanti untuk keseluruhan biaya akan dibagi menjadi dua. Jadi kau hanya perlu membayarkan 50% saja, sisa 50% akan ditanggung calon suamiku"

"Lalu 50% itu murni dengan uangku semua?"

"Tentu saja, kau pikir uang siapa lagi?"

"Nuna, adikmu bukan hanya aku. Kenapa aku yang harus menanggung biaya pernikahan mu, eoh? Lagipula kenapa tidak menggunakan tabungan mu saja?"

"Yakk, uang tabunganku jelas kupakai untuk biaya melahirkan nanti. Aku tidak mungkin meminta kepada Jaein, gaji dia justru dibawah mu. Kasian dia nanti kehabisan tabungan"

"Kalau aku yang kehabisan tabungan, Nuna tidak kasian?"

"Ya.. eumm.. bukan itu maksudku Jaehanie. Tapi lihatlah dirimu ini, eoh. Kau bekerja di perusahaan besar, gajimu bahkan dua kali lipat dari gaji Jaein. Terlebih kau kan memang yang menjadi pengganti Appa untuk menjadi tulang punggung keluarga. Tidak mungkin lagi aku meminta kepada Eomma dan Appa. Memangnya kau tidak kasian kepada mereka?"

Jengah dengan segala bualan Jiyoung, Jaehan pun meninggalkan ruang makan tanpa sedikitpun menoleh kebelakang.

"Ya... Jaehan... Jaehanie... Yakkk... Kim Jaehan"
Jiyoung berteriak memanggil Jaehan, yang tentu saja sudah tidak direspon oleh adiknya itu.

"Memangnya hanya dia saja yang perlu uang untuk keperluannya, aku kan juga butuh, huh" gumam Jaehan kepada dirinya sendiri.

Kadang ia merasa hidupnya tidak adil, kenapa kedua kakaknya yang notabene lebih tua darinya justru meminta biaya hidup padanya. Seluruh kebutuhan rumah, mulai dari tagihan terkecil hingga besar dia yang menanggung. Sementara uang kakaknya disimpan ditabung untuk keperluan pribadi.

IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang