I'm Back

4 0 0
                                    

Sesaat setelah aku terjun dari jembatan, tubuhku dengan cepat menghantam air dengan suara deburan yang keras. Tak perlu waktu lama, aku akhirnya lemas dan tidak sadarkan diri. Kemudian, aku terbangun di sebuah tempat yang tidak terduga sebelumnya. Tempat itu berupa gurun yang sangat luas dan panas. Tak ada satupun air di sana karena aku sadar ternyata matahari hanya berjarak 5 meter dari kepalaku. Kulitku seperti terbakar dan tubuhku terasa ringan. Aku bisa langsung menyimpulkan kalau aku sudah mati. "Eh, tapi kalau aku mati harusnya di alam barzakh dong. Di alam kubur dan penuh kegelapan. Masa iya, di gurun panas kek gini? Di sini aku juga gak nemuin malaikat Munkar dan Nakir," gumamku. Masih sempat-sempatnya mikir alam barzakh.

Saat aku menoleh ke belakang, ternyata Evan sudah menungguku dengan tatapan seperti orang ngambek. "Eh, halo, Evan. Akhirnya bisa ketemu kamu la..." Evan mengelak, "Stop! Lu siapa?!" Akupun menjawab, "Aku Nayla, Evan. Nayla!! Masak kamu gak inget aku?" Sepertinya Evan terkena amnesia atau penyakit hilang ingatan. Dia sampai lupa kalau aku Nayla. "Hah, Nayla?! Oh, I know. Orang yang kemarin aku titipin pesen itu kan biar gak mati karena bundir kan? Eh, tau tau anaknya bandel," kata Evan dalam suatu alam yang tak pernah kuketahui itu. "Maaf, ya, Nay. Kamu gak akan pernah bisa menyusul aku ke jannah kalau caramu seperti ini. Cukup tau sih, Nayla yang kukenal itu anaknya hebat dan pantang menyerah kok. Masa yang ini bundir. Gak mungkin, ah!" katanya. "Ya, maaf kalau ..." Evan menyanggah lagi, "Enggak. Kamu udah terlambat minta maaf ke aku! Kalau kamu pengen bisa nyusul aku, kamu harus punya misi untuk bermanfaat buat orang lain dan jangan pernah kepikiran bundir lagi! Dah, aku mau pergi dari sini!" Setelah itu, Evan berlari secepat kilat dan aku berusaha menyusulnya. Namun, aku tidak bisa. Hingga akhirnya, aku terjatuh dan mengatakan, "Evannn... tungguin aku.. tunggu... tung..." Tak lama kemudian, aku pingsan di alam itu.

***

Setelah aku berada di alam itu, perlahan aku bisa membuka mata. Aku melihat kalau aku sedang berada di ruangan serba putih dengan infus dan alat EKG (Elektrokardiografi) di sampingku. Di depanku, sudah ada Ayah dan Bunda yang menangis beserta Farida, Husna, dan Haris yang mengitariku. "Nakk!!! Akhirnya kamu selamat! Maafin Ayah kalau selama ini Ayah sering berbuat salah sama kamu, bentak-bentak Bunda, bahkan nganggep kamu Anak Haram. Maafin Ayah, ya, Nak," teriak Ayah di ruang ICU. Ya, ternyata aku berada di rumah sakit. Aku sadar kalau sekarang pukul 22.00 yang artinya sudah selama 2 jam 30 menit aku berada di rumah sakit setelah aku mencoba bunuh diri. Aku dengan pelan dan lembut, mencoba menenangkan Ayah, "Ayah, tak perlu menangis. Aku masih ada di sini kok. Tak perlu drama nangis-nangis, nanti malahan Nayla juga ikut nangis." Ayah berkata lagi, "Sepurane yo, Nduk. Bapak wis nganggep kowe elek, ngremehke kowe, lan sering cecongkrahan karo Bunda. (Maaf, ya, Nak. Bapak sudah menganggap kamu jelek, meremehkan kamu, dan sering berseteru dengan Bunda)." Aku berkata, "Mpun, mboten menapa, Yah. Kula sampun mangertosi menawi bunuh diri menika tindak tanduk ingkang ala. Mpun, sak niki Bapak kedah introspeksi. Njagi Bunda, kula, lan keharmonisan kulawarganipun. Kula inggih kedah introspeksi dhiri. Dados bocah ingkang becik lan saged mbingahaken Bapak lan Bunda. (Sudah, gak apa-apa, Yah. Aku sudah tahu kalau bunuh diri itu perbuatan tidak terpuji. Sudahlah, sekarang Ayah harus introspeksi diri. Menjaga Bunda, aku, dan keharmonisan keluarga kita. Aku juga harus introspeksi diri, menjadi anak yang baik dan bisa membahagiakan Ayah dan Bunda)."

Di tengah deru haru tersebut, Farida tiba-tiba nyeletuk, "Lho, kamu bisa Bahasa Jawa Krama tho, Nay?" Aku dengan riang menjawab, "Woo, ya jangan ngejek. Bisa banget lah!" Haris lalu berkata, "Wah, suatu momen yang bahagia. Akhirnya kamu bisa bersatu dengan ayahmu, Nay. Semoga langgeng terus, ya!" Aku mengangguk. Ayah lalu berkata lagi, "Wis, saiki nek kowe njaluk opo-opo ngomong Bapak wae. Insya Allah, bapak turuti. (Sudah, sekarang kalau kamu minta sesuatu bilang Ayah aja. Insya Allah, Ayah turutin)." Aku tersenyum dan menjawab, "Sekarang Nayla gak perlu minta apa-apa, Yah. Aku cuma butuh kasih sayang dari Ayah kepada Bunda dan aku aja. Jangan anggep aku 'anak haram' lagi, ya, Yah. Hahahahaha..."

NAYLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang