Keduabelas

182 4 0
                                    

Maaf ya typo banyak 🙏

Perlahan Sonya membalikkan badannya dan menatap Newt yang sedang menutup mata. Kenapa dengan abangnya ini? Ada yang salah?.

" Son, lo harus ga bisa hidup tanpa gue." Ucap Newt tanpa menatap Sonya.

" Maks...

" Lo harus hidup selamanya sama gue."

Sonya memukul dada Newt, Apa sih maksudnya dia!. " ga kerjaan!"

" Apa Lo bilang?"

" Maksudnya Abang apa? Ngapain Aku hidup selamanya sama Abang?"

Orang bodoh yang mau tinggal sama Lo, benak Sonya.

" Bacot, Lo masih kecil jadi gatau apa-apa, pokoknya gue gamau makan apapun kalo bukan Lo yang masak, sampai gue tua!" ancam Newt dan kembali memeluk erat Sonya.

" Ya ampun bang, kenapa Sonya? Ntar abang punya istri, minta sama dia, ntar Sonya juga punya suami, Sonya siapin untuk dia"

Sonya berusaha untuk menjelaskan dengan sangat sabar, kenapa pembahasan mereka bisa ke sini? Lagian benar kan? Kelak semua akan hidup masing-masing.

" Yodah, lo jadi istri gue, mudah."

" Gak bisa bego!"

" Apa Lo bilang??"

" Eh? Ya ga bisa bang, kan aku adeknya Abang,"

" Lo bukan adek gue,"

Candaan itu lagi, lama-lama Sonya bosan dengernya, kalau pun hal itu benar mungkin Sonya tidak bakal terkejut lagi. Kebiasaan.

" Ga bisa bang,"

" Kenapa ga bisa Son?"

" Ya karena aku adek nya abanggg"

" Lo bukan adek gue bangsat!"

Kaget Sonya karena Newt mendadak duduk sambil membentaknya. Sonya ikut duduk berhadapan dengan Newt.

" Sonya bosan dengan perkataan Abang yang itu-itu aja, ntar mama tau abang kenak marah Lo,"

"ck, keluar Lo,"

" ish apa sih, tadi nyuruh tidur di sini, sekarang ngusir,"

" Keluar Sonya,"

" Ga lah, mager"

" Gue cium sampe mampus ntar Lo,"

" Sonya ngantuk,"

Sonya berusaha membawa tubuh Newt agar kembali berbaring, abangnya ini adalah manusia yang paling sulit di tebak isi pikirannya. Hanya orang kuat seperti Sonya dan mama yang bisa menghadapi.

Newt tidak main-main dengan perkataannya barusan, Newt mengangkat tubuh Sonya dan mendudukkannya di pangkuan, Sonya tentu saja kaget dan tanpa sengaja memeluk leher Newt. Newt menarik tengkuk belakang Sonya agar wajah Adek cantik nya ini lebih terlihat jelas. Lampu kamar sialan, dia membuat wajah Sonyanya sulit untuk di pandang.

" Lo cantik banget Sonya,"

Sekarang posisi Sonya membingungkan, antara takut dan malu, takut karena Newt lebih gila dari biasanya, malu karena akhirnya Newt mengatakan dia cantik bahkan rasanya ucapan itu sangat tulus.

Posisi takut dan malu kini berganti, tubuh Sonya mendadak kaku tidak bisa bergerak, otaknya mati rasa.

Newt beneran menciumnya? Kedua belah bibir itu menyatu, sepihak diam kaku, sepihak lagi menguasai keadaan. Newt mencium Sonya hingga rasanya dia ingin memakan bibir kecil itu sampai puas. Ini tidak bisa terjadi, Sonya berusaha keras mendorong badan Newt, namun semakin di dorong, Newt justru lebih merapatkan tubuh mereka.

" Jahat," guman Sonya yang tentu saja di denger Newt, tapi dia tidak peduli, setelah ciuman ini terlepas tentu saja Sonya akan memarahinya, jadi biarkan Newt memakan waktu lebih banyak lagi.

***
Malam ini tepat pukul 22.35 Newt tak kunjung pulang, Newt memang sudah menghubungi Sonya kalau dia ada latihan futsal dan akan pulang malam. Sonya jadi sedikit khawatir, karena biasanya kalau emang latihan apapun itu, pasti pulang jam 9.

Disisi lain.

Brian duduk angkuh memperhatikan teman-teman tidak normalnya. Sehabis latihan futsal mereka ngumpul di bar tempat biasa nongkrong, ada yang sedang dugem di altar, ada yang bengong, karaoke,  mabuk, ada yang ngerokok tanpa henti. Saat hendak mengalihkan pandangan ke Newt, notif pesan masuk ke hp Brian.

Ting!

Dengan malas Brian membuka pesan tersebut, ternyata dari alisyah.

" Bang, pulang!"

" Kenapa?"

" Pu"

Brian mengerutkan keningnya bingung, ' pu' ? Apa itu pu?. Tanpa membuang waktu, Brian segera bangkit untuk pulang, belum juga melangkah Newt menahan tangannya.

" Mau kemana lo?"

" Pulang"

" Jam?"

Iya, begitulah, dalam anggota pertemanan mereka, Brian dan Newt yang paling irit bicara. Namun, mereka si duta irit bicara itu tetap mengerti satu sama lain.

" 00.12 " Brian mengarahkan ponselnya ke wajah Newt.

'mampus, Sonya!'

Newt segera berlari keluar bar, dia membiarkan Sonya sendirian di rumah hingga tengah malam. Apa yang akan dikatakan kepada Sonya? Latihan futsal? Jam sudah lewat. Jujur? Zona merah. Secara perlahan, Newt membuka pintu kamar Sonya, kamar gadis itu gelap, syukurlah, setidaknya dia sudah tertidur.

Newt berjalan ke arah ranjang, menatap sayu tubuh kecil yang menyatu erat dengan selimut itu. Newt cemburu. Newt menarik selimutnya kasar dan bergantian memeluk erat Sonyanya.

" Kita gantian mut, biarkan dia cari kehangatan dari tubuh gue" guman Newt dan mulai ikut masuk ke alam mimpi.

Ya elah Newt, sama selimut aja cemburu.

Pukul 03.45 pagi, Sonya merasa sesak dan gerah. Tubuhnya seperti dikukung sangat erat dan ketat. Mata indah itu terbuka dan menatap horor wajah Newt yang berjarak 1.5 cm dengan wajahnya. Sejak kapan Newt di kamarnya? Jam berapa dia pulang? Ah itu tidak penting, melihat Newt yang berada dihadapan dengan keadaan yang baik-baik saja, sudah sangat utama baginya.

Tangan kecil itu mengusap lembut rahang tegas milik abangnya. Telinga yang besar itu di usapnya. Dagu di mainkannya. Saat hendak mulai memainkan bibirnya, wajah Sonya memerah. Kembali mengingat ciuman dalam yang diberikan Newt untuknya. Sekarang dia berpikir, kenapa dirinya kemarin hanya mendorong sebentar? Kenapa tidak langsung menendang abangnya? Ah, sedih. Ciuman pertamanya tidak untuk Brian, walau itupun mustahil.

" Minta di cium? "

A Problem Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang