Trigger Warning!!!⚠️
Mengandung konten yang memuat pelecehan seksual secara verbal。◕‿◕。
Bagi Gemintang, ada dua tipe reaksi seseorang saat mendengar suatu perbincangan yang mencengangkan tentang dirinya sendiri. Yang pertama, orang tersebut akan sakit hati disertai perasaan sedih dan kecewa. Biasanya memilih untuk mundur dan berpura-pura tidak mendengar perbincangan tersebut.
"Habis kelas ini cabut, kuy!"
"Eh, Jav. Diem-diem aje. Taruhan lo jangan lupa. Enak banget ye pacaran mulu." Gemi terdiam menguping.
Jav. Javas.
"Udah terlena dia. Lupa sama kalimatnya."
"Sini gue ingetin lagi taruhan kemarin, lu pacarin Gemi terus putusin dia. Kalau belom putus, hari ini lu yang traktir kita makan. Lu nggak usah pura-pura lupa ye."
"Suara lo kenceng banget, bego. Gue masih inget," sahut Javas terdengar sewot.
"Keenakan dia. Sampai dua minggu, padahal perjanjiannya satu minggu doang. Gimana? Si Gendut enak, ya?"
Perasaan Gemi sudah tidak nyaman saat gelak tawa mengiringi celetukan itu.
"Udah pernah main berapa kali, Jav? Mantep 'kan pilihan gue? Depan belakang-" Terdengar suara decakan puas yang bagi Gemi sangat menganggu. "- top."
Gemi mengepalkan tangannya erat-erat.
Tipe yang kedua adalah yang dikuasi amarah, sakit hatinya tertelan dan berkumpul menjadi suatu luapan penuh emosi. Tindakan selanjutnya yang akan dipilih yaitu muncul di tengah-tengah perbincangan dan mengamuk seperti anjing gila. Seharusnya, Gemi mengamuk seperti anjing gila. Masuk ke dalam toilet putra yang berisi laki-laki kelasnya yang sangat menjijikkan, lalu menghajar mulut kotor mereka satu per satu.
Tapi bel tanda waktu istirahat berakhir menyadarkan Gemi dari amarah yang meluap. Setelah ini ada pelajaran olahraga, dia perlu berganti baju. Waktunya sangat singkat untuk mengurusi para bajingan berotak kecil yang memenuhi toilet tersebut. Menemukan postur tubuh ramping Veni di antara keramaian membuat amarahnya sedikit lega, walau tidak seluruhnya.
Gemi beranjak dan sudah tidak peduli saat suara Javas terdengar menyahuti teman-temannya dari dalam toilet. Yang gadis itu lakukan adalah meraih lengan Veni yang tengah celingukan mencari-cari dirinya.
Veni terlihat menghela napas pelan saat tatapannya menemukan Gemi. "Moy, gue cariin dari ta-HUA."
Lorong sekolah terlalu lebar dan masih ramai akan lalu lalang siswa, tapi terasa menyempit dan berguncang pelan saat Gemi berjalan dengan penuh emosi. Veni yang kaget dengan tarikan tangan gadis itu hanya bingung saat dia diseret layaknya kambing.
"Duh, Moy. Pelan-pelan kenapa!" cerocos Veni mencoba mengikuti langkah Gemi di depan.
Gemi menyorot Veni dengan tatapan bengis. "Berisik. Kita belom ganti baju."
Veni bungkam dengan kernyitan bingung. Gemintang Raya atau yang biasa dia panggil Moy dari kata gemoy, tidak pernah terlihat semarah ini. Gemi paham, Veni pasti bingung dengan perubahan suasana hatinya. Tapi menjelaskan ke Veni bukanlah saat yang tepat di saat marah mendominasi hampir seluruh tubuhnya. Kalau setiap orang jeli, maka akan melihat Gemi yang berjalan layaknya raksasa mengamuk memiliki wajah semerah tomat.
Mereka bilang taruhan? 'Enak'?
"Javas anjing!" umpat Gemi dengan suara lirih.
Sesampainya di kelas, Veni yang tahu sahabatnya diliputi emosi hanya diam meluangkan waktu bagi Gemi untuk meredakan amarahnya. Keduanya langsung melepas seragam mereka di kelas dan nampaklah seragam olahraga yang berada di dalamnya. Tidak perlu ke kamar mandi, hanya perlu menutup pintu jendela kelas dan menetralisir ruangan dari para laki-laki. Secara singkat, ruang kelas beralih fungsi sebagai ruang ganti bagi perempuan saat menjelang jam pelajaran olahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gemintang di Langit Javas
Ficção AdolescenteON GOING Javas brengsek! Alih-alih patah hati, Gemi malah ingin meledak saat tahu kalau Javas memacarinya karena sebuah taruhan. Gemi bersumpah akan membuat perhitungan pada laki-laki bencong-tukang usil-mulut lemes yang kini menyandang status sebag...