Ada kalanya Gemi merasa tidak nyaman setelah makan terlalu banyak. Semuanya berakhir dengan gadis itu merasa begah dalam tiga atau empat jam. Tetapi hari ini, Gemi merasa telah memuntahkan seluruh isi lambungnya. Untuk pertama kali, rasa mual itu dipantik oleh perasaan tidak aman yang tiba-tiba hadir setelah dirinya bertatapan dengan Salsa.
"Gem, gue cariin dari tadi. Habis dari mana?" serbu Veni saat Gemi muncul dari balik pintu kelas.
Gemi menarik kursinya lalu duduk dengan tenang, memaksakan sebuah senyum. "Dari toilet."
"Nggak apa-apa? Muka lo pucet banget."
Gemi tidak mungkin menceritakan semua yang terjadi kepada Veni. Mengenai rasa rendah diri yang kembali muncul setelah sekian lama hanya karena bertatapan dengan seseorang yang tidak terlalu dia kenal. Entahlah, Gemi bahkan tidak tahu kenapa rasa tidak nyaman itu menyerang setelah Salsa memandangnya dengan tatapan sinis.
"Cuma sakit perut aja tadi," elak gadis gempal itu sambil melipat kedua tangan ke atas meja.
"Yakin?"
Gemi tersenyum simpul. "Iya, Veni sayang. Lo perhatian banget sama gue, takut baper nih."
Sedetik setelah itu, Veni langsung menabok lengan Gemi dengan gemas. "Nggak usah sok sayang-sayangan sama gue, ya! Muka lo soalnya pucet banget, Gem."
"Pertanyaan terakhir, beneran nggak apa-apa? Kita ke UKS aja kalau mau."
Gemi mengibaskan tangannya, menolak. Mencoba meredam rasa sesak di dadanya.
"Aman, biarin gue tidur aja selama beberapa menit."
Gemi menumpukan kepalanya di atas lipatan tangan lalu mulai memejam. Menyembunyikan ringisan di ruang antara meja dan kepala.
"Bangunin kalau ada guru ya, Ven."
Pikiran Gemi tenggelam.
Kesadarannya baru kembali setelah terlelap selama beberapa menit. Sejujurnya, gadis itu tidak terlelap sepenuhnya. Telinganya masih menangkap suara-suara obrolan yang berada di dalam kelas. Sesekali dia memang terbangun karena suara berisik seperti kursi yang terjatuh ataupun teriakan teman-temannya.
Gemi ingin kembali memejam antara sadar dan tidak sadar, saat telingannya menangkap suara langkah yang mendekat ke bangkunya.
Suara pertama yang gadis itu dengar adalah suara Veni.
"Awas, Jav. Nggak usah ganggu, orangnya lagi istirahat."
Gemi menipiskan bibirnya, malas.
Bisakah laki-laki itu tidak mengganggunya barang sedetik?
Baru-baru ini Gemi merasa muak mendengar apapun yang berkaitan dengan laki-laki itu.
"Gue cuma mau ngomong bentar, Ven."
Meski masih di ambang kesadaran, Gemi mencoba menahan rasa kesal yang menyeruak saat suara laki-laki itu terdengar memaksa.
"Ngomong aja, nanti gue bilangin."
"Ven, nggak bisa."
"Gemi yang lagi nggak bisa, ngeyel amat. Nggak lihat kalau dia lagi tidur? Minggir sana," ujar Veni dengan intonasi yang ditekan, mewakili perasaan Gemi.
Jeda terjadi selama lima detik. Suara decakan terdengar bersamaan dengan bunyi langkah kaki yang menjauh.
Alih-alih merasa lega, Gemi merasakan matanya berubah menjadi panas. Perih mengelilingi garis matanya yang kian terasa buram karena tertutup selaput air mata.
Gue panggil Arsita aja ya? Biar beda sama yang lain.
Ta, nugas bareng yuk!
Ta, gue kenyang. Ini habisin rotinya.
Ndut, gendut. Lucu banget, sih! Jadi gemes tau nggak.
Nduttt, ayo pulang! Tapi temenin ke sekre dulu.
Makannya pelan-pelan.
Ta, nganggur, kan? Pacaran sama gue aja mau nggak?
Sesak.
Sekuat tenaga, gadis itu menahan aliran air yang keluar dari ujung matanya. Kepalanya semakin tenggelam ke dalam lipatan tangan. Bermaksud menahan linangan air mata agar tidak semakin deras. Tidak. Gemi jangan menangis. Bersikaplah kuat. Menghalau sesak yang menyiksa, menahan gemuruh di dada.
Gemintang, kamu nggak salah apapun!
Tidak semua orang layak untuk dijadikan teman. Beberapa di antaranya layak untuk diberikan pelajaran.
Dengung mengalun. Percik-percik dendam tersulut. Terbakar oleh bara keputusasaan. Tidak menerima perlakuan. Membalas perih hati yang menimbulkan kebas. Berada di titik ini, Gemi benar-benar membenci Javas.
[]
Pemanasan dulu, karena part ini cuma 500 kata:(
Udah lama bangett ga nulis merekaa. Di ujung bulan banget pengin lanjutin cerita ini.
Semoga masih bisa lanjut sampai tuntas.
Salam dari Gemi dan Javasss!(30/06/2024)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gemintang di Langit Javas
Ficção AdolescenteON GOING Javas brengsek! Alih-alih patah hati, Gemi malah ingin meledak saat tahu kalau Javas memacarinya karena sebuah taruhan. Gemi bersumpah akan membuat perhitungan pada laki-laki bencong-tukang usil-mulut lemes yang kini menyandang status sebag...