Family time dulu ya
。◕‿◕。
"Mbak nggak jauh beda dari kucing kecebur comberan."
Gemi langsung melotot malas saat adiknya muncul di depan pintu. Suasana hatinya yang mendung sejak siang, bertambah kelabu karena hujan tidak memberi jeda untuk berhenti walau sebentar. Alhasil dirinya harus masuk ke dalam bus sambil membentengi diri dari rintik hujan. Begitupula saat turun dari bus dan berlari sampai ke rumah.
Kondisi di dalam bus juga tidak bisa diharapkan, penuh dengan penumpang yang memiliki berbagai aroma tak sedap. Saat sampai ke rumah, tidak diragukan lagi kondisi tubuhnya sangat lepek dan lembap dari berbagai sisi. Tidak heran jika Arya, adiknya, mengatainya layaknya kucing comberan. Sepatunya basah karena terkena kubangan. Tasnya lembap untuk menghalangi hujan, beruntungnya dilapisi anti air. Seragamnya, lebih banyak basah karena keringat.
"Berisik lu, bocil gembrot!" selak Gemi sambil membenarkan cepolan rambutnya yang kusut.
Arya memberengut. "Mending daripada anak beban keluarga. Gendut artinya bahagia," balas anak kecil berusia sebelas tahun itu sambil memeletkan lidahnya.
Gemi tak mau kalah. "Heh, itu namanya obesitas, bege (Bego)."
"Mbak ini nggak pernah ngaca, ya?" Kali ini Arya berucap sambil berkacak pinggang. Tidak lupa pula alisnya dia naikkan setengah dengan ekspresi heran.
"Ye-"
"Apa itu bega bege, siapa yang ngajarin?"
Belom sempat Gemi menyahuti adiknya, dari arah belakang tubuh Arya muncul salah seorang wanita berusia sekitar empat puluhan. Ikut berkacak pinggang menatap pada Gemi yang masih berdiri di teras, melepas sepatunya yang basah. Berusaha agar tidak mengotori lantai.
"Mbak, tuh. Marahin, Bu. Bu Dian versus Mbak Gemi," adu Arya melihat ke ibunya sambil menunjuk gadis itu dengan ekspresi senang, seakan mendapat bala bantuan.
Gemi memutar bola matanya kesal, ingin kembali membalas adik kecilnya yang hanya memiliki tinggi sebatas dada, saat tatapan tajam dari Dian terarah padanya. Sudah terlalu bosan mendengar pertengkaran dari dua saudara dengan postur tubuh yang mirip itu. Kemudian, wanita itu ikut menatap Gemi dengan kening berkerut.
"Kenapa nggak minta jemput atau naik ojek, Mbak? Jadi kebasahan kaya gitu."
"Lupa, Bu. Tadi busnya keburu dateng, jadi naik aja," jawab Gemi sambil meringis. Dia benar-benar tidak berpikir untuk memesan ojek daring. Berbagai kejadian hari ini membuatnya agak pusing.
"Itu di meja ada banyak makanan, dimakan sana. Daripada pulang sekolah langsung ngamuk," ucap Dian mengambil tas Gemi untuk dia simpan. "Kalau mau cokelat ada di kulkas."
Serempak, kedua saudara tersebut berbondong-bondong masuk ke dalam rumah. Mengincar cokelat yang disebutkan oleh ibunya itu.
"Aryandut, itu cokelatnya Mbak awas ya jangan dimakan!" seru Gemi mencoba mengejar Arya yang sudah berhasil berdiri di depan kulkas.
"Siapa cepat dia dapat."
"Heh!"
Gemi menyusul tapi sayang perkiraan larinya tidak akurat sehingga gadis itu tidak bisa mengerem langkahnya. Alhasil kedua saudara tersebut jatuh ke lantai dengan Gemi yang menabrak Arya terlebih dahulu. Arya yang ditabrak harus merelakan tubuhnya untuk ditindih oleh Gemi. Dua tubuh saling bertumpuk menciptakan suara gedebuk yang nyaring.
"Aduh." "MBAKK!!"
。◕‿◕。
"Oi Aryandut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gemintang di Langit Javas
أدب المراهقينON GOING Javas brengsek! Alih-alih patah hati, Gemi malah ingin meledak saat tahu kalau Javas memacarinya karena sebuah taruhan. Gemi bersumpah akan membuat perhitungan pada laki-laki bencong-tukang usil-mulut lemes yang kini menyandang status sebag...