Bab 14. Amuh

283 23 2
                                    

Bab 14. Amuh

"Aku nggak setuju!" Haris meletakkan gelas kopinya di meja setelah menyesapnya sedikit.

"Kenapa?" sahut Elang, heran dengan respon Haris saat ia mengatakan ingin kenal lebih dekat dengan Indana.

"Indana itu deket banget sama calon istriku. Sasti bahkan lebih posesif sama Indana daripada ke aku."

"Lalu hubungannya sama rencanaku apa?" Elang masih belum paham.

"Ya, Sorry Lang. Aku tahu kamu dan kehidupanmu selama kita di Jogja. Aku nggak mau Indana menjadi salah satu yang kamu mainkan perasaannya." Haris hanya berusaha melindungi seseorang yang penting bagi Sasti.

Elang hampir tersinggung kalau saja ia tidak ingat apa yang dikatakan Haris ada benarnya.

"Kalau sampai Indana jatuh cinta sama kamu, sedangkan kamu masih sama kayak dulu. Aku nggak bisa bayangin hancurnya perasaan Indana adan kalau itu sampai terjadi, Sasti bakalan ngamuk juga sama aku," lanjut Haris.

Elang terdiam merenungi kata-kata Haris. Ia tidak memungkiri sebagian yang dikatakan Haris ada benarnya, tapi sebagian yang lain tidak berlaku lagi sekarang. Sejak bertemu dengan Indana saat itu ia sadar bahwa perempuan bisa sesakit itu karena patah hati. Ia pikir hanya laki-laki yang selalu jadi korban perempuan, seperti dirinya.

"Tapi itu dulu, Ris. Waktu itu aku merasa dendam dengan setiap perempuan setelah, yah kamu tahu sendiri gimana ceritanya." Elang mencoba membela diri dan meyakinkan Haris.

"Masalahnya, beneran serius nggak kamu udah berubah?" Haris menatap tajam ke mata Elang.

Kemudian Haris melanjutkan. "Tujuan kamu mau deketin Indana apa? Kalau nggak ada tujuan untuk menikah mendingan nggak usah. Pengalaman mengajarkan Indana banyak hal. Dia udah nggak mau lagi pacar-pacaran, maunya yang langsung serius."

Elang memang memiliki perasaan lain pada Indana. Ada rasa ingin melindunginya. Namun, untuk menikah selalu ada ketakutan tersendiri. Elang masih belum bisa menentukan dengan jelas bagaimana perasaannya.

"Aku sendiri masih belum tahu bagaimana perasaan sebenarnya pada Indana, itulah salah satu alasanku ingin dekat dengannya," ungkap Elang.

"Terlalu berisiko. Iya kalau kamu beneran jatuh cinta sama dia, kalau nggak? Siapa yang menjamin Indana nggak jatuh cinta juga sama kamu?" Haris mencoba menganalisa kemungkinan yang bisa terjadi.

Memilih pasangan untuk menikah juga tidak asal suka saja, harus banyak pertimbangan yang matang.

"Jadi, aku harus gimana?" Elang tampak putus asa dan serba salah.

"Simpel aja, pikirin dulu baik-baik. Lihat perasaan kamu lebih dalam. Kalau beneran suka, ya gas aja lanjut. Kalau masih lebih gede takutnya, ya kamu harus mundur."

Elang memikirkan apa yang baru saja Haris sampaikan. Ia mengambil cangkir kopinya dan meminumnya sampai tinggal ampas.

"Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu tertarik pada Indana? Maksudku, dia berbeda dari tipe kamu selama ini." tanya Haris.

Selama ini perempuan yang dekat dengan Elang hampir semuanya perempuan hedon. Wajar saja karena pertemuan mereka juga di tempat hiburan malam. Elang jalan dengan mereka tidak pernah lebih dari sebulan. Selalu saja ada hal-hal yang membuat Elang mengakhiri petualangannya dengan mereka.

"Aku nggak sengaja menyaksikan putusnya Indana dengan tunangannya dulu. Aku takjub melihat bagaimana Indana menghadapi mereka. Pas Indana keluar jalan kaki, tahu-tahu aku ikuti sampai ke Halte." Elang menceritakan dengan singkat.

"Hah! serius? Dan Indana nggak tahu kamu ikuti?"

Elang menggeleng, menyunggingkan senyumnya.

"Kenapa nggak kamu coba ajak kenalan?"

PATAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang