PROLOG

172 27 20
                                    

"SAYA kangen kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SAYA kangen kamu."

Pernyataan tidak masuk akal yang baru saja terdengar di telinga Arabella, membuat wanita itu sontak terbelalak. Nyawanya yang masih tercerai-berai di antah-berantah mendadak terkumpul sepenuhnya. Menganggap kesadarannya masih di batas antara alam mimpi dan kenyataan, wanita itu segera menyibak selimut bermotif Pororo yang memeluknya semalaman dan beranjak duduk, lantas bersandar pada dinding di samping ranjang. Wanita berpiama biru tua satin itu kembali menatap layar ponsel yang baru saja digunakannya untuk mengangkat sambungan telepon.

Sambil memicingkan dan mengerjapkan mata berkali-kali untuk memastikan nama kontak yang menghubunginya, Arabella akhirnya yakin bahwa nomor itu adalah milik Alaric, owner dari store tempatnya bekerja. Tapi ...! Kenapa pria itu justru bicara sesuatu yang sangat tidak masuk akal begini? Apakah orang itu sedang ngelindur atau bagaimana? Atau, apakah ia salah menekan daftar kontak? Seharusnya, ia menelepon pacarnya, tetapi keliru sehingga tersambung ke nomornya?

"Arabel!"

Mendengar namanya dipanggil dengan nada dua oktaf, Arabella segera mendekatkan kembali ponsel ke telinganya.

"Kenapa ... kawmu sama swekali tidak menjawab? Kamuwh ... kawmu mengabaikan saya?" lanjut suara bariton itu lagi, dengan gaya mirip-mirip orang mengantuk. Oh, atau mungkin, mabuk?

"P-Pak Alaric." Akhirnya Arabella merespons meski agak ragu. "Anda ... Anda tidak apa-apa?"

"Akhirnya ... kamu bicara jugah," ujar pria di seberang, masih dengan suara yang terdengar 'terseret-seret'. "Saya ... sudah lega sekarang. Akhirnya, saya bisa tidur. Mimpi indah, Arabel. I love you."

Meskipun sambungan telepon itu sudah dimatikan, Arabella masih bergeming, dengan ponsel masih menempel di telinga. Pandangan dan pikirannya kosong. Namun, beberapa detik kemudian, ia melempar benda pipih itu ke sisi lain kasur dengan agak jijik. Kedua alis tebalnya terangkat naik hingga membentuk beberapa kerutan di dahi. Ia menatap benda ber-casing karakter Pororo yang tergeletak tak berdaya itu dengan perasaan kaget, panik, dan tidak percaya.

Apakah ia baru saja bermimpi? Kenapa mendadak bosnya bicara melantur begitu kepadanya? Apakah pria itu sudah tidak waras?

Arabella melirik jam dinding bundar yang tertempel di atas pintu kamarnya. Masih menunjukkan jam setengah tiga dini hari.

Astaga!

Padahal, hari ini ia bergiliran untuk bekerja shift pagi. Bisa-bisanya ia terbangun jam segini dan mendapati kejadian di luar logika begini!

Sungguh cara yang tidak terduga untuk merusak tidur malamku yang indah, Pak! Arabella bersungut-sungut dalam hati.

Tapi ..., tunggu.

Arabella mulai teringat akan sesuatu.

Mungkinkah hal ini ada kaitannya dengan kejadian di kedai teh siang tadi?

***

AMORVENCY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang