BAB 7 : PAGI YANG KACAU

66 12 32
                                    

ARABELLA mendadak merasa tidak enak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ARABELLA mendadak merasa tidak enak. Entah sudah berapa kali hari ini, Paris memergokinya berdua bareng Alaric terus. Pagi, meskipun bukan ia yang memergoki, tetapi Alaric yang menyeretnya ke gedung belakang. Siang, lagi-lagi ia mendapati Arabella dan Alaric tengah bicara di salah satu balik rak buku. Kemudian, sekarang.

Astaga. Sudah seperti aturan minum obat saja. Tiga kali sehari.

Pasalnya, Arabella sudah berkali-kali ditembak oleh pria yang usianya terpaut lima tahun di bawahnya itu. Namun, selalu Arabella tolak, dengan alasan, ia tidak ingin menjalani hubungan seperti itu. Arabella juga berdalih hanya ingin menikmati hidupnya yang sekarang, tanpa harus ada kekhawatiran tidak berguna macam perasaan cemburu, posesif, atau apa pun. Ia hanya ingin hidup dengan santai.

Tapi, sekarang? Menangkap basah dirinya--lagi--jalan berdua dengan si bos malam-malam begini, kira-kira apa yang akan dipikirkannya? Paris tidak akan berpikir bahwa selama ini Arabella hanya berdalih, kan?

"Oh, hai, Ris," sapa Arabella sedikit canggung. Melihat dua kantong merah besar yang ditenteng Paris, ia kemudian melanjutkan, "Lagi bersih-bersih rumah?"

Pria berkaus putih oversize yang membalut tubuh penuh ototnya itu mengangguk canggung juga. "I ... iya, Nuna."

"Nuna?" Alaric tiba-tiba menyahut sambil menatap lurus ke arah Arabella dengan mengernyitkan alis. "Kenapa kamu dipanggil Nuna?"

"Oh ... itu, Pak. Anu ..., saya sama Paris sama-sama suka drama Korea," jelas Arabella agak tergagap. "Dan, Nuna itu adalah bahasa Korea-nya dari 'Mbak'. Dia manggil begitu soalnya saya lebih tua dari dia. Begitu. Tapi, harus, ya? Saya jelaskan ini sama Bapak?"

Alaric berdeham. "Saya hanya penasaran."

"Pak Alaric ... kenapa bisa di sini ... sama Arabella?" Tatapan Paris tampak sangat menyelidik ke arah dua pejalan kaki itu, seolah tengah mencari jawaban tentang apa yang sebenarnya mereka lakukan dan bicarakan. Panggilan Nuna yang dibicarakan tadi, biasanya hanya digunakan ketika berada di lingkungan rumah atau hanya jika berdua. Di lingkungan kerja atau ketika ada orang lain, Paris tetap memanggil namanya langsung, tanpa embel-embel 'Mbak' atau 'Kak'.

"Kamu sendiri, kenapa bisa ada di sini?" Bukannya menjawab, Alaric malah balas bertanya.

"Saya tinggal di sini," jawab Paris. "Ini rumah saya."

"Sama orang tua kamu?"

"Kebetulan orang tua saya sedang ada dinas di luar negeri." Paris meletakkan kedua kantong sampahnya di tanah, lalu berjalan mendekat. "Jadi, saya tinggal sendiri."

Entah mengapa, setelah mendengar hal itu, Arabella bisa menangkap raut tidak nyaman pada wajah Alaric. Ia bahkan juga sempat melirik rumah bercat putih-abu Arabella yang berjarak tiga rumah dari rumah Paris.

AMORVENCY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang