"SIAPA yang bertanggung jawab atas pesanan banner yang seharusnya jadi jam satu siang ini!?"Seorang pria jangkung yang baru saja melintasi pintu masuk meninggikan suaranya sambil menggebrak meja kasir, membuat seluruh karyawan di Store Copy Center ALASKA itu berjengit dan menahan napas. Tatapan mematikannya menyelidik ke seluruh penjuru ruangan, seolah bersiap untuk menembakkan laser kepada siapa pun yang mengusiknya.
"Kenapa tidak ada yang jawab? Bisu kalian semua!?" murkanya lagi.
Hening. Pemutar musik yang melantunkan lagu All of Me milik John Legend adalah satu-satunya objek yang tidak terdistraksi oleh amukan bos besar pemilik store itu. Beruntung sedang tidak ada pelanggan di sana. Kalau ada, pasti mereka akan kabur dan tidak akan kembali lagi.
"Oke. Jika tidak ada yang mengaku, apakah berarti Pak Ferdinan kemarin konsultasi sama hantu!?" Pria itu lagi-lagi menggebrak meja.
"S-s-sa ... saya, Pak."
Wanita berambut lurus sebahu yang sejak tadi berdiri di balik meja kasir akhirnya mengangkat satu tangan setinggi telinga dengan takut-takut. Nada bicaranya juga terdengar bergetar ketika ia mengaku tadi.
"Ke-kemarin Pak Ferdinan ko-konsultasi sama saya terkait banner-nya," lanjutnya tergagap sambil menunduk.
Pria berkaus hitam panjang slim fit dengan celana jeans denim yang sedari tadi berkoar-koar mengamuk bak singa kelaparan itu mulai menoleh ke sosok wanita itu, lantas menatapnya setajam belati.
Jarak mereka yang hanya dibatasi oleh sebuah meja selebar satu meter makin membuat si wanita ketar-ketir. Pasalnya, wanita itu benar-benar merasa bersalah. Pukul sebelas tadi ia seharusnya memberi kabar kepada tim kurir untuk segera mengambil hasil cetakan banner tersebut di Percetakan Dealova agar bisa diambil oleh customer tepat pukul satu siang di store. Namun, ternyata, store cukup ramai pada jam-jam tersebut, sehingga membuat wanita bernama Arabella itu tidak sengaja melupakan tanggung jawabnya.
"Kamu mempermainkan saya?" tuduh pria itu. Sontak membuat Arabella mendongak karena terkejut. "Dari tadi saya ngomel-ngomel, kamu dengan santainya diam saja, berdiri di sini, dan tidak segera mengaku!? Kamu pikir, kamu siapa!?"
"M-m-maaf, Pak." Rasanya, Arabella benar-benar ingin menangis. Masalahnya, dengan situasi menegangkan seperti itu, siapa yang tidak takut, coba? Apalagi, ekspresi pria itu seolah-olah sudah sigap untuk memecat siapa pun yang berbuat salah.
Mengaku di saat-saat genting seperti itu bukan hal mudah, Pak Alaric! Arabella geram dalam hati.
Pria yang beberapa helai rambutnya menjuntai hingga ke dahi itu memejamkan mata sejenak lantas menghela napas panjang. Arabella sempat melirik betapa lentik bulu mata atasannya tersebut. Namun, ia cepat-cepat kembali menunduk ketika Alaric kembali menjatuhkan tatapan elang kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORVENCY (TERBIT)
RomanceNaskah Terbaik 🥇 Genre Romance Event 'Tantangan Menulis Rasi Batch 2' bersama @semestarasi *** Berawal dari ketidaksengajaan Alaric Damian meminum secangkir teh yang sudah tercampur dengan ramuan cinta bernama Amorvency di kedai pinggir jalan, ia...