BAB 10 : KISS ?

56 12 18
                                    

TIDAK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TIDAK.

Sejujurnya, jatah cuti yang diberikan oleh Alaric ini hanyalah sebuah dalih agar dirinya bisa mengajak keluar Arabella seharian. Jalan berdua saja. Kencan. Alias nge-date. Modus, memang. Tapi, kalau tidak begini, wanita itu pasti akan menolak dengan tegas. Atau, kalaupun ia bersedia, pasti menyuruh Alaric untuk menunggu hingga selesai jam kerja. Sementara, jam kerja shift pagi masih akan berakhir pada pukul empat sore nanti. Menunggu seperti itu, bisa-bisa jamuran ia nanti.

Lagi pula, setelah pencarian kedai teh misterius yang tidak membuahkan hasil apa pun kemarin, Alaric kurang yakin kalau kali ini mereka akan menemukannya. Tempat itu benar-benar misterius. Gaib. Seolah-olah, hanya bisa diakses pada waktu-waktu tertentu saja.

Alaric mengintip ke luar jendela mobilnya. Pagar rumah bercat putih-abu di sebelahnya masih tertutup rapat. Ia memeriksa jam tangan analognya. Sudah lebih dari lima belas menit, tetapi Arabella belum keluar juga. Padahal, tadi wanita itu meminta waktu sepuluh menit untuk bersiap-siap. Tidak terjadi sesuatu dengannya di dalam sana, kan?

Pria beraroma musk itu baru saja hendak meraih handle pintu mobil tatkala suara baja bergesekan pada pagar mulai mengudara. Sosok wanita berkemeja lilac dengan celana jeans denim melangkah keluar. Ia mengikat rambutnya ke atas, menampakkan area sekitar leher dan tengkuknya. Kemudian, pada tubuhnya yang ramping sudah terselempang sebuah tas ukuran medium warna biru muda.

Ketika Arabella membuka pintu mobil, aroma vanilla yang kuat dengan cepat terhidu oleh indra penciuman Alaric.

"Maaf. Pasti Bapak sudah menunggu lama, ya?" ucap wanita itu seraya mengambil posisi duduk di jok sebelah Alaric. Setelah berhasil menutup pintu kembali, ia merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan sebuah kertas berwarna cokelat dengan beberapa ornamen melingkar-lingkar berwarna emas. "Tadi saya lagi cari ini dulu."

Alaric mengernyit. "Apa itu?"

Arabella mengedikkan bahu. "Ini adalah undangan yang diberikan Master saat kita nggak sengaja berkunjung waktu itu. Kemarin, waktu kita berusaha untuk menemukan kedai tapi gagal, saya lagi nggak bawa ini. Kalau hipotesis saya benar, dengan membawa undangan ini, kita bisa kembali ke sana. Master bilang, suatu saat kita akan membutuhkannya." Wanita itu menyandarkan punggungnya pada sandaran jok seraya menghela napas. "Sejujurnya, saya nggak begitu paham. Tapi, bisalah dicoba. Kalaupun nanti kita nggak menemukan tempatnya lagi, berarti bukan dengan undangan ini cara kita bisa kembali ke sana. Hipotesis saya berarti keliru."

Itu artinya ... kalau mereka jadi menemukan kedai teh itu ... rencana Alaric untuk mengajak kencan Arabella ... gagal, dong?

"Kamu ... kamu serius mau menemukan kedai teh itu lagi?" celetuk Alaric.

Pertanyaan ini sontak membuat Arabella menoleh ke arahnya. "Memangnya Bapak tidak?"

Alaric mengerjap-ngerjap bingung. "Y-y-ya, saya juga, sih." Tapi, bukan sekarang juga timing-nya! Nanti aja gitu, kek, habisnya nge-date!

AMORVENCY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang