BAB 8 : PINDAH

62 12 25
                                    

FAKTA tidak menyenangkan mengenai Arabella dan Paris yang hidup bertetangga benar-benar sangat membuat Alaric gusar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FAKTA tidak menyenangkan mengenai Arabella dan Paris yang hidup bertetangga benar-benar sangat membuat Alaric gusar. Apalagi, kedua orang itu sama-sama tinggal sendiri. Melihat betapa dekat mereka di store, bagaimana jika Arabella dan Paris memang sering menghabiskan waktu bersama di lingkungan rumah? Jalan-jalan bersama? Makan bersama? Nonton ..., dan ....

Tidak. Tidak. Tidak.

Mereka berdua tidak boleh lebih dekat lagi daripada ini.

Alaric yang entah sudah berapa kali mondar-mandir mengelilingi ruang kamar itu akhirnya meraih koper di belakang pintu. Ia membuka lemari dan segera memasukkan secara asal beberapa potong pakaian ke dalam kopernya. Setelah dirasa cukup, pria itu segera melenggang pergi. Bagaimanapun caranya, ia juga harus tinggal di sana.


Hari masih pagi. Sinar matahari masih menyorot malu-malu dari celah-celah pepohonan dan tembok-tembok rumah. Mungkin karena letak perumahan ini bukan berada di pusat kota, burung-burung masih terdengar nyaring bernyanyi. Jalanan sudah dipenuhi beberapa orang yang mulai beraktivitas, entah membersihkan halaman, menjemur baju, ataupun sedang menyalakan motor untuk berangkat bekerja. Pasar yang baru saja Alaric lewati pun sudah tampak sangat ramai.

Alaric memutar kemudi ke kanan pada belokan pertama. Setelah melalui beberapa perempatan kecil yang memisahkan antarblok, akhirnya ia tiba di blok L9, blok paling belakang perumahan. Pria itu memperhatikan sekitar. Lampu-lampu jalan yang semalam menerangi acara 'kencan jalan-jalan malamnya' sudah padam. Tanpa sadar, garis bibirnya terangkat naik tatkala sekelebat memori tersebut menghampiri pikirannya. Entah ia harus berterima kasih atau justru mengumpat pemilik kedai teh misterius yang telah membuat keadaan menjadi sangat tidak terkendali begini itu. Pasalnya, seingat Alaric, ketika ia bersama Izora, perasaannya tidak seberbunga-bunga ini. Benar, ia memang menyukai wanita ceria itu. Tapi, tidak sampai seperti ini rasanya.

Ngomong-ngomong soal Izora ..., wanita yang sedang berdiri di depan rumah Arabella itu ... bukan dia, kan?

Alaric memelankan laju mobilnya. Matanya lurus memperhatikan punggung sosok berambut panjang kemerah-merahan yang sepertinya tampak sedang marah-marah itu. Tidak salah lagi. Itu benar-benar Izora! Kenapa dirinya bisa berada di sana?

Alaric memarkir SUV silvernya sembarangan. Setelah mematikan mesin, ia segera keluar dari mobil.

"Kamu masih mau mengelak?" Suara Izora yang cempreng terdengar hingga radius beberapa meter.

Alaric makin mendekat. Saat Arabella mulai tampak agak bingung, pria itu akhirnya memanggil, "Izora!"

Seketika kedua wanita yang usianya terpaut empat tahun itu menoleh ke arah Alaric dengan serempak. Penampilan mereka cukup kontras. Izora sudah dengan makeup dan baju yang fashionable-nya, sedangkan Arabella masih mengenakan piama Pororo semalam dengan rambut yang juga masih berantakan. Namun, perhatian Alaric justru tertuju kepada si muka bantal Arabella. Baru bangun saja sudah secantik itu ....

AMORVENCY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang