Jump

354 47 9
                                    

YUKI POV

Akhirnya mimpiku menjadi kenyataan. Kami bisa membawa pulang mendali olimpiade yang sudah kami inginkan sejak lama. Setelah kami kembali ke Jepang, banyak stasiun televisi yang mengundang kami untuk interview. Oleh karena itu kami masih harus berada di Tokyo untuk sementara waktu, sebelum kegiatan timnas resmi selesai dan kami mendapatkan liburan kemudian kembali ke club masing-masing.

Malam ini kami satu tim beserta para staff dan manager di ajak makan bersama di restoran untuk merayakan kemenangan kami. Setelah hampir 30 menit akhirnya kami sampai di restoran.

"Tadi ibumu mengirimkan pesan padaku jika kau tidak menjawab teleponnya lagi tadi pagi. Mungkin ada hal penting yang ingin dia bicarakan denganmu, jadi jangan lupa untuk menelponnya sepulang dari sini"

"Baiklah,.... aku heran sebenarnya anaknya itu dirimu atau diriku. Karena dia lebih suka membicarakan dirimu dari pada diriku. Bahkan ketika kami sedang berbicara, namamu akan selalu dibawa-bawa" ucapku sedikit bercanda karena memang ibuku lebih suka berbicara mengenai Akari dibanding diriku.

"Aishh itu karena anak laki-laki kesayangannya sulit untuk dihubungi. Lagi pula apa boleh aku menjadi anak dari ibumu juga?" ucap Akari yang terlihat antusias dan menatap tepat di mataku dengan posisi kami yang sejak tadi bersisian.

"Tentu saja" balasku spontan atas pertanyaannya tanpa berpikir lebih jauh. Sedangkan dia mendengar jawabanku tersenyum lebar dengan binar di matanya.

Akari cantik,...bahkan aku bisa mengatakan dia sangat cantik tidak hanya dari segi fisik tapi juga perilaku dan pendidikannya. Perempuan mandiri yang meski dia tidak menunjukkan embel-embel keluarganya, namun sudah bisa membuat orang kagum hanya dengan melihatnya.

Jika sebelumnya aku menyangkal anggapan banyak orang jika Akari menyukaiku, saat ini aku tidak menyangkalnya lagi. Aku menyadari betul dia yang mendekatiku dan aku tidak lagi menolak atau membatasi sikapnya itu. Kalau ditanya apakah aku menyukainya, aku akan menjawab 'aku tidak tau'.

Dan intensitas kedekatan kami sejak 1 bulan ini memang semakin dekat. Jika sebelumnya aku masih memberi jarak di antara kami, saat ini aku dan Akari sudah seperti sepasang headset yang kemana-mana selalu bersama meski tanpa ada ikatan di antara kami.

Sebenarnya Akari sudah menyatakan perasaannya beberapa waktu lalu ketika akhirnya kami berhasil memenangkan mendali. Kami sudah sama-sama dewasa dengan apa yang sedang terjadi. Akupun berterus terang dengan apa yang kurasakan saat ini, bahwa aku tak bisa menjawab pernyataan cintanya. Aku sudah jujur dengan apa yang kurasakan terlebih dia juga tau apa yang baru saja aku alami.

Dengan jawabanku yang apa adanya itu dia masih dengan yakin akan tetap berteman dan berusaha mengenai perasaannya. Meski pada akhirnya nanti aku tetap tak bisa membalas perasaannya, dia tetap tidak gentar dengan itu. Dia justru mengatakan jika ini adalah salah satu usahanya. Kalau memang memang tidak bisa bersama, setidaknya dia sudah berusaha. Dan ya,.... sejak malam dia menyatakan perasaannya tidak ada yang berubah dari kami. Kami masih berteman dan dekat, akrab seperti biasanya.

"Tsukiii,......." lengkingan suara menyadarkanku dari lamunanku sesaat. Lantas ku arahkan pandanganku ke asal suara tersebut.

Hingga mataku menemukan dia yang saat ini tengah berdiri diantara perempuan yang baru saja berteriak dan seorang laki-laki. Meski dia tengah menunduk aku bisa jelas tahu kalau itu dirinya. Bukankah dunia ini memang se sempit itu. Bahkan aku masih tetap bertemu dengannya meski aku sudah jauh dari Italia, atau nyatanya kami masih bertemu di saat aku sudah mencoba melupakannya.

Tak lama manager memberi tahu kami untuk menuju sebuah ruangan, tak beda jauh dengannya yang saat ini juga tengah berjalan dengan dirangkul oleh pria yang tadi berdiri di sebelahnya untuk berjalan mengikuti 2 orang yang sudah  berjalan di depannya.

NET SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang