11 Desember, aku masih ingat tanggal kelahiran yuki yang beberapa saat lalu aku ketik di search engine. selama ini aku hanya tahu bahwa dia kelahiran 95, dan sekarang informasiku tentangnya bertambah. Sebentar lagi ulang tahunnya berarti.
Aku memasuki apartemen yang bisa dibilang cukup mewah itu. Cahaya remang-remang membuatku harus menyipitkan mataku. Di ruang tamu semua terlihat sunyi, jadi aku tebak dia tengah berada dikamar. Pintu bercat hitam dibagian kanan menjadi fokusku saat ini, setelah sebelumnya aku menghidupkan lampu di ruangan tamu.
Apartemennya tidak terlalu luas, namun sangat lengkap dan rapi. Aku mengetuk beberapa kali namun tidak ada sahutan dari dalam, hingga pada akhirnya kuberanikan diri untuk memutar kenop pintu.
Lampu tidur di atas nakas menyala, dan dapat kuliah gelungan selimut yang menandakan ada manusia yang tengah berbaring dibawahnya. Aku berjalan mendekati ranjang dengan masih sedikit mengatur nafas setelah tadi berlarian menuju kesini.
Ketimbang membangunkannya, aku refleks memegang keningnya. Dia menutupi seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan wajahnya yang tak tertutup selimut. Saat tanganku menyentuh keningnya, tiba-tiba dia membuka mata.
"Tunggu sebentar" ucapku pelan padanya yang hanya melihatku tanpa mengeluarkan suara. Aku menuju tasku dan mulai mengeluarkan obat-obatan dan juga termometer. Tak lupa aku mengambil satu botol air mineral. Aku mengarahkan termometer kearah telinganya dan mendapati angka 37derajat. Tentu saja aku sedikit panik, sedangkan dia hanya mengamatiku saja dengan mata yang terlihat sayu.
"Apa kamu sudah makan?" dia yang semula diam dan hanya melihatku kemudian memberikan gerakan mengangguk.
"Baiklah,....saatnya minum obat" ucapku memberikan obat dan air mineral untuknya. Diapun dengan segera meminum obat setelah kubantu duduk dan kembali berbaring setelahnya.
"Terimakasih"Ucapnya setelah kembali memejamkan matanya. Suaranya memang seserak itu bahkan hampir hilang.
"Tidurlah, semoga lekas sembuh" akupun kembali ke ruang tengah, tanpa menutup pintu karena khawatir jika nanti dia membutuhkan sesuatu. Aku sebenarnya bingung apa aku harus pulang atau tetap disini. Tapi mengingat kondisinya saat ini, aku memutuskan untuk tetap di sini.
Aku memilih lesehan di karpet dengan bersandar pada sofa di ruang tamu. Laptopku sudah ku keluarkan dan ku posisikan sedemikian rupa di meja sehingga membuatku nyaman untuk mengerjakan tugas. Apapun yang terjadi tentu tugas tetap nomor satu. Aku masih harus mengedit materi presentasiku besok sebelum ku paparkan.
Suara alarm membangunkanku dari posisiku yang tidur di sofa semalaman. Aku mulai merenggangkan badanku dan menguap kecil mencoba mengembalikan kesadaranku sembari menggaruk rambutku yang kemungkinan menyerupai singa saat ini. Semalam aku memang begadang untuk mengedit dan belajar lebih dalam mengenai materiku hari ini, karena takut-takut mendapatkan pertanyaan luar biasa. Kuambil hpku di meja yang memperlihatkan masih jam 7. Masih aman, karena kuliahku mulai jam 9. Ada pesan dari Ansel, yang segera ku buka.
"Kuliah hari ini diganti daring brooo,..... cek grup kelas"
Akupun mengecek grup kelas dan benar saja apa yang dikatakannya, tapi tetap saja kita tidak bisa lengahkan?. Karena presentasi tugas tetap akan berlangsung. Baru saja aku mengalihkan pandanganku dari ponsel, aku menemukannya tengah menatapku sembari meminum air putih di meja makan yang dapat terlihat dari posisiku saat ini.
Menyadari itu buru-buru ku benarkan sedikit posisi rambutku yang sangat tidak beraturan ini. Barulah kemudian aku mendekat kearahnya. Posisiku sekarang berdiri di sebelah kursinya dan mulai memeriksa dahinya. Syukurlah demamnya sudah turun, sedangkan dia hanya menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
NET SIDE
FanfictieBagaikan dua sisi lapangan voli yang terpisahkan oleh net. Saling bertolak belakang, hingga pada akhirnya salah satu sisi akan menang. Jaring net bagai garis takdir pemisah yang sangat kontras antara sisiku dan sisimu. Aku hanya manusia biasa yang t...