Set 1

401 43 5
                                    

Kulihat keraguan dimatanya namun hanya berakhir memandangi ponsel yang sedang berdering di depannya. Tak lama notifikasi panggilan itu berhenti dan selang beberapa sekon kemudian kembali menampilkan panggilan dari nomor yang sama.

"Angkatlah,..."

Dengan ragu dia melihat ke arahku, baru kemudian mengangkat telepon itu.

"Halooo,..." suaranya menjawab panggilan yang ada.

Aku tidak bisa mendengar dengan jelas, namun aku masih bisa mendengar beberapa bisikan karena jarak kami yang masih duduk di sofa yang sama. Dia melirikku beberapa kali dengan wajah yang sedikit tegang, dan itu membuatku bertanya-tanya apa isi percakapan mereka berdua.

"Ada apa?" tanyaku setelah dia menutup teleponnya.

"Sesuatu terjadi antara Mella dan pacarnya. Dia meminta tolong padaku karena tidak  berani meminta tolong pada keluarganya"

"Apa ini sesuatu yang buruk?"

Dia menganggukkan kepalanya, dapat kulihat matanya yang menunjukkan kekhawatiran di dalamnya.

"Lantas apa yang kau tunggu? tolonglah dia" ucapku seolah tanpa beban.

Jujur ada sedikit rasa tak rela di hatiku. Tapi tentu saja memberi makan ego bukan hal yang tepat. Kita sudah sama-sama saling dewasa jadi kurasa dia juga paham akal hal ini. Namun kondisinya saat ini berbeda dan kita tak bisa diam saja dengan ego yang ada.

Dia segera mengambil kunci mobil yang ada di sudut meja, namun ketika dia berdiri justru tangannya menggandengku. Akupun bingung dengan sikapnya,

"Kau juga harus ikut" ucapnya yang entah mengapa membuatku lebih tenang.

Yuki mengajakku ke sebuah apartemen yang tak jauh dari tengah kota. Kami sama-sama berjalan menuju sebuah pintu yang mungkin Yuki sudah hafal sekali letaknya. Beberapa kali dia memencet bel namun tak ada respon. Dia tampak ragu sejenak barulah kemudian dia memasukkan password di pintu itu.

"Cklekk"

Pintu itupun berhasil terbuka, ruangan di dalam gelap gulita. Aku ragu ketika ingin melangkah masuk ke dalam mengikuti Yuki, hingga sebuah tangan menggenggam dan menarik ku untuk masuk kedalam bersama-sama.

Akupun berjalan dibelakang punggung Yuki dengan tangan yang masih bertaut. Langkahnya mendekati kamar dengan pintu bercat coklat kemudian membukanya. Samar ku dengar suara isakan dan seseorang yang meringkuk dibawah selimut.

Yuki mendekat yang artinya genggaman kami terlepas.

"Mella" ucap yuki lembut sembari mendekat untuk membuka selimut.

Perempuan yang biasa terlihat sangat modis dan elegan itu terlihat kacau dengan wajahnya yang lebam-lebam dan rambut tak tertata. Wajahnya penuh dengan lelehan air mata yang membuat siapapun yang melihatnya merasa iba.

Seolah mengetahui bahwa itu Yuki perempuan itu segera memeluk yuki dan menangis semakin kencang. Bahkan di sudut bibirnya masih terlihat jejak darah.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Yuki padanya.

Bukannya menjawab, justru Mella terlihat ketakutan sambil menangis.

"Hey lihat mataku,.....aku sudah ada disini. Jadi kamu akan baik-baik saja" ucap Yuki menenangkannya.

Sedangkan diriku? aku hanya berdiri seperti manekin yang tak tahu harus berbuat apa dan hanya bisa melihat mereka. setelah sadar dengan kebodohanku, aku mencoba mencari kotak P3K yang mungkin saja di sekitar sini. Aku mencoba keluar kamar, dan benar saa di atas nakas dekat ruang tamu terdapat kotak P3K. Barulah aku kembali ke kamar dan menyerahkannya pada Yuki setelah Mella terlihat lebih tenang.

NET SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang