3. Mergokin Si Joni

780 75 5
                                    

BAB 3. Mergokin si Joni

Padahal Isvara sudah menolaknya berkali-kali, tapi Genta tetap saja bersikap nggak tahu diri.

Sejak pertemuan terakhir mereka, Genta justru datang ke rumah Isvara setiap hari. Dia ngobrol dengan Bapak dan Emak di ruang tamu, enggak lupa bawa banyak sekali jajanan mahal. Mulai dari donat, bika ambon, lapis legit, brownies sampai cromboloni. Semuanya dari merk terkenal yang sering dijual di mall-mall. Seolah-olah, cowok itu sengaja memamerkan kekayaannya.

Isvara terang-terangan menolak bertemu tiap kali Genta datang, tapi, cowok itu masih belum menyerah.

Semangatnya segede batu.

Sementara itu, Isvara yang sudah terlanjur frustrasi dengan kelakuan makhluk agresif itu, nekat pergi ke kolam lele milik Bang Joni. Isvara sudah memikirkannya matang-matang, semalaman sampai kepalanya mau pecah. Hidup dengan Bang Joni kayaknya nggak terlalu menyedihkan. Dia punya lima kolam lele yang berukuran cukup besar. Juga dua rumah makan yang letaknya strategis di pusat kota. Selain tampang wajahnya yang 'biasa', tubuh kurus dan kulit hitam, Bang Joni sebenarnya baik.

Dia juga royal pada Emak dan Bapak. Beberapa kali Emak cerita soal pisang segepok yang diberikan Bang Joni bulan lalu, juga kelengkeng dan jeruk.

Isvara yang udah underestimate Bang Joni duluan hanya karena penampilan dekilnya. Selain dekil, Bang Joni juga bau keti. Namun, semua itu harusnya nggak masalah. Selama ada uang, Isvara bisa mengubah bau comberannya jadi bau kembang setaman. Tinggal rajin-rajin bawa ke spa, beliin skincare dan body spray, ya kan? Maka Isvara bisa menyulap si dekil itu jadi pangeran. Bonus banget kalau orangnya diajak ngomong nyambung.

Saat tiba di empang, Isvara nggak menemukan siapa-siapa. Padahal kata ibunya Bang Joni, dia lagi di empang. Ngasih makan ikan, katanya.

"Bang Joniiii?" Isvara setengah berteriak. "Bang... ini aku... Isvara."

Tidak ada sahutan.

Isvara jalan semakin jauh, menuju saung kecil yang disekitarnya tertutupi rumput liar dan rumput gajah. Saat itulah, Isvara mendengar suara-suara aneh.

"Ahhh..."

"Ugh..."

"Engh..."

"Ssshh..."

Bulu kuduk Isvara mendadak berdiri karena merinding.

Lokasi empang Bang Joni itu di dalam kebun. Sekelilingnya dipenuhi pohon-pohon jati dan sengon, juga semak-semak belukar. Isvara juga nggak akan kaget kalau tiba-tiba ada ular ijo loncat dari pohon. Hanya saja, Isvara nggak menyangka jika kuntilanak juga suka mendiami tempat ini.

Suara-suara itu terdengar semakin keras.

Kalau didengarkan dengan lebih saksama, kenapa Isvara merasa kalau suara mistis itu lebih mirip dengan desahan manusia? Jangan-jangan itu Bang Joni, lagi? Dia mungkin sedang kesakitan dan memerlukan bantuan.

Tanpa sadar, kaki-kaki Isvara melangkah lebih dekat ke sumber suara. "Bang Joni?" Isvara memanggil lagi. "Bang Joni baik-baik aja, kan?"

Tiba-Tiba, Bang Joni muncul dari balik semak-semak. Dia menatap Isvara dengan bola mata melotot. Bang Joni nggak pakai atasan, jadi, kulit kecokelatannya terlihat berkilau ditempa matahari. Ditambah keringat yang membanjiri dari leher hingga dada.

Bang Joni pasti terkejut karena nggak menyangka Isvara akan datang, kan?

Kalau dilihat-lihat, tubuhnya bang Joni bagus juga. Dadanya bidang dengan otot-otot di tempat yang pas. Mungkin karena sering angkat junjung berember-ember lele, jadi otot di tubuhnya juga ikut terbentuk. Tatapan Isvara kemudian turun dan...

Ketempelan Duda PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang