Emma menahan nafasnya, tatkala wajah Damian kini mulai menjauhi telinga Emma yang memerah. Sial bagi Emma, saat Damian justru menatap dalam pada mata Emma, tatapan teduh yang mengintimidasi itu menatap Emma lekat tidak lupa dengan sebuah senyuman yang memperlihatkan seolah laki-laki itu sudah menang.
Emma terdiam, dia masih mencoba mencerna ucapan laki-laki di hadapannya itu, "apa?" suara kecil milik Emma akhirnya mulai terdengar.
"Sudah bayar mahal pada ayah ku?" ulang Emma, mencoba menggali informasi lebih dalam.
"Ya, mahal sekali." Damian menurunkan arah pandangannya, jemari laki-laki itu bermain pada ujung rambut panjang berwarna kecokelatan milik Emma, sembari menatap pada leher telanjang Emma lalu turun pada dada Emma yang masih dengan rapat Emma tutupi dengan sebuah lilitan selimut.
"Martin punya banyak sekali hutang, jadi dia menawarkan dirimu untuk melunasi hutangnya," jelas Damian, mata sayu yang terlihat tajam itu kembali menatap pada mata Emma, "dan hutang ayahmu sudah lunas sekarang."
Emma akhirnya mengerti, wajah kebingungan milik perempuan itu perlahan berubah menjadi amarah, salah satu tangannya yang tidak memegangi selimut bergerak untuk mendorong dada Damian dengan seluruh tenaganya yang masih tersisa. "Apa-apaan?! Dia yang memiliki hutang, jadi ini semua adalah urusan kalian berdua, jangan bawa aku dalam permasalahan kalian! Minggir!" Emma berteriak keras, tentu kekuatan perempuan itu tidak sebanding dengan tubuh besar Damian. Dia hanya mampu membuat bahu Damian terdorong kecil menyebabkan laki-laki itu kemudian tertawa karena merasa geli dengan amarah Emma.
Damian akhirnya memilih untuk menyingkir dari hadapan Emma, membiarkan perempuan itu kini dapat bergerak dengan leluasa pada kamar tidur itu dengan wajah merah padamnya yang terlihat lucu bagi Damian. Emma sesekali terdengar mendumal, dia bergerak mencari-cari pakaian miliknya di sekitar tempat tidur, namun dia tidak dapat menemukan pakaian apapun yang bisa dia kenakan.
"Dimana pakaian ku?!" Suara perempuan itu kembali menggema.
Damian hanya menggelengkan kepalanya, "tidak tahu, yang jelas saya suka melihat mu tidak mengenakan pakaian."
"Stop, aku akan memberi perhitungan pada Martin. Jadi, biarkan aku pergi sekarang."
Emma masih bergerak mencari pakaiannya dengan gusar, sementara Damian tertawa kecil. Dia senang sekali saat mendengar Emma marah dan memberi perhitungan pada Damian. Apa perempuan itu fikir bahwa dia menakutkan?
"Martin masih ayah mu, Emma. Selamanya akan jadi seperti itu, dia masih punya hak atas dirimu, sah saja jika dia menjual mu pada siapa pun termasuk pada saya." Damian terdengar mengeluarkan pendapatnya. Laki-laki itu kembali mengikuti langkah Emma dari belakang, mengekor pada Emma yang terlihat gusar.
"Orang gila!" Emma menghentikan kegiatannya lalu berbalik hendak melihat Damian setelah mendengarkan perkataan Damian, perempuan itu menatap pada Damian dengan tatapan menyelang tajam.
"Hey, apa kau kira aku akan menerima saja jika dibawa masuk ke dalam masalah kalian berdua?" Emma kembali mendekat ke arah Damian. Wajah perempuan itu terangkat saat menatap pada wajah Damian yang memiliki perbedaan tinggi badan yang cukup kontras. "Dengar Damian, aku sama sekali tidak mau ikut campur atas hutang Martin, sekarang beri tahu dimana pakaian ku, dasar kau laki-laki brengsek!" Emma berteriak tepat di hadapan wajah Damian. Suara dalam penuh penekanan itu menerpa wajah Damian dengan cukup keras.
Damian menahan tubuh Emma, tangan kekar milik laki-laki itu dengan cepat merayap pada pinggul Emma, mengunci perempuan itu lalu membawanya semakin mendekati tubuh Damian hingga pegangan Emma pada selimut yang melilit tubuh telanjangnya perlahan mengendur dan terlepas.
"Lepaskan!" Emma bergerak gusar, perempuan itu memukuli bahu Damian dengan kekuatannya yang tidak seberapa itu.
"Shtttt." Damian mendekatkan wajahnya pada telinga Emma, "jika kau banyak bergerak, selimut pada tubuh mu itu akan terlepas," ujar Damian berbisik lalu mengecup telinga Emma beberapa kali.
Emma mulai tidak banyak bergerak, saat menyadari bahwa satu-satunya hal yang menahan lilitan selimut pada tubuhnya itu agar tidak terjatuh adalah dada Damian yang kini menempel padanya. Namun, Emma tetap berusaha untuk menjauhkan telinganya dari bibir basah Damian yang kini sudah mulai menggigiti telinganya.
Darah Emma mulai meremang tatkala gigitan kecil pada telinganya mulai berpindah pada lehernya, perempuan itu kini berpegangan pada Damian, tangan kurusnya meremat lengan Damian yang mengunci tubuh Emma, mencari sanggaan agar tubuhnya tidak terjatuh ke bawah.
Merasakan perasaan aneh pada tubuhnya yang kini mulai menerima rangsangan dari Damian, Emma tak ingin tinggal diam, dia tidak boleh terbawa suasana.
Tangan Emma yang terbebas mencoba meraih tangan kekar Damian lalu dia mengarahkan jemari Damian pada wajahnya, membuat Damian mulai teralihkan perhatiannya saat Emma justru mulai menghisap ibu jari milik Damian. Damian terdiam, menghentikan kecupannya pada leher Emma. Saat pandangan mereka bertemu, Emma dengan segera menggigit ibu jari milik Damian dengan kencang, membuat Damian reflek menarik tangannya dari mulut Emma lalu mendorong tubuh perempuan itu hingga menghantam sebuah meja kerja.
"Wanita sialan!" Damian berjalan mendekat ke arah Emma yang sudah terduduk pada lantai, dengan selimut yang sudah tidak lagi menutupi tubuh bagian atasnya akibat tersingkap.
Tangan Damian mengepal dengan kuat, sebuah tamparan akhirnya mendarat pada pipi Emma. Perempuan itu sempat terhuyung akibat tamparan kuat itu, sebagian besar wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang panjang.
"Ayo tampar lagi." Emma ternyata sama sekali tidak gentar dengan tamparan Damian, walau wajahnya sudah memerah akibat tamparan itu, namun dia tetap saja menantang Damian dengan suaranya yang bergetar, mata menyelang tajam yang Emma pancarkan membuat seolah seluruh amarah perempuan itu kini dapat terlihat dengan jelas terlebih rahang mengerasnya, sedikit lagi, Emma pasti akan menangis.
"Ayo tampar!" Tantang Emma dengan suara yang semakin kuat, "apa kau kira tamparan mu itu bisa membuat ku ketakutan, Damian? Aku sudah pernah merasakan pukulan yang lebih kuat, dari Martin." Emma berdesis. Setelah tak mendapatkan respon apapun dari Damian, Emma kemudian mengambil langkah mulai berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar.
Langkah perempuan itu dengan cepat kembali ditahan oleh Damian yang menarik pergelangannya. Tubuh telanjang milik Emma itu terhuyung ke belakang, membuat wajah lesunya kini dapat terlihat jelas oleh Damian.
"Mau kemana kau dengan tubuh telanjang seperti ini?!" kesal Damian, matanya melotot saat menatap Emma. "Di luar ada beberapa penjaga, jangan keluar sembarangan dari kamar ini apalagi dengan bertelanjang!"
"Kenapa? Apa cuma kau saja yang boleh melihat tubuh ku? Apa bedanya kau dengan penjaga di luar sana?" Emma tersenyum kecil, pipinya yang memerah akibat tamparan Damian mulai terasa kebas saat Emma berbicara atau membuka mulutnya.
"Aku yang membeli mu dari Martin, jadi hanya aku yang dapat melihat, menyentuh dan merasakan tubuh mu," tekan Damian dengan bibir yang menggeram.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Laki-laki Bagi Sang Miliuner!
Romance[⚠] WARNING: story contains, 21+, harsh words, Family problem, angst, traumatic, dark romance. •Bayi Laki-laki Bagi Sang Miliuner!• Kisah ini adalah tentang perjanjian dan pernikahan kontrak seorang pria miliuner dengan seorang wanita miskin yang t...