DUA : Tombol Logout Keluar Bumi

5.2K 272 22
                                    

"Info menjual ginjal
teman." — Egyn Zavinka. 

Setelah berhari-hari kesabaranku terus mencoba tetap berada dalam fase yang telah diatur. Akhirnya aku bisa bertemu dengan waktu yang memang sudah kutunggu sejak awal, yaitu akhir pekan.

Aku sengaja bangun terlambat untuk memastikan beberapa hal. Pertama, berkaitan tentang respon Om Naresh. Apakah dia akan menyemburku dengan siraman rohani seperti kebiasaan Mama di rumah, atau justru menyumbangkan tubuhku ke tengah halaman rumah seperti kebiasaan yang dilakukan Papa.

Kedua, dayaku sebagai makhluk sosial harus diisi dulu. Dan kurasa kali ini memang memerlukan waktu yang agak lama ketimbang tubuhku harus menderita sakit-sakitan di kemudian hari.

Dan terakhir, tidurku memang terlalu kurang ajar sampai-sampai mimpi secuil pun tak kualami meski berjam-jam kesadaranku sempurna menghilang.

Dari ketiga opsi tersebut, hanya dua yang memang realistis. Sedangkan di poin pertama aku belum mengetahuinya.

Mungkin saja Om Naresh sudah berusaha membangunkanku? Tapi seharusnya, jika memang itu terjadi, aku pasti akan terbangun. Sebab mendengar suara langkah kaki saja aku bisa terbangun walau se-terlelap apa pun aku tidur.

Caraku bangun bisa sama seperti bagaimana caraku tidur, mereka bisa terjadi dalam waktu yang cepat. Makanya, kemungkinan Om Naresh tak menggangguku sedikit pun hari ini.

Tempat pertama yang kudatangi saat turun dari rangjang adalah dapur. Aku tidak perduli kewajiban mandi ataupun berkaca segala macam, karena yang kubutuhkan sekarang adalah minum air putih.

Rumah ini rasanya sepi. Tidak seperti saat di rumah Mama dan Papa yang langganan dipenuhi keributan, seakan rumah kami memang sedang menampung jenis fauna dari berbagai macam hutan yang ada di Indonesia.

Makanya, aku bisa tertidur sampai pukul 9 pagi. Hal tersebut kusadari saat menghidupkan layar ponsel yang kupegang, sembari kakiku bergerak menuruni anak tangga dan terus berjalan sampai ke arah dapur.

Aku juga sesekali memeriksa sekitar, tapi tanda-tanda keberadaan Om Naresh tak terasa sama sekali. "Kalo gini sih berasa hidup sendiri, lumayanlah." Seketika aku tidak murka dengan keputusan orang tuaku, setidaknya aku tetap punya kebebasan melakukan sesuatu di rumah ini.

Sambil meminum air dari gelas yang ada di atas meja makan, aku menggulir layar ponsel yang berisi tentang isi pesan kiriman Aretta. Gadis itu  ... sumpah! Baru beberapa hari kami berteman, tapi dia menganggapku seakan sudah jadi temannya selama bertahun-tahun.

Isi pesan kami hanya link-link tak berguna yang menuju situs bokep. Lalu menyusul gif orang bersetubuh, berciuman, dan lain sebagainya. Aretta ini memang si Bandar Bokep. Galeriku jadi penuh bahan-bahan hubungan intim dari hasil kirimannya saja.

Tak lama setelah aku membuka pesannya, langsung menyusul pesan baru berupa video berdurasi 5 detik. Semua pesan yang masuk memang selalu terunduh secara otomatis tanpa harus kutekan dulu, jadi aku membiarkan hal tersebut masuk lagi dan tersimpan di penyimpananku.

Aretta Bandar Bokep
|Link bokep pagi ini, Nyet.
|https://

Egyn Zavinka
BANGSAT!|
Sarap lu!|

Aretta Bandar Bokep
|Biar lu kagak lesbi

Egyn Zavinka
Apa hubungannya, Njir?!|

Aretta Bandar Bokep
|Habis lu marga Zavinka.
|Sama kayak Pak Naresh.
|Khawatir gue kalo lu belok.

OM NARESHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang