Part 14

96 8 0
                                    

Januar merasa muak dengan Shilla. Sampai sekarang, kakaknya itu masih terus mencari-cari dirinya. Jam menunjukkan pukul 10 malam, dan arena balapan mulai dipenuhi kerumunan. Januar mengenakan helmnya dan menggeber motor dengan kecepatan penuh, seolah-olah ingin melupakan segalanya. Sebenarnya, ia tidak tahu bahwa di rumah orang tuanya, Shilla dan Renjun sangat khawatir.

Mereka sudah mencari Januar ke segala arah, namun tetap saja, anak itu tak kunjung ditemukan oleh Renjun. Sarah sudah menangis, Aji sudah menghubungi Lisa untuk membantu mencari, dan Shilla serta Renjun masih duduk di teras depan rumah, gelisah.

"Shil, kamu tetap di sini saja. Biarkan aku yang mencari Januar, bersama Leo dan Bang Juna," kata Renjun, suaranya tenang namun penuh keseriusan.

"Tapi aku--" Shilla berusaha menyela, wajahnya terlihat cemas.

Renjun menghela napas panjang dan dengan lembut mengelus pucuk kepala Shilla. "Aku usahain Januar ketemu, Shil. Percaya sama aku."

Shilla menatap Renjun, ragu. Hatinya penuh kekhawatiran, tapi ia tahu, dalam kondisi seperti ini, mereka semua harus kuat. Meski begitu, sulit baginya untuk diam dan hanya menunggu.

Kemudian Shilla mengangguk pelan, meski hatinya teriris cemas. Renjun, Juna, dan Leo segera bergegas mencari Januar. Leo tak bisa menahan amarahnya. Dia tahu betul permasalahan antara Januar dan Shilla, dan meskipun sudah memberikan wejangan untuk berdamai, Januar tetap saja keras kepala. Leo merasa frustrasi.

"Ini enggak mungkin kan dia balapan lagi, Le?" tanya Juna, suaranya penuh ketegangan.

"Semoga aja enggak sih, Bang," jawab Leo dengan nada yang hampir putus asa. "Tapi gue udah khawatir banget."

"Lu tau gak tempat dia suka nongkrong dimana?" tanya Juna lagi, nada suaranya mulai terdengar lebih mendesak.

Leo menghela napas berat, napasnya terdengar seperti menahan amarah yang hampir meledak. "Pindah-pindah, Bang! Gue udah nyari tadi, tapi dia nggak ada di sana! Goblok banget tuh manusia! Setan! Kesel banget gue! Kakaknya udah nangis-nangis, minta maaf, dia malah kabur gitu aja. Kurang ajar banget!" Leo membentak, suara kesalnya bergema, dan matanya mulai memerah.

Juna menatap Leo, tak tahu lagi harus berkata apa. Ia menggelengkan kepala dengan marah, namun juga penuh rasa khawatir. "Dasar bocah!" serunya, suaranya penuh kekecewaan. "Kenapa sih dia nggak bisa dengerin orang tua sama kakaknya?"

Dilampu merah terjadi kemacetan panjang dan membuat Juna memukul setirnya. Dan tak lama kemudian karena sudah sekitar 10 menit berhenti, Juna dan Renjun memutuskan untuk mengecek sebenarnya ada apa didepan sana. Namun saat Juna melihat kejadian didepan lampu merah itu, roh dalam tubuhnya seakan pergi. Tubuhnya merinding dan kakinya seakan tidak bisa menopang tubuhnya lagi.

"Bang--Janu bang!" Teriak Renjun.

Renjun berlari menerobos garis polisi, napasnya terengah-engah, hatinya berdebar kencang. Di depannya, ia melihat Januar tergeletak tak bergerak, tubuhnya bersimbah darah. Beberapa perawat dan dokter sedang dengan cepat membawa Januar ke dalam ambulans, suasana sekitar dipenuhi kepanikan.

"Maaf, Anda tidak boleh di sini!" suara polisi terdengar keras, memerintahkan Renjun untuk mundur.

"Saya sepupu dia, Pak!" Leo yang menyusul dari belakang, melangkah maju dengan panik. "Saudara saya kenapa? Apa yang terjadi padanya?" tanyanya terburu-buru, wajahnya pucat dan gemetar.

Polisi yang mengenakan name tag bertuliskan Sujiwo menatap mereka dengan tatapan serius. "Motor korban ditabrak oleh sebuah mobil Pajero. Kebetulan pengemudinya sedang mabuk. Pelaku sudah diamankan oleh kepolisian setempat," jelasnya dengan tegas, namun tanpa ekspresi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Family is My Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang