4. Khawatir

135 7 0
                                    

Lydia mengerjapkan matanya menatap sekeliling ruangan yang tidak asing dimatanya, tubuhnya terasa berat seperti ada yang memeluknya. Menunduk menatap arsen yang memeluknya erat.

"L-lepas dulu" ucap lydia sesak tak bisa bergerak.

Arsen semakin menyembunyikan wajahnya di dada lydia memeluk lebih erat. "Diam gue masih capek" ucap arsen.

Lydia diam beberapa detik menatap lurus matanya tidak sengaja melihat foto dirinya dengan arsen waktu dulu, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis. "Kamu masih simpan foto kita berdua?" Tanya lydia bahagia.

Arsen yang mendengar itu langsung melepaskan pelukannya menatap lydia. Mengikuti arah tatapan lydia ke tembok, arsen langsung beranjak dari kasur melempar foto itu ke tong sampah yang memang tidak jauh dari sana. "Gue jarang pulang jadi gue enggak pernah lihat foto itu" elak arsen.

Lydia menatap foto itu dengan tatapan sedih. "Enggak usah dibuang, kalau lo.......kamu enggak mau simpan biar aku yang simpan" ucap lydia beranjak dari kasur mengambil foto itu dari tong sampah.

Arsen menatap datar lydia. "Foto jelek di simpan" ucap arsen menyalakan televisi menonton sepakbola. "Orang sama foto cewek di situ jelek harusnya enggak ada di dunia" imbah arsen sambil melahap brownies yang dibawakan pelayan.

Deg.

Lydia tidak menjawab wanita itu malah mengambil semua foto-foto kebersamaan dengan arsen di masa lalu.

Arsen yang tidak menatap jawaban menoleh melihat lydia yang sedang memasukan semua foto-foto dirinya dengan lydia. "Mau apa lo ambil semua foto-foto itu?" Tanya arsen merebut paksa foto itu dari tangan lydia.

"Kamu bilang foto ini jelek kan? Harus dimusnahkan kan?, aku sendiri yang akan memusnahkan foto ini. Dan orang yang di hadapanmu ini menunggu kamu memusnahkan nya" jawab lydia langsung keluar kamar arsen yang ada di lantai dua.

"Lydia jangan macam-macam lo" teriak arsen berlari menyusul lydia yang sudah di teras rumah sambil membuang foto itu ke tong sampah, bersiap untuk membakarnya.

Lydia menatap foto arsen dan dirinya yang sedang makan es krim, lydia tersenyum miris. "Dulu kita menghabiskan waktu bersama untuk senang-senang, tapi sekarang kita menghabiskan waktu untuk saling berdebat" lirih lydia.

Prang.

Arsen menendang tong sampah itu sampai terpental jauh, menatap tajam lydia. "LO JANGAN MACAM-MACAM GUE ENGGAK SUKA LO AMBIL BARANG-BARANG GUE, BISA ENGGAK DIH LO JANGAN BUAT GUE MARAH HAH?" marah arsen.

Lydia menatap wajah marah arsen. "Kamu tidak capek setiap hari marah, kesal, benci, caci-maki aku setiap hari?" Tanya lydia lirih.

"Enggak! Karena lo pantas dapetin itu semua" jawab arsen.

"Arsen" panggil debi keluar dari mobil menghampiri mereka. "Kenapa enggak jawab telpon aku?" Tanya debi melirik lydia sinis.

Arsen hanya melirik debi, menatap terus lydia yang malah terkekeh kecil membuat arsen bingung.

Lydia mengangguk pelan. "Aku pulang dulu" pamit lydia langsung pergi dari sana memberhtikan taksi yang lewat.

"L-lydia" cicit arsen menatap lydia yang sudah masuk kedalam taksi.

***

Lydia menatap mamah dan papah tirinya, dan kakak tirinya. "L-lydia boleh nginep di sini enggak?" Tanya lydia pelan.

"Boleh dong ko kamu nanya gitu sih? Rumah ini terbuka lebar untuk kamu" jawab riska.

"Kamu itu sudah papah anggap sebagai anak kandung papah sendiri, jadi kapanpun kamu mau datang kesini silahkan. Malahan papah senang kamu sering-sering main kesini" imbah riski---papah tiri.

LOVE HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang