"Bertemu dengannya adalah hal yang paling menyenangkan dibanding mendapatkan emas sekalipun."
•®•
Tika berjalan cepat menuruni anak tangga setelah mendengar panggilan seseorang yang diucapkan oleh Bi Yati. Perempuan berdaster kaos sebetis dengan lengan sesiku serta rambut tergelung hairclip yang nampak acak-acakan itu sedikit panik menghampiri area ruang keluarga di pukul 11:56 malam. Di mana orang lain asyik tertidur, tetapi makhluk yang entah dari mana asalnya itu muncul lagi semenjak dirinya tinggal di sini.
Tika mengatur napasnya yang tersengal sambil memegangi perut. “Kamu kenapa lari-lari begitu?” tanya sosok tinggi yang empat kali ini ia temui.
Perempuan dengan wajah kusut lengkap dengan rambut digelung asal itu mendengak, menyumpah serapah dalam hati pria berkacamata yang resmi menjadi ayah biologis cabang bayi dalam rahimnya, kemudian berkata, “kok enggak kasih kabar kalo pulang?” Tika sengaja enggan berkomentar untuk pertanyaan yang pria itu ajukan.
Pria yang berjarak empat langkah dari tempatnya berdiri sekarang ini tersenyum. Bukan senyum buaya ataupun senyum mesra, melainkan senyuman biasa yang memang tulus terpatri di wajah atas sambutan hangat perempuan itu.
“Kalau saya kasih kabar padamu bukan kejutan namanya.” Ia berjalan menuju Tika yang memutar bola matanya malas. Pria itu sudah melingkarkan tangannya memeluk tubuh kurus Tika yang hanya sedagunya. “Kamu baik-baik saja, kan, di sini?”
Tika menganggukkan kepalanya canggung, sebab pria itu main memeluk tubuhnya sesuka hati. Bi Yati yang melihatnya pun hanya tersipu-sipu, entah sejak kapan mendukung sekali bahtera cinta mereka berlayar. Asisten rumah tangga itu pun segera meninggalkan dua pasutri tersebut dan menuju dapur bersih menyiapkan makanan untuk anak tuannya.
Tika langsung saja melepas dengan paksa pelukan yang suaminya berikan, ia mendengakkan wajah guna melihat penampakan ayah biologis bayi di rahimnya. “Ngapain sih Lo suka banget peluk-peluk gue?” ujar Tika tak suka.
“Kamu, kan, istri saya. Wajarlah saya sebagai suami memeluk kamu.”
Tika menekuk bibir ke bawah, tersenyum remeh. “Suami apaan yang ninggalin istrinya berbulan-bulan pas lagi bunting, situ sehat?”
Pria itu terkekeh kecil mendengar kekesalan perempuan di depannya yang tidak memakai riasan apa pun. Warna kulit honey beigde dengan mata almond, hidung sedang, dan bibir agak tebal itu cukup terawat walaupun sebelumnya sering terkena terpaan UV. Ia jadi berpikir, pasti istrinya itu sering sekali perawatan.
“Oke-oke, saya mengaku salah. Tapi, bukankah ini kesepakatan kita sebelumnya, kamu enggak lupa harusnya, Tika.”
“Gue nggak bakal lupa tahu!” Tika bersungut-sungut.
“Javas, kapan kamu pulang?” Tika dan pria yang berstatus suaminya itu menoleh saat ibu Fatima keluar dari kamar yang bersebelahan dengan living room.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grahita Kama
RomanceApa yang enak dari hidup seorang Diandra Pramustika? Menjadi istri seorang dosen? Bisa tinggal bersama sosok yang dicintai? Atau karena jadi mantu presiden? Oh, bukan-bukan. Nyatanya Tika tidak suka dengan semua itu, sial! Untuk apa dirinya harus b...