02.

3.9K 401 4
                                    











"Yang Mulia." Duke Of Camstell menyapa sang Kaisar yang tengah berdiri dihadapan sungai Seoan, salah satu tempat rekreasi paling populer di Rogello. Dirinya memegang topinya didepan perutnya dengan sebelah tangan menjulur untuk memegang tongkat.

Sekali lihat saja, Archduke tahu bahwa Kaisar menggunakan cat rambut untuk menutupi rambut berwarna perak keemasan yang menjadi ciri khas dari keluarga kerajaan. Pertemuan yang cerdas untuk bertemu ditempat rekreasi, bergaya seperti tuan bangsawan yang berlibur bersama istrinya.

"Saya menyalami yang mulia Kaisar—"

"Panggil aku Theon." Kaisar memotong ucapan sang Archduke. Dirinya berbalik, melirik kearah Archduke yang berdiri dibelakangnya dengan setelan formal dan elegan. Terlihat jika ia baru saja selesai pergi mengerjakan sesuatu dan terburu-buru menemui Kaisar sebelum sempat berganti pakaian— seperti yang seharusnya dilakukan jika ingin menghadap Kaisar.

"Saya membaca surat yang anda kirim," suara Archduke hampir terdengar pelan dan sarat akan kebencian. "Jika anda berpikir bisa mengancam saya dengan hal seperti itu, sebaiknya anda buang pikiran itu jauh-jauh."

Tidak mengherankan jika bangsawan memiliki bisnis gelap dan borok yang ingin mereka sembunyikan. Mustahil ada bangsawan tanpa borok sama sekali, bahkan bangsawan kampung saja memiliki borok yang memalukan. Apalagi Duke Of Camstell, yang dikenal sebagai duta perdagangan internasional,

Dia memiliki banyak sekali borok.

Orang paling kaya yang kekayaannya hampir melebihi pajak dan asset kekaisaran— mustahil orang seperti itu mendapatkan semua kekayaannya secara bersih. Dia pasti terlibat dalam beberapa perdagangan barang ilegal atau bahkan merupakan pencetus dan penyelenggara.

Biasanya, Kaisar tidak akan memusuhi orang yang sangat kuat seperti itu. Malah, Kaisar seharusnya merangkul orang dengan begitu banyak kekuasaan itu dan membuatnya berada di pihaknya. Monopoli barang ilegal itu bisa menjadi racun dan juga bisa menjadi obat. Untuk mengontrol peredaran obat-obatan terlarang dan benda berbahaya seperti bubuk mesiu, Kaisar biasanya merangkul para pedagang dan membuat perjanjian.

Anehnya, Kaisar saat ini, Atheon Ardan Rogello I malah mengirimkan surat perintah yang lebih seperti ancaman bagi Archduke de Bharion.

Pasalnya,

Kaisar berkata akan menangkap sejumlah kaki tangan yang cukup penting didalam bisnisnya Archduke, menghukumnya atas tindak pidana perjudian yang menodai moral masyarakat.

"Aku langsung saja, Archduke." bisik Kaisar. "Aku memiliki permintaan sebagai ganti dari aku melepas anak-anak yang kau sayangi itu."

"Maaf sekali yang mulia, anda pikir mengancam saya dengan anak-anak itu mampu membuat saya tunduk?"

"Yang aku mau bukanlah kau tunduk atau setia padaku, Duke." Kaisar menjawab dengan nada tegas, "Aku hanya ingin kau melakukan sesuatu untukku, dan kita usai. Hanya itu."

Archduke kemudian mendekati sang Kaisar, berdiri disebelahnya, menatap kearah sungai Seoan yang merupakan salah satu kebanggaan kekaisaran itu. Sungai yang berair jernih meski sudah diwariskan dari beribu-ribu tahun lalu. Sungai yang dikenal sebagai lambang kesucian dan mengaliri sepanjang kekaisaran.

"Tergantung pada seberapa besar keuntungan yang bisa saya dapatkan. Anda tahu kan, bahwa saya adalah pebisnis, yang mulia?" tanya Archduke.

Sang Kaisar memejam sesaat. Untuk bisa mencapai kesepakatan, tentu saja ada hal yang cukup menggiurkan untuk disodorkan pada Archduke de Bharion. Namun, untuk mencapai hal itu, Kaisar harus menelan beberapa moralnya. Karena pada dasarnya tujuan mereka sendiri sangat bertolak belakang. Sampai kapanpun, seorang Kaisar haruslah mengutamakan rakyatnya apapun yang terjadi. Dan pembisnis seperti Archduke... Mereka hanya peduli tentang keuntungan. Meski itu berarti mereka harus terlibat dalam hal-hal berbahaya, licik dan terlarang.

"Tentu saja aku tahu. Dan aku tidak berniat menawarkanmu apapun yang murahan. Aku akan tawarkan padamu hal-hal yang tidak bisa kucapai tanpaku. Hal itu hanya karena aku membutuhkan bantuanmu untuk kelangsungan Kekaisaran."

Mendengar itu, Archduke tersenyum dengan wajah tampannya itu, mata hitam kebiru-biruannya yang tampak seperti langit malam itu memejam sesaat dan kemudian berucap lagi, "Mari dengarkan apa tawaran anda, yang mulia."

"Archduke." sang Kaisar melirik kearahnya dengan suara dalam namun tegas, "Aku akan langsung saja. Aku membutuhkan spermamu."

"Sper— apa?" Archduke yang tadinya tersenyum tipis, berganti dengan wajah bingung.

"Sperma. Kau pasti tahu."

"Tunggu, pembicaraan ini..."

"Aku sudah menyiapkan kereta kuda. Bisakah kita berpindah ketempat yang lebih private sekarang, Archduke?"





***




"Jadi anda membutuhkan sperma saya untuk membuat anak, yang mulia?" Archduke bertanya demi memastikan pemahamannya.

Sekarang ini, mereka berdua berada di Villa pribadi kaisar, sebuah tempat ditepi ibu kota dengan pemandangan laut yang indah. Duduk didepan balkon luas yang menghadap laut— dikursi santai dengan beberapa teh dan camilan.

"Benar, seperti yang aku jelaskan sebelumnya, karena aku melakukan ritual untuk mengubah spermaku menjadi sel telur, kalaupun aku menyetubuhi wanita sekarang, tidak akan ada anak yang terbuahi." Kaisar merapatkan kain yang melapisi tubuhnya perlahan, "Bagaimanapun, aku tidak bisa membiarkan selir-selir dari kalangan bangsawan menjadi permaisuri."

"Ini adalah rahasia besar, anda tidak takut saya akan membocorkannya?"

"Aku percaya kau adalah orang yang rasional dan bukannya orang Iseng, Archduke." balas Kaisar. "Kalau penilaianku terhadapmu ini salah, aku rela dianggap sebagai Kaisar yang tidak seperti laki-laki lagi."

"Penilaian anda terhadap saya cukup tinggi rupanya."

"Aku tidak memilih sembarangan orang untuk memiliki anak bersamaku." jelas Kaisar. Angin malam menghembus helai surai perak itu dengan lembut, membuat Archduke menelengkan matanya demi menatap setiap helai yang membelai mata sang Kaisar yang terlihat cantik memejam dengan bulu mata yang manis.

Tunggu.

Kenapa dia malah memikirkan tentang bentuk mata Kaisar? Archduke merutuki dirinya sendiri dalam hati. "Apa yang membuat anda memilih saya?" pertanyaan yang keluar setelah memikirkannya matang-matang. Tentu saja Archduke membutuhkan jawaban atas pertanyaannya.

Dan Kaisar menjawab dengan tanpa ragu, "Aku berharap kau akan menjadi orang kepercayaanku di masa mendatang."

"Yang mulia, anda tahu kan saya pihak netral? Saya tidak memihak fraksi Kaisar ataupun fraksi bangsawan."

"Aku tahu," jawab sang Kaisar. "Tapi bagaimanapun, aku tetap berharap kau akan bergabung denganku dan menjadi orang yang aku percaya. Karena kalau kau menyetujui kesepakatan kita, anak itu akan membuat kita terhubung. Kita mungkin tidak akan terikat hubungan romantis tapi kita adalah orangtuanya. Aku tidak berniat menguasai anak itu sendiri."

"Hah... Tentu saja. Saya juga tidak berpikir membuat anak itu memilih ayah atau ibunya suatu saat nanti. Oh. Apa anak itu akan memanggil anda ibu, yang mulia?"

Kaisar menatap Archduke dengan tatapan gusar, "Kenapa aku ibunya?!"

"Lalu apakah saya yang jadi ibu?" Archduke mendekatkan wajahnya pada Kaisar dengan senyuman sombong terparkir rapi disudut bibirnya, "Saya yang akan memberi anda sperma. Apakah saya cocok menjadi ibu?"

"Diam." Kaisar mendorong wajah Archduke menjauh dengan sorot ekspresi jijik, "Bicarakan itu nanti."

"Anda malu karena pembicaaan ini?" Archduke tampaknya senang saat menyadari telinga Kaisar menjadi merah sepadam tomat ketika dia menggodanya mengenai hal itu.

Ternyata baginda punya sisi lucu, pikirnya.



Marry The EmperorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang