16.

1.3K 273 16
                                    





Pada akhirnya, Kaisar Atheon memilih untuk ikut bersama Archduke ke Dukedom. Bukan karena ia mengalah pada sikap keras kepala Archduke. Tetapi, demi menghindari kecurigaan bahwa Archduke telah melepas status netralnya. Lagipula, tidak ada hal yang akan berakhir baik jika para bangsawan dan rakyat mengetahui kondisi Kaisar.

Dengan alasan bahwa Kaisar melakukan kunjungan kerja sama dengan Dukedom, ia kemudian berangkat dengan dikawal oleh mobil otomotif yang sedang dikembangkan Archduke.

Para bangsawan terheran-heran, melihat kendaraan yang sama sekali belum mereka ketahui bentuknya muncul dan dikendarai Kaisar. Tentu saja kendaraan yang dibawa Archduke itu sangat asing dimata para bangsawan yang masih mengandalkan kuda untuk menarik kendaraan mereka. Kemudian, muncul rumor jika Kaisar dan Archduke punya kesepakatan terkait bisnis mobil manual itu.

Padahal, Archduke hanya ingin Kaisar bisa sampai di Dukedom dengan kendaraan sennyaman dan secepat mungkin. Kaisar tidak bisa berkata apa-apa. Selain karena dia tidak mau berdebat dengan Archduke yang tampak keras kepala dengan pendiriannya, perutnya semakin terasa sakit, sampai dititik dimana dia mulai mengeluarkan keringat. Dia tidak bisa lagi menutupi rasa sakitnya.

Archduke, terduduk disampingnya didalam mobil manual yang bahkan belum sempurna itu, memeluk tubuh Kaisar dengan hati-hati. Mata tajamnya yang selalu tampak tajam dan penuh wibawa sedikit bergetar saat dia meletakkan bibirnya didahi Kaisar yang basah karena keringat. Seharusnya Kaisar merasa sakit sekarang, harusnya dia berteriak dan menangis, tapi dia hanya mengigit bibirnya saja dan menahan semua suara didadanya.

Fakta bahwa Archduke telah membuat racun yang menyiksa Kaisar menjadi kutukan baginya,

Rasanya ia ingin meninju dirinya sendiri saat itu.

"Baginda, duduklah yang nyaman." Archduke bertanya dengan hati-hati.

"Sakit." Baginda bergumam sembari membenamkan wajahnya pada dada bidang Archduke.

"Saya tahu, mari kita—"

"Tidak sebanding dengan rasa sakit saat melahirkan Dane, tetapi setidaknyaa rasa sakitnya pulih dalam seminggu."

Mendengar itu, Archduke tampak goyah lagi, memeluk kepala Kaisar agar bersandar padanya. "Maafkan saya."

"Ini bukan salahmu." Kaisar terkekeh dengan suara lemah. "Musuhku memang banyak, ada saatnya percobaan pembunuhan mereka berhasil sekali dua kali, mau sehebat apapun prajuritku."

"Tetap saja. Saya yang membuat racun itu." Archduke mengepalkan tangannya sendiri, geram. Ia harusnya tidak menjajakan racun itu dengan serampangan. Harusnya ia memeriksa identitas para pembeli. Dia memang bodoh.

Kaisar berdeham, "Aku tidak tahu kalau kau punya rasa tanggung jawab yang begitu besar."

"Ini bukan tanggung jawab." Selaknya.

"Lalu apa?"

"Saya peduli pada anda, Baginda."

Kaisar tampak tersenyum kecut. "Yah, aku tahu alasannya. Tenang saja, begitu aku sembuh dari sakit ini, aku akan melahirkan anakmu."

"BAGINDA!" Suara Archduke menggelegar di mobil itu. Supir didepan melirik sebentar kebelakang demi memastikan keadaan baik-baik saja, sebelum akhirnya kembali memfokuskan pandangannya kedepan jalan.

Archduke tampak murka dan frustasi, ia mengurut keningnya, berusaha menenangkan diri sendiri. "Maaf. Saya tidak bermaksud berteriak."

"Tidak masalah." Jawab Kaisar, singkat. Setelahnya, perjalanan menuju Dukedom diisi dengan keheningan dan suara ringkihan Kaisar. Archduke akan memeluk Kaisae setiap saat dengan wajah penuh kekhawatiran, kesal dan geram dengan dirinya sendiri. Rasanya, ini pertama kalinya Archduke memiliki emosi sebanyak ini dalam ekspresinya.

Tidak biasa.











***





Dane tidak ikut ke Dukedom. Sebagai gantinya, prajurit bayangan Kaisar dan Archduke, bekerja sama untuk sementara waktu mengawal Putra Mahkota yang masih kecil itu. Mereka meninggalkan sebanyak mungkin prajurit terbaik, bahkan sampai pengawal pribadi Kaisar. Karena toh ksatria paling kuat di Kekaisaran saat ini—Dave Gherwyn de Bharion, sedang menjaga langsung sang Kaisar.

Semua orang mengakui bahwa untuk urusan berpedang, tidak akan ada yang mampu bertanding dengan Archduke yang sudah menguasai seni pedang dan Aura, yang jika diukur jumlah aura-nya, bisa sebanyak mana pada pemimpin menara sihir. Archduke itu berpotensi menjadi komandan prajurit khusus jika ia mau, jikalau saja ia tidak berfokus pada perdagangannya.

Padahal awalnya prajurit istana sangat berhati-hati dengan prajurit rahasia Archduke yang selalu mencoba mengendap-ngendap masuk menerobos penjagaan mereka, tapi karena sekarang mereka disuruh bekerja sama, rasanya mereka jadi lebih kompak satu sama lain.

Dane mengkhawatirkan Kaisar. Tetapi ia tidak bisa ikut. Ia harus mengikuti pelajaran menjadi Kaisar yang rutin ia ikuti setiap harinya. Menjalankan tugasnya sebagai Putra Mahkota. Apalagi saat ini Istana sedang ditinggalkan Kaisar, Dane tidak boleh membuat istana terlihat seperti tempat kosong karena sang Kaisar dan Putra Mahkota pergi bersama.

Dane mengelap sisa-sisa air mata dipelupuk matanya. Berusaha bersikap tegar agar Atheon, Kaisar Atheon bisa kembali dengan bangga dan nyaman saat ia sedang sembuh nanti.

"Dane akan berusaha..."







Marry The EmperorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang