17.

1.6K 295 23
                                    







Saat Kaisar terbangun, ia dapat melihat kamar gelap dan minim cahaya disekitarnya. Tempat tidur yang dia tempati terasa nyaman, bahkan lebih nyaman daripada tempat tidurnya di Istana. Ada bau harum segar entah darimana, warna kamar monokrom dan perabotan mahal dengan ornamen yang indah.

Ini kamar Archduke. Sudah jelas, ornamen sebagus itu tidak mungkin bisa didapati dengan mudah, kalau ia bukan Archduke Of Camstell, Dave Gherwyn de Bharion.

Kenapa?

Saat Kaisar melirik kesana kemari dengan lirikan netranya, berusaha beradaptasi dan mengidentifikasi situasinya, dia bisa melihat Archduke yang duduk diseberang kasurnya dengan wajah tanpa ekspresi. Pakaiannya yang berwarna hitam membuat Kaisar awalnya tidak menyadari bahwa dia berada diruangan temaram itu.

Mereka hanya bertukar pandang tanpa bicara selama beberapa menit. Entah sejak kapan Archduke berada disana dan menontonnya tidur. Ia bahkan tidak bergerak sedikitpun dari posisinya meski ia tahu bahwa Kaisar sudah sadar.

"Air." Kaisar akhirnya memecah keheningan.

Archduke bangkit dari kursinya, berjalan kearah nakas yang agak jauh dari kasur itu dan menuangkan air kedalam gelas, berjalan dengan langkah tegas dan tenangnya, namun saat Kaisar hendak bangkit untuk mengambil gelas itu, Archduke tiba-tiba meminum air didalam gelas itu dan meminumkannya kepada Kaisar melalui mulutnya sendiri.

Kaisar terkejut. Dia bisa merasakan jemari panjang dan tangan besar itu menekan tubuhnya lembut agar tidak bangun. Air mengaliri tenggorokan Kaisar setelahnya, ia memilih mengalah dan tidak bergerak karena sepertinya Archduke tidak ingin dia bangun dari posisi baringnya.

Archduke bangkit setelah meminumkan airnya. Meletakkan kembali gelas itu pada tempatnya dan duduk lagi dikursi yang sebelumnya ia duduki. "Baginda."

"Hm?"

"Anda punya banyak kesempatan untuk memberitahu saya kondisi anda."

"Iya."

"Lalu kenapa anda tidak mengatakan apa-apa?"

Kaisar terdiam. Apakah Archduke memandanginya dalam diam seperti tadi itu karena ini? "Karena berbahaya."

"Apa?"

"Berbahaya bagi seorang Kaisar jika orang luar tahu kondisinya sedang lemah."

"Baginda."

"Kau tidak terkecuali."

"Sial." Archduke mendesis. Nafasnya berpacu cepat, geram, kesal dan penuh kemarahan. Rahang tajam Archduke mengeras, siapa saja bisa melihat jika Archduke dalam suasana hati yang tidak baik. "Kau hampir mati."

"Aku tahu."

"Anda tahu seberapa takutnya saya saat mengobati anda? Luka anda sudah membusuk dan hampir tidak bisa sembuh jika telat barang satu hari!"

"Aku sudah merasa lukaku tidak semenyakitkan sebelumnya, kau bekerja keras menyembuhkanku, apa kau ingin sesuatu sebagai gantinya?"

"Berhentilah membicarakan politik, baginda." ujar Archduke, suaranya tajam dan berat.

"Haha." Kaisar terkekeh.

"Anda tertawa?" Tanya Archduke, murka.

"Hanya saja, beberapa hari ini aku merasa nyaman melihatmu kesal karenaku. Rasanya seperti melihat seseorang memedulikanku."

"Saya memang peduli pada anda."

Kaisar menggeleng, "Maksudku, banyak orang yang peduli padaku, tapi mereka tidak pernah melakukannya dengan baik sepertimu. Kau tahu, marah karena aku tidak menjaga diriku..." Kaisar menatap Archduke lagi, "Orang-orang tidak pernah berharap aku sembuh. Mereka berdoa dalam hati semoga keadaanku memburuk dan aku tidak pernah bangun."

"Siapa bajingan itu?" Archduke bersuara dengan nada gelap, seakan-akan siap mencabik-cabik siapapun yang keluar namanya dari mulut Kaisar saat itu juga.

"Itu tidak penting."

"Mereka menghina Kaisar, tentu saja penting."

"Aku masih butuh mereka."

"Apa?"

Kaisar tersenyum kecut, "Para bangsawan adalah penggerak roda perekonomian Kekaisaran. Setelah kematian Kaisar terdahulu, aku memang berhasil menyelamatkan sisa-sisa asset negara yang dia gadaikan. Tapi beberapa asset yang dia gadaikan pada bangsawan banyak yang jatuh tempo."

Archduke tidak merubah air mukanya sekalipun mendengar cerita itu. "Jadi, hampir semua bisnis milik istana dimiliki faksi bangsawan?"

Kaisar mengangguk. "Ya... Karena hukum negara, mereka tidak bisa menjual asset milik Kekaisaran, ataupun menetapkan harga diluar yang sudah ditetapkan Kekaisaran. Jadi aku berjanji akan membeli kembali semua asset itu."

"Jadi karena itulah anda tidak bisa menghukum mereka sesuka hati selama ini."

Kaisar terkekeh. "Benar, mereka menghinaku didepan mataku, memasukkan anak mereka ke istana seolah-olah istana milik mereka, itu karena aku lemah. Aku berhutang pada mereka. Karena itulah..." Kaisar meremas selimutnya dengan erat. "Aku tidak bisa mati sekarang. Tidak bisa. Bagaimana bisa aku mewariskan semua hutang ini pada Dane? Aku tidak bisa."

Archduke diam lagi, "Anda tidak mau meminta bantuan saya karena anda takut itu akan jadi hutang untuk Dane?"

Kaisar diam. Ia hanya memalingkan wajah dari Archduke. Seolah-olah enggan menjawab. Namun Archduke tahu jika jawaban dari pertanyaannya adalah iya.

"Dane memang putra mahkota, tetapi dia anak saya. Anda pikir saya setega itu menagih hutang yang bahkan bukan dibuat olehnya?"

"Ada ayah didunia ini yang bisa menjadi brengsek pada anaknya sendiri."

"Saya tidak akan seperti itu."

"Baguslah."


Archduke frustrasi. "Yang Mulia Baginda Kaisar," panggil Archduke. "Saya memang terlihat tidak berperasaan, tapi saya punya."

"Tidak meyakinkan."

"Terserah anda mau yakin atau tidak." Archduke berucap dengan tenang. "Lagipula, lebih baik menunjukkannya langsung daripada menjelaskan sebanyak apapun."

Kaisar melirik Archduke. "Apa maksudmu?"

"Maksudku?" Archduke tersenyum. Ia berdiri dari tempatnya seraya menatap Kaisar yang masih berbaring ditempat tidur. "Mulai sekarang, saya tidak akan lagi jadi pihak netral."

"Apa?!" Bola mata jernih Kaisar membelalak, kaget. Hampir berjengit dari tempatnya, saat kemudian Archduke membetulkan jas panjangnya dan berjalan kearah pintu kamar megah itu.

"Saya mulai sekarang akan jadi fraksi Kaisar. Masa bodoh dengan keseimbangan Kekaisaran."


Marry The EmperorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang