08

2.2K 327 17
                                    




Archduke memang datang ke acara pemberkatan. Tidak ada hal yang istimewa dan terlalu mewah dari acara itu, kecuali fakta bahwa para bangsawan terang-terangan mengenakan pakaian mewah dan meriah—padahal ini adalah ritual suci yang mengharuskan para penonton terlihat sesederhana mungkin.

Kaisar datang setelah dipanggil. Dia menutup kepala Putra Mahkota dengan kain tipis. Archduke tampak menengadah demi mengintip lebih sedikit bagaimana wajah sang penerus Kaisar masa depan itu. Tetapi, Kaisar yang berdiri dengan wajah tegas itu tidak membiarkan wajah Putra Mahkota terlihat.

Anehnya, Archduke sangat penasaran dengan rupa anak yang diketahuinya lahir karena sperma miliknya.

Bayi itu pasti akan sangat cantik kalau dia mirip dengan Kaisar, tapi kalau dia mirip dengan Archduke...











"Dia menutup wajah putra mahkota. Sudah pasti anak itu campuran."

Archduke bisa mendengar penonton dari belakang punggungnya berbisik-bisik, cekikikan dengan satu sama lain sembari mencemooh Kaisar dan Putra Mahkota.

"Anak itu pasti tidak punya rambut Emas, seperti layaknya pewaris kerajaan. Makanya Kaisar malu."

"Memalukan. Beraninya dia membawa anak rendahan ke Istana?"

"Seberapa frustasinyapun dia karena tidak punya anak... Kenapa harus rakjat jelata? Memalukan."

"Hahaha. Kaisar harusnya punya martabat."

Jari-jemari Archduke mengepal. Rahang tajamnya menegas, seolah-olah siap meluncurkan tinjunya kemana saja tidak peduli siapa itu yang mengeluarkan suara mengenai anaknya. Sumpah,

Apa seperti ini mereka memperlakukan Kaisar dari Kekaisaran ini? Apa Atheon, duduk di singgasana itu mendengarkan cemoohan dan makian dari orang yang lebih rendah darinya ini? Ini bahkan tidak lucu.

Sekelebat ingatan tentang hari dimana ia dan Kaisar menyelesaikan seks mereka terulang di kepala Archduke bagai rekaman.







Kaisar bernafas berat, tersengal-sengal sembari terbaring telentang disamping Archduke. Dia mengelus perutnya sedikit dengan lembut sembari melirik pada Archduke yang tampak mencari sesuatu dilaci nakasnya.

"Rokok?" tanya Kaisar.

"Benar, saya membutuhkan satu." Archduke kemudian mengeluarkan beberapa batang tembakau yang dililit kertas kayu dan menyesapnya dengan khidmat.

Ini pertama kalinya Kaisar melihat sebuah rokok yang simpel seperti itu. Terlihat seperti bisa dibawa dimana saja dan bisa langsung dibuang begitu habis. Para petinggi Kekaisaran saja bahkan masih menggunakan cerutu manual yang bahan bakarnya harus diisi secara rutin dan dipegangkan ujungnya agar tidak menyentuh permukaan meja.

"Anda orang yang penuh kreatifitas, ya." ujar Kaisar. Saat semua orang masih menggunakan gaya yang lama—Archduke sudah memakai barang terbaru yang pastinya tidak lama lagi akan keluar sebagai tren. Sejujurnya, apakah yang diuntungkan disini benar Archduke ataukah Kaisar?

"Karena aku pebisnis." Jawab Archduke, dengan mudahnya. Tentu saja, sepanjang hidupnya, Archduke memusatkan perhatiannya pada pengembangan bisnis keluarganya. Keluarga Archduke itu dulu punya kekayaan melimpah. Semuanya berkat kakek buyutnya yang sama pekerja kerasnya seperti Archduke.

Kekayaan itu terus bertahan sampai 3 generasi, meski keluarga Archduke hidup bermewah-mewah dan tidak bekerja. Tetapi, tentu saja, ada saatnya kekayaan yang dulunya terlihat tidak akan habis itu benar-benar habis tak bersisa jika tidak diisi ulang.

Ayah dan ibunya Archduke terdahulu sangat membanggakan kekayaan itu, yang membuat mereka disegani oleh para bangsawan dan bahkan kaisar-kaisar terdahulu. Mengatakan bahwa pendahulu mereka adalah pebisnis lihai dan terampil, mampu membuat keturunannya melenggok tanpa bekerja dengan hasil usahanya.

Tetapi, saat Archduke sadar jika dia adalah generasi ke-4 dari pebisnis lihai yang mereka bicarakan itu,

Archduke sadar kalau kekayaan kakeknya, akan berhenti tepat di masa penerusannya menjadi Archduke.

"Keluarga Archduke itu penuh dengan orang jenius. Tapi jarang sekali dari mereka mau menunjukkan minat pada bakat itu. Bahasa kasarnya, mereka itu pemalas." Archduke menghela rokoknya dengan dalam,

"Benarkah?" Tanya Kaisar.

"Saya malu mengakuinya. Tapi begitulah adanya. Archduke terdulu, pernah secara tidak sengaja menemukan tambang emas di ufuk timur kekaisaran."

"Apa? Tambang emas dibagian timur... Maksudmu tambang emas milik keluarga Viscount Arome?"

Archduke tersenyum, "Anda tahu hal itu? Saya saja tidak ingat."

"Itu karena aku mengingat kejadian penting di kekaisaran. Berkat tambang emas itu, nilai mata uang kita naik. Itu adalah hal yang harus diketahui oleh seorang kaisar."

Archduke tersenyum. Hampir mirip seperti seseorang yang bangga pada muridnya. "Seandainya Archduke terdahulu punya prinsip dan tekad sepertimu, tambang emas itu pasti sekarang jadi salah satu kepemilikan keluargaku."

"Benarkah? Aku tidak tahu kalau Archduke terdahulu yang menemukan tambang itu."

"Itu karena ayahku tertarik pada jenis tanah." Archduke menjelaskan lagi, karena dia sering bepergian untuk memuaskan nafsu menuntut ilmunya itu, dia secara alami tahu tanah yang kaya akan emas itu. Dia menyerahkan tambang mahal itu pada Viscount Arome karena Vuscount adalah pemilik dari tempat dia menemukan tambang itu."

Kaisar mengangguk, "Begitu ya, Archduke terdahulu pasti merasa, bahwa untuk mengambil alih, mengelola, membuka, dan memanfaatkan hasil tambang adalah pekerjaan yang merepotkan. Jadi dia berikan pada orang lain?"

Archduke tersenyum, "Benar... Saya sempat membenci ayah saya sendiri saat itu. Bagaimana bisa dia tidak memikirkan anaknya yang berkemungkinan hidup sebagai duke miskin?"

Kaisar menghela nafas, "Aku tidak tahu ada cerita seperti itu."

"Kalau ditilik lebih lanjut, banyak kejadian seperti itu dikeluargaku. Mereka sangat pandai dalam hal-hal aneh, tapi mereka mudah menyerah jika menyangkut hal yang membuat mereka tidak bisa menekuni hobi aneh mereka." Archduke tampak serius saat kemudian dia menatap Kaisar. "Karena itulah menurutku, anda itu spesial, Yang Mulia. Hal yang tidak ada pada keluargaku bahkan aku sendiripun tidak bisa melakukannya sebaik dirimu..."

"Tekad dan harga diri."




Marry The EmperorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang