07.

2.9K 374 12
                                    

 





Acara pemberkatan putra mahkota sudah dekat. Tentu saja istana berubah menjadi tempat yang sibuk seketika. Untuk memastikan putra mahkota tumbuh menjadi pemimpin yang baik dan berbudi luhur, sudah menjadi tradisi untuk mengadakan acara pemberkatan untuknya.

Meski sebenarnya, acara pemberkatan ini lebih seperti kedok untuk memastikan apakah putra mahkota anak haram atau tidak. Anak haram itu, bukan hanya lahir diluar pernikahan. Didalam istana kekaisaran, anak haram itu berarti hanya anak yang memiliki darah orang biasa. Ada legenda yang mengatakan, 36 keluarga kebangsawanan utama mendapatkan berkah oleh para leluhur mereka yang agung, hingga saat ini darah mereka lebih suci dari rakyat biasa.

Karena bangsawan sangat menjaga keistimewaan itulah mengapa mereka melarang keras pernikahan bangsawan dan rakyat biasa. Tentu saja, jika putra mahkota terbukti merupakan anak dengan darah rendahan, akan semakin mudah melengserkan Kaisar.

Sepertinya mereka sangat yakin jika putra mahkota adalah anak dengan darah rendahan.

"Benarkah?" Kaisar bertanya dengan santai, memerhatikan laporan yang telah diserahkan ajudannya sore ini dikantornya.

Gosip di istana, reaksi masyarakat, dan rencana bangsawan. Kaisar tersenyum tipis, "Sangat mudah menggerakkan mereka."

Ajudannya mengangguk, "Seperti dugaan anda, gosip tentang garis keturunan putra mahkota berhasil membuat para bangsawan mengadakan rapat rahasia lagi. Sepertinya mereka akan melayangkam protes resmi sebentar lagi."

"Bagus."

Kaisar tersenyum puas, kakinya mengetuk-ngetuk lantai dengan gembira. Rencananya berjalan lancar. Jika dia berhasil membungkam para bangsawan itu nanti, dia bisa tenang selama beberapa saat dan menjalankan pemerintahan tanpa bantahan yang tidak perlu dari bangsawan. Dia juga bisa mengamankan putra mahkota dengan dalih menjaga keamanannya. Sungguh rencana yang apik.

"Tapi Yang Mulia, saya khawatir kalau Archduke sedikit salah paham akan situasinya."

"Hah? Kenapa salah paham?" tanya Kaisar, tidak mengerti.

"Anda tahu, dia mungkin tidak akan tinggal diam jika nama beliau terbawa-bawa didalam kasus ini. Saya bisa merasakan pergerakan pasukan Bharion hitam disekitar istana."

Kaisar mendelik. Alisnya terangkat sebelah. Bingung, "Mengapa Bharion hitam ada di istana? Mereka pasukan khusus milik Archduke."

"Benar, saya khawatir Archduke tersinggung dengan namanya yang akhir-akhir ini disebut dalam gosip yang ada di istana."

Kaisar tampak bimbang sejenak. Memang sih, sulit dipungkiri bahwa meski nama Archduke tenggelam dalam kompilasi gosip-gosip istana dan belum mampu mengalahkan gosip terpanas tentang putra mahkota; tetap saja, namanya masih disebut-sebut.

Apa dia marah?

"Kalau begitu, undang Archduke kemari sebelum dia kembali ke Bharion," ujar Kaisar, dengan nada lelah. Jemarinya mengurut kepalanya sendiri,

"Yang mulia." Ajudannya menggelengkan kepala setelah menerima bisikan dari pelayan yang baru saja datang tergopoh-gopoh dari arah luar ruangan.

"Ada apa?"

"Archduke disini."


***

"Selamat datang di istana Kekaisaran, Archduke." Kaisar berucap sesopan mungkin. Dia bahkan telah mengeluarkan teh koleksinya yang paling mahal untuk membujuk hati Archduke yang diduganya sedang marah.

"Saya yakin anda sudah dapat menebak mengapa saya datang, Yang Mulia." Archduke itu ya, kemanapun dia pergi, dia mampu mengintimidasi siapa saja hanya dengan tatapan dingin tanpa ekspresinya, dan aura pedang master yang telah menjadi bagian dari dirinya. Kaisar juga tidak luput dari hal itu.

Perbedaan kekuatan mereka terlalu berbeda. Jadi, jangankan bermimpi melawan, Kaisar bisa mati dalam sekejap detik jika dia menyenggol hati Archduke.

"Pertama-tama, aku meminta maaf." Kaisar mendahului Archduke berbicara. "Aku tidak bermaksud membiarkan rumor tentangmu—"

"—Rumor?" potong Archduke. "Yang Mulia, memangnya rumor apa yang tersebar di Istana sampai anda ingin meminta maaf?"

Kaisar mengedip. Padahal dia pikir Archduke datang ke Istama karena marah. Gosip mengenai putra mahkota yang menggunakannya tersebar. Tidak besar, tapi cukup untuk membuat resah. Bagaimanapun, Archduke itu hanyalah penyumbang sperma. Peduli apa dia kepada Kaisar dan anak-anaknya?

"Oh, maaf. Saya salah paham." Kaisar berdeham tidak enak. "Kalau begitu, saya akan membuka jalur laut milik kekaisaran agar Archduke bisa--"

"Anda berpikir saya kesini demi menuntut sesuatu?" Archduke tidak habis pikir. Oh, tentu saja niatnya datang memang karena dia ingin menuntut sesuatu. Tapi yang dia inginkan bukanlah hal yang sepele seperti itu. "Dimana undangan saya?"

"Apa?"

"Anak saya akan melakukan pemberkatan. Kenapa anda tidak mengundang saya sama sekali?" Archduke datang karena merasa diasingkan. Dirinya tahu betul jika hubungan mereka hanya sebatas perjanjian. Namun, Archduke sepertinya tidak lagi terlalu setuju dengan hal itu.

"Saya cukup banyak bersabar." Kaisar mengurut keningnya sendiri, mencoba untuk tidak melampiaskan kekesalan kepada Archduke. "Anda tahu kalau anda tidak boleh tidak netral, Archduke."

Archduke adalah simbol kenetralan yang ada di Kekaisaran. Fraksi bangsawan dan Fraksi Kaisar terus berserteru. Satu-satunya hal yang membuat mereka belum pernah mengangkat senjata sama sekali adalah karena Archduke itu tidak memihak meski dia memiliki banyak pengaruh. Jika Archduke memihak salah satunya; bangsawan maupun kaisar, sudah pasti akan terjadi ketidakseimbangan. Bagi bangsawan, situasi dimana mereka dengan mudah bisa melengserkan kaisar adalah yang terpenting. Namun bagi Kaisar, itu adalah bencana besar. Bencana besar, karena apapun yang terjadi di istana, yang paling merasakan dampaknya adalah rakyat biaa dan bukan dirinya maupun bangsawan.

"Saya tidak berniat untuk memihak anda, Yang Mulia." ujar Archduke. Bagaimanapun. "Bagaimanapun, anak itu adalah bagian dari saya. Saya punya hak untuk memastikan apakah anak yang memiliki darah saya itu seperti apa."

Archduke tahu benar bahwa Kaisar tidak berniat untuk melibatkannya dalam hal apapun yang terlalu pribadi. Anehnya, Archduke tidak terlalu senang dengan hal itu.

Padahal jika Kaisar mau membungkuk dan merendahkan nada bicaranya sedikit saja pada Archduke, mungkin sekarang Archduke akan membantunya mengatasi satu atau dua masalah yang memberatkannya. Tapi,

Kaisar sama sekali tidak meminta bantuannya kecuali untuk hal-hal yang ada didalam kesepakatan mereka.

Sebenarnya, apa yang dia inginkan dari Kaisar?

"Karena anda memaksa," Kaisar bernafas panjang sembari memberikan sebuah lencana pada Archduke. "Itu lencana yang memungkinkan anda masuk istana tanpa dihalangi pengawal maupun pelindung istana. Jadi, datanglah. Sebaiknya anda sembunyikan juga identitas anda, kalau tidak, orang-orang bisa mengira anda sekarang masuk fraksi kaisar."



Archduke menerima lencana itu dengan mata berkilat-kilat. Lagi-lagi Kaisar duduk dengan jubah megahnya itu dihadapan Archduke. Tiada satupun dari ucapannya terbata-bata, maupun merendah. Kaisar terlihat sangat agung seperti biasa.

Marry The EmperorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang