IV. Meet You

111 11 0
                                    

Aaaa..."

Claudia bangun dari tidurnya dan langsung terduduk sembari mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.

Sungguh, ia bahkan tidak paham mengapa ia lagi-lagi memimpikan hari kematiannya di kehidupan sebelumnya. Padahal ia sudah berusaha melupakan kejadian traumatis itu, namun nyatanya dunia seakan memaksanya untuk ingat bahkan sampai ke alam mimpi.

Ia bangun dari kasurnya dan baru menyadari bahwa hari ini sudah pagi setelah melihat cahaya yang menusuk masuk ke celah-celah jendela kamarnya. Segera ia membunyikan lonceng untuk memanggil pelayannya.

Shopia, pelayan pribadinya itu masuk sesaat setelah mendengar bunyi lonceng dari kamar nonanya. Ia membawa sebaskom air hangat dan handuk untuk mencuci muka.

Claudia mulai membasuh mukanya dan mengeringkannya dengan handuk yang diberikan Shopia. Pelayan pribadinya ini sangat kaku dan formal, walaupun ia senang shopia sangat cekatan tapi ia juga butuh teman mengobrol.

"Apakah anda ingin sarapan terlebih dahulu, nona?" Tanya shopia mengingat kebiasaan yang akhir-akhir ini nonanya lakukan. Sebab jika tidak ada perintah untuk sarapan bersama dengan raja, Claudia lebih sering berlama-lama di kamarnya dan ketika menjelang siang barulah ia keluar untuk meminum teh di dekat taman. Shopia sudah hafal.

"Yah, seperti biasa saja."

Kereta makanan yang mengangkut sarapannya datang kearahnya setelah Claudia duduk di kursi dekat jendela kamar. Pelayan yang bertugas menyajikan makanan tampak takut-takut meletakkan makanan ke meja di depannya. Baru setelah selesai, Shopia memerintahkan pelayan itu untuk keluar bersamanya.

"Selamat menikmati sarapan anda, nona."

Setelah pintu kamarnya ditutup, Claudia menatap sup ikan, roti panggang keju, telur mata sapi, dan bacon renyah di mejanya. Makanan ini sangat menggugah seleranya hingga ia makan dengan lahap.

Namun, belum selesai menghabiskan sarapannya Claudia dapat mendengar suara berisik dari luar istana. Suara teriakan kemenangan seperti menghalangi fokus pada makanan di hadapannya.

Tak berlama-lama ia kembali memanggil Shopia untuk masuk ke kamarnya.

"Apa yang terjadi di luar Shopia?" Tanya Claudia.

"Izin menjawab nona, itu adalah suara tentara yang kembali dari medan perang. Kakak anda dan pasukannya berhasil mengalahkan kaum barbar." Shopia menjelaskan dengan senyum pada wajahnya, sepertinya ia ikut senang dengan berita kemenangan kali ini. Tentu saja, siapa yang tidak senang dengan berita itu.

Berbeda dengan Shopia, Claudia justru mendelikan matanya. Ia lupa tentang hal ini, bagaimana ini. Pasti sebentar lagi ayahnya akan menyuruhnya untuk ikut menyambut para pasukan Witsneria itu.

Ah rasanya malas sekali

"Selamat pagi, putri Claudia. Kami diperintahkan baginda raja untuk mengajak anda datang ke Aula Istana." Kan, apa kata Claudia. Ia pasti akan menghadapi hal ini.

Dengan takut-takut cemas, ia mengiyakan ajakan orang-orang suruhan raja.

"Baiklah, aku akan bersiap sebentar."

***

Lelaki itu berjalan dengan langkah yang pasti, mengikuti pangeran kedua yang ada di depannya. Memasuki ruang aula istana yang berdesain megah dan luas.

Langkahnya terhenti ketika ia sudah berada di tengah-tengah ruangan. Ia menatap ke arah singgasana, disana terdapat raja, putra mahkota dan seorang gadis yang berdiri di dekat raja.

Lelaki itu menatap lamat-lamat gadis di depannya yang menggunakan gaun berwarna merah muda. Ia sempat terpesona dengan kecantikan gadis itu hingga akhirnya lamunannya buyar ketika pria di sebelahnya membuka suara.

"Salam untuk cahaya kerajaan Witsneria." Lelaki yang bertubuh tinggi itu mengikuti tubuh pangeran kedua yang menunduk hormat kepada raja.

Raja menganggukkan kepalanya seraya tersenyum menatap putra dan panglimanya. "Aku sangat senang akhirnya kalian kembali dengan selamat dan membuatku bangga. Terlebih kau Axelion, aku mendengar banyak kemajuan yang kau capai selama di medan perang. Aku harus banyak-banyak mengucapkan terima kasih pada Duke of Winderwol kalau begini."

"Tidak yang mulia, terlepas dari peran saya yang mulia pangeran sangat berbakat." Ujar lelaki bergelar Duke itu setelah sekian lama.

"Kau terlalu merendah, Azhef. Padahal jika tidak ada kau yang pandai menyusun strategi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa." Perkataan itu keluar dari mulut Axelion, memuji bagaimana hebatnya kawannya itu dalam menyusun strategi perang.

"Kau berlebihan." Lelaki yang dipuji itu terkekeh mendengar perkataan Axelion.

"Kau harus hadir di pesta kemenangan, Duke! Itu akan di gelar di istana dua hari lagi." Raja tersenyum ke arahnya sambil menunggu jawaban lelaki itu.

"Tentu saja, yang mulia." Balasnya dengan hormat.

"Ekhem apakah kau memiliki teman untuk mendampingimu berdansa, Duke? Jika belum mau bisa mengajak putriku kalau mau." Azhef sedikit terkejut dengan perkataan itu dan ia yang tadinya memang sempat melihat sang putri kembali menatap sang putri.

Putri tampak terkejut dengan perkataan raja, sama dengan dirinya. Namun hal yang membuatnya tertarik adalah ketika gadis itu menampilkan wajah pucat pasi seperti sangat ketakutan sambil menundukkan kepalanya. Apakah putri takut padanya? Padahal ia sudah melepas baju zirahnya tadi.

"Sebuah kehormatan bagi saya Yang mulia." Jawaban itu membuat raja tersenyum ke arahnya.

"Apa maksudnya ayah? Tentu saja aku yang akan menjadi pasangan dansa, Claudia." Axelion menampilkan wajah yang kesal ke arah ayahnya itu.

"Kau ini. Tidak bisakah kau mengerti maksudku?" Balas raja.

"Tidak, tidak. Mengapa jadi kalian? Akulah yang lebih pantas untuk berdansa dengan, Claudia." Aideen yang sejak tadi hanya diam pun ikut memperebutkan posisi itu.

Raja menghela nafas lelah, ia memang tidak pernah merasa tenang jika kedua putranya sudah bertemu. Seperti ada saja hal yang membuat mereka bertengkar karena berebut sesuatu.

***

Claudia memijit keningnya yang tidak pusing. Memikirkan bagaimana bisa raja tiba-tiba secara tidak sengaja malah membuatnya dekat dengan Azheef. Duke itu bahkan tidak menolak demi kehormatannya atas titah raja.

Claudia memang tahu bahwa di novel, sebelum menikah dengannya Azheef adalah seorang panglima perang yang sangat setia dan menjadi kepercayaan raja. Duke sebelumnya atau ayah Azheef bersahabat dekat dengan raja sehingga tidak heran raja sangat percaya pada Azheef. Pun begitu seperti sebuah hubungan turun-temurun, kakaknya Axelion bersahabat dekat dengan Azheef.

Namun bagitu, karena kondisinya dulu yang sering sakit saat melewati masa-masa remaja awal Claudia tidak pernah keluar dari istana kediamannya yang berada di sayap kanan istana utama. Sehingga sudah pasti ia tidak pernah melihat Azheef.

Di novel pun pertama kalinya Claudia bertemu Azheef adalah ketika Azheef memberi hormat selepas perang di aula istana dan ya, itu sudah terjadi.
Claudia mengigit bibirnya, menahan tangis. Padahal ia harusnya tidak takut, karena selagi ia tidak dekat-dekat atau menggoda Azheef maka ia pasti aman. Namun, bak mendekati malaikat pencabut nyawa Claudia tetap merasa takut.

Sial.

***

The Duke's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang