Kehidupan yang monoton dan tidak berkembang membuat Dita semakin frustasi. Niat merantau ke kota besar supaya karir berkembang, malah lingkungan toxic yang dia dapat. Persaingan antar karyawan dalam merebut atensi atasan, apalagi kalau atasan yang masih single, motif karyawan wanita tidak hanya sebatas bisa dipercaya sebagai staf yang handal, namun motif lainnya yaitu biar bisa menggaet si atasan dan menjadikan mereka sebagai istri.
Dita mulai sadar bahwa kehidupan kota besar, kota metropolitan tidak cocok bagi dia yang sederhana. Dulu...sesaat setelah selesai kuliah dia sangat bersemangat bekerja untuk mengumpulkan pundi pundi uang sehingga bisa hidup nyaman, trendi, hura hura, dan mewah.
Namun makin ke sini jadi makin ke sana. Hubungan percintaan yang tidak pernah berhasil karena trauma masa lalu dengan apa yang menimpa temannya, sehingga dia tidak bisa melangkah lebih jauh dari sekedar ciuman, sedangkan kekasihnya menuntut lebih yang tidak bisa Dita penuhi dan akhirnya berujung putus, karena dengan tak tahu malunya si mantan pacar menduakan dirinya, two timer, padahal barang apapun yg mantan pacarnya mau selalu Dita belikan. Sudah se-effort itu tapi tetap juga diduakan. Nasib.....Dita tidak mau jadi orang bodoh lagi. Dia memutuskan untuk menjadi orang yang datar tak punya perasaan, cuek bebek wek wek. "NO ROMANCE!!!!! YANG PENTING UANG UANG UANG!!!!"
Dita menatap pemandangan sepanjang jalan di luar bis dimana dia naik untuk pergi ke ujung dunia. Canda..... kalau tanah kelahirannya Dita di ujung selatan maka sekarang dia menuju ke arah selatan. Dia naik bis secara random, dan memutuskan akan menetap di tujuan akhir dari bis yang dia naiki.
Bis berhenti di halte terakhir, dengan rasa kantuk yang masih bergelanyut, Dita menarik kopernya malas.
Dita memandang sekitarnya dengan teliti, mencari minimarket untik mencari beberapa minuman dan alat mandi. Namun yang dia temukan adalah pohon pohon dan pohon.
Dita sudah sangat lelah san tak sanggup berjalan lagi. Dia bingung dengan leadaan sekitarnya. Tak ada satu pun bangunan yang terlita ditambah tak satu manusiapun lewat.
"Sepertinya aku salah pilih kota...." Dita mengusap wajahnya yang penuh keringat dengan sapu tangan pink miliknya. "Aku tersesat....." Dita tersenyum kecut.
Dita meletakkan sembarangan kopernya di atas tanah kemudian duduk di atasnya. Dia mengeluarkan handphone dari sakunya dan mencoba mencari info dimana posisinya berada. Namun sial, sonyal tak mendukung, tanda di handphone hanya berputar putar loading.... "sial......" Dita meringis mulai menangis. Badannya melorot lemas. "Sudahlah...mati saja...." gumamnya putus asa.
Dita memejamkan matanya, bernafas demgan teratur dan mencoba menenangkan dirinya apabila hal yang terburuk menimpanya.
"Ayah..ibu..maafkan aku...." derai air mata mulai membasahi pipinya.
Antara lelah menangis dan dehidrasi, Dita kehilangan kesadarannya.
......
"Hei....bangun....hei...."
Dita membuka matanya namun kemudian menutupnya kembali. "Apa aku sudah di surga?" Gumamnya
"Hei...bangunnnn...."
Dita merasa tangannya ditepuk pelan. Dita mengernyit. "Ish...gangguin aja, masih ngantuk nech..." batinnya
"Hei..." kini tepukan nya semakin keras dan lama.
Dita membuka matanya malas "Apa?"
"Bangun.."
"Kenapa harus bangun, tidur lebih enak."
"Apa kau baik baik saja?"
"Iti tidak penting karena sekarang aku sudah mati." Jawab Dita malas kemudian menutup matanya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
JinDita (Oneshoot)
Short StoryCinta tidak dapat didefinisikan Tapi bisa dibuktikan dengan kesetiaan