Minta vote-nya dulu, ya. Mau komen apa pun juga boleh. Supaya aku semangat nulisnya, Bebbb🥰🤍 Terima kasih, Sayang💜
.
.
.
.Nyaris pukul 12 malam. Zafran tengah berbaring di tempat tidurnya. Tadi tidak ikut makan malam sebab takut semeja makan dengan Kemal. Ia beralasan masih kenyang setelah makan sore bersama Mama dan Sahih sore silam.
Pemuda 19 tahun itu mencoba beristirahat. Namun, kejadian tadi pagi terus terputar-putar ulang di kepalanya. Mata yang coba ia pejamkan terbuka berkali-kali pula dan selalu refleks menatap pintu kamar. Sebab, Zafran tidak bisa mendengar. Ia takut Kemal tiba-tiba masuk saat ia tak siaga.
Laju napas Zafran selalu cepat, tak bisa santai. Kewaspadaan menyerempet kecemasan beberapa kali. Zafran tidak bisa tidur sama sekali. Ia terus memandangi pintu kamar yang tertutup, tapi tak terkunci sebab ia Tuli. Iya, Zafran mengerti. Namun, tergelitik rasa untuk melakukan perubahan sedikit.
Zafran ingin mengunci pintu kamarnya malam ini. Boleh, ya?
Ia takut Kemal datang. Sumpah mati, ia sungguh sangat takut meski cuma membayangkan.
Pemuda itu pun bangkit dari rebahan. Berjalan menuju lemari pakaian jati miliknya, hendak mencari kunci pintu kamar yang kalau tidak salah ingat diletakkan mamanya di dalam lemari itu bertahun-tahun silam.
Sedang sibuk mencari, Zafran dikagetkan dengan pintu kamar yang terbuka. Ia terlonjak dengan mata membesar seolah ketahuan melakukan hal kriminal.
"Selamat ulang tahun... selamat ulang tahun... selamat ulang tahun, Zafran... selamat ulang tahun...."
Senyum lebar Mama mengalihkan semua atensi Zafran. Nyanyian ulang tahun Mama yang tidak terdengar tapi tampak begitu cerah, membungkam deru ketakutan. Melihat Mama membawa-bawa kue ulang tahun berlilin angka 20, Zafran melambung jauh ke atas. Lupa pada kesedihannya seketika.
Zafran mematung di tempat. Sudah tiga tahun lebih tidak memperoleh hal semanis ini dari Darsih, mamanya. Beliau selalu menjauh sebab terjebak dalam pikirannya sendiri, tidak mengizinkan siapa pun masuk tuk sekadar menghibur—termasuk Zafran, anaknya sendiri.
Namun, di jam 12 malam ini... Zafran yang lama pilu karena keadaan Mama, merasakan bahagia yang sulit dipercaya.
"Ini kue ulang tahun buat Zafran." Darsih memperjelas gerak bibir tanpa isyarat tangan, sebab tengah membawa black forest di kedua tangannya.
Zafran tersenyum, sungguh terharu. Jika ini mimpi, biarkanlah ia terus tidur.
"Terima kasih, Mama." Pemuda itu bertutur dengan suara dan huruf yang tak sempurna.
Darsih tersenyum lebar. Meletakkan kue ke meja belajar Zafran sebentar, lalu kembali pada anaknya. Ia genggam kepala samping sang anak, lalu berjinjit untuk memberi kecupan di dua pipi, tidak lupa di dahi juga.
Zafran terus tersenyum menerima semuanya. Kemudian, dapat pelukan hangat juga. Bersegeralah ia membalas. Erat, hingga tertutup kedua matanya.
Lalu, hal buruk itu terlintas membuat Zafran refleks mengeratkan pelukan. Ia dekap betul-betul sang Mama untuk melampiaskan ketakutan dalam diam. Terhirup aroma bedak dari tubuh Mama. Menenangkan. Remuk jiwa seakan terobati selama berpelukan dengan Mama.
Di satu sisi, Zafran sangat ingin mengadukan. Ingin bilang ia sedang tidak baik-baik saja. Namun di sisi lain, ia takut Mama tidak percaya, atau Mama syok dan memengaruhi keadaan mentalnya, atau Kemal marah dan menyakiti Mama. Jadi... Zafran memilih kembali memendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENGARKAN ZAFRAN SEBENTAR ✔️
Ficción GeneralMenjadi tunarungu tidak terlalu membuat Zafran sedih. Ada sebab-sebab lain. Baiknya menunggu bumi berbaik hati atau mati saja agar semua orang tak perlu melihatnya yang ternyata tak punya arti? Adakah yang akan menolong Zafran keluar dari keterpuruk...