19 - Bagian Sahih

818 106 82
                                    

Karisa
Iya. belum bisa keluar Zaf
Masih lemes, pusing😭
Belum bisa kuliah😭
Tapi gak apa2. I'm okay👌🏻

Zafran
Sabar ya Karisa. Semoga cepat sembuh😊 jangan lupa minum obatnya

Karisa
Makasih ya Zaf🥹🥹
Kamu semangat kerjanya hari ini☺️☺️

Zafran
Iya sama-sama. Oke deh😁

Karisa
Aku seneng kamu gak sakit juga kayak aku gara2 hujan2an☺️
Jangan lupa makan yang banyak ya kamu☺️

Zafran
Iya. Cepet sembuh ya Karisa

Karisa
Iya Zaf☺

Karisa senyum-senyum sampai pipinya pegal andai Zafran melihatnya. Padahal, cuma pesan-pesan sederhana. Bahkan, gadis itu sejenak lupa ia sedang demam karena hujan-hujanan lama dua hari silam.

Mungkin ada yang berpendapat Karisa terlalu agresif atau mungkin ada yang menilai ia terlalu apa adanya dan naif. Tidak apa, itu wajar. Setidaknya, menurut Zafran Karisa masih oke dan biasa-biasa saja. Namanya juga teman dekat.

Biasa-biasa saja. Teman dekat.

Selesai berbalasan pesan dengan Karisa, Zafran lanjut menyisir rambut habis mandinya di depan cemin. Lalu, melihat ke kanan otomatis. Pintu kamarnya dibuka oleh Sahih. Kepala cokelat tua adiknya menyembul sedikit.

"Aku antar kerja. Sekalian," ujar Sahih tanpa bahasa isyarat.

"Sekalian ke mana?" Zafran bertanya balik.

Sahih tidak menjawab, hanya tersenyum saja. Kemudian, cowok 19 tahun itu beranjak. Zafran melanjutkan menyisir rambutnya yang sudah memanjang. Poni-poninya sudah menyentuh mata. Lantas, ia sisir ke belakang semuanya—tapi kalau sudah kering, tetap saja akan jatuh ke depan.

Zafran mengambil jaket berbahan parasut dari sandaran kursi kamar, lalu ia pakai menimpa baju seragam kerjanya—kemeja hitam lengan pendek, berlogo 'FA' yang disuji dengan benang hijau.

Terakhir, mengambil tas pinggang, kemudian telepon genggam. Selesai. Zafran keluar kamar, lanjut mencari Mama untuk berpamitan. Tidak perlu pakai parfum karena baru melayani satu-dua pembeli, Zafran—dan karyawan lainnya—akan ikut wangi juga karena sering menyeka sisa minyak bibit parfum harum di tangan ke baju mereka.

"Ma." Zafran menemui ibunya yang tengah mencuci piring di wastafel kecil dekat kamar mandi.

Darsih menoleh, mendapati anak sulungnya sudah rapi dengan rambut masih basah sedikit. Tersenyum tampan dan teduh sekali.

"Kerja dulu," kata Zafran sambil mengulurkan tangannya di depan Mama.

"Iya, Nak." Darsih mengelap tangan kanan ke daster bagian pinggang, lalu memberikannya.

Setelah cium tangan, Zafran mendapat kecupan di dahi dari Mama. Juga, sapuan di lengan sebagai penyaluran semangat. Zafran senang, Mama sekarang kembali rajin dan perhatian meskipun masih gampang marah.

"Hati-hati." Darsih mengetuk dua kali dada kirinya sendiri.

Zafran mengangguk dan tersenyum kecil, kemudian meninggalkan Mama di wastafel dengan cucian piring. Sampai di depan teras rumah kontrakan, menemui Sahih yang sudah menunggu sambil memanaskan sepeda motornya.

Zafran tidak tahu apa yang ada di pikiran Sahih. Adiknya tampak melamun melihat jalanan, bersandar sedikit pada motornya yang tengah disanggah oleh dua standar.

DENGARKAN ZAFRAN SEBENTAR ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang