10 - Apa Penting?

904 137 56
                                    

⚠️TW: disturbing content, suicidal content⚠️
Vote dulu jangan lupa. Silakan komen meluapkan perasaan🥹

.
.
.
.
.

Malam itu, Zafran ikut pulang dengan Sahih.

Benar, kan? Bilangnya tidak mau pulang, tapi ujungnya omong kosong doang. Ia mana bisa melawan? Kalau dipaksa, pasti akhirnya tunduk juga walau sambil menderita.

Terlalu capek dan sudah amat menyerah pada semua, Zafran dapat tertidur tadi malam. Lelap, sangat lelap hingga mimpi buruk pun tidak bisa singgah. Keresahan dan rasa bersalah seolah sirna sejenak.

Mungkin Zafran sedang di titik terletih, juga mati rasa. Ia kehilangan semua tempat bersandar. Itu mengapa dirinya dapat tertidur lama. Tidak seperti biasanya yang selalu dikelilingi takut hingga insomnia.

Pukul enam pagi sekarang. Zafran masih belum bangun juga, setelah tadi malam ia dijemput Sahih di taman. Sudah berhari-hari tak tidur baik dan benar, barangkali sekarang titik terlelah Zafran. Memikirkan hari ini dan hari esok pun enggan.

Sahih sedang menyiapkan diri di kamar sebelum berangkat sekolah. Darsih masih tidur, berat dugaan akan bangun cukup siang sebab ia tidur di jam tiga pagi setelah menonton televisi sendirian.

Tidak lama kemudian, Sahih selesai dan ke luar kamar. Melihat ayahnya duduk di ruang tengah bersama tayangan berita dan kopi, cowok itu mendekat.

“Pak, berangkat dulu.” Sahih mengulurkan tangan, meminta tangan bapaknya untuk ia cium.

Kemal memberikan tangannya, diiringi senyuman lembut penuh kasih sayang. Lalu, ia usap kepala sang anak setelahnya.

Usai dengan acara pamitan, Sahih pun beranjak ke luar rumah. Membawa otak yang sebetulnya terus memikirkan ucapan Zafran tadi malam: pengungkapan perasaan yang tidak ia indahkan.

Aku suruh dia cerita, tapi setelah dia cerita… aku malah nggak mau dengerin dia. Sahih membatin sambil menaiki sepeda motornya.

Tapi nggak mungkin lah Bapak jahat. Bapak selalu baik ke dia juga, bukan ke aku aja. Nggak mungkin banget Bapak jahat ke Zafran. Sahih ngotot pada dirinya.

Lalu, cowok itu pun berangkat. Prasangka-prasangka mulai menyerang sejujurnya. Namun, masih ia lawan. Melakukan penyangkalan dalam benak.

Sebenarnya, Sahih takut menerima fakta. Ia menyayangi Zafran, menyayangi bapaknya juga. Lantas bila dua orang itu tidak berhubungan baik atau ada sengketa antara keduanya, Sahih takut tidak mampu mengambil kenyataan. Sudah cukup kehilangan ibu kandung yang meninggal karena kecelakaan—tak lama setelah ketahuan mendua.

Waktu itu, hati Sahih tercincang halus. Dua orang yang ia sayangi ternyata tidak akur. Faktanya, Ibu berselingkuh dan membuat Bapak melayangkan talak satu, kemudian malah meninggal sebelum keduanya rujuk—aslinya Kemal tidak terlalu minat rujuk, sih. Ini cuma keinginan Sahih.

Jadi, jika Bapak dan Zafran ada masalah, Sahih belum siap mendengarnya. Itu mengapa ia justru marah, lantas mendiskriminasi Zafran karena curahan hatinya kemarin malam.

Ah, remaja 16 tahun itu bingung harus merasakan apa. Ia benci hal-hal rumit dan berat. Keinginannya cuma bersekolah dengan pandai, selalu sepuluh besar, dan membanggakan keluarga. Tidak siap andai harus kembali mengemban beban.

Di sisi lain, salah satu rumah di Kompleks Lokanta tengah jadi tempat istirahat sebuah jiwa dari lelahnya dunia. Zafran masih belum siuman dari mimpi hitamnya. Hampir pukul tujuh pagi sekarang.

DENGARKAN ZAFRAN SEBENTAR ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang