6. Sudut Pandang

446 45 2
                                    

Salma kira akan mudah baginya meyakinkan ibunya perihal lamaran adiknya, tapi ternyata tidak. Ibunya tetap dengan pendiriannya. Dengan kekhawatirannya dengan kepercayaan mitosnya. Sempat ada perdebatan kecil dikeluarga itu. Sampai disimpulkan bahwa, mereka harus menolak lamaran Paul untuk saat ini, dan biarkan Nabila lulus kuliah dulu. Agak alot memang, kalau Salma terus memaksa ibunya untuk menerima lamaran untuk adiknya itu, bisa-bisa malah jadi bumerang bagi dirinya. Dia tidak bisa kalau diburu-buru untuk menemukan jodohnya, belum ada. Dijodohkan? Tentu Salma tidak mau

Rizal pun pasrah dengan keputusan Laras istrinya, Nabila pun memutuskan demikian, mengikuti alurnya saja. Mau bagaimanapun kadang keputusan ibu juga tidak ada salahnya. Untuk saat ini Nabila merasa tidak masalah dengan hal ini, dia bisa menyelesaikan kuliahnya dulu. Perihal hubungan dirinya dengan Paul, dia sudah ikhlas gimana nantinya. Biarkan lelakinya saja yang memutuskan, asal bukan dirinya sendiri yang mengambil keputusan. Ah dasar wanita.

Semakin hari tanpa sadar juga hubungan Salma dan Rony semakin akrab. Setiap malam sebelum tidur mereka saling bertukar pesan, tapi bahasan mereka hanya sebatas bahasan untuk saling mengenal. Seperti dulu kuliah dimana, pekerjaan sebelumnya, hobi, kesuksesan dan lainnya. Sesuatu yang menarik bagi Salma karena dirinya tau bahwa Rony sebelumnya bekerja di bidang IT, dia lulusan Teknik Informatika ternyata. Sampai akhirnya dia sendiri memutuskan untuk menggeluti dunia wirausaha dibidang tekstil. Tidak nyambung, tapi itulah hidup.

Rizal sudah kembali ke konveksinya hari Rabu kemarin, dia sudah sehat setelah beberapa hari beristirahat. Dia juga mengerjakan pekerjaan yang diberikan Rony untuk membuat sampel baju yang diinginkan kliennya itu. Sesuai dengan pesan sebelumnya, Rony meminta sampel tersebut sudah selesai di hari Sabtu.

"Kak, hari ini mau ikut lagi ke konveksi kayak pekan lalu?" tanya Rizal pagi ini kepada Salma. 
"Hmm.. Boleh Pah, kakak ga ngapa-ngapain juga hari ini, ikut aja deh kayak pekan lalu"

Rizal menganggukkan kepalanya saja, dia terlihat menikmati nasi gorengnya

"Hari ini tuh Rony ngambil sampel baju yang dijahit kan Pah?"

Seketika semua mata tertuju pada Salma termasuk Laras dan Nabila. Nabila dia malah tersenyum tipis dengan perkataan kakaknya tadi

"Kenapa?" Salma memasang raut wajah bingung kepada tiga orang di depannya

"Iya Kak, kan janjinya Papah beresin kerjaan Pak Rony hari Sabtu. Papah udah janjian sama Pak Rony hari ini" balas Rizal tenang, dia tidak mau ikut campur dengan urusan anaknya itu dan kliennya.

"Ohh"

"Kamu kok deket banget sama Pak Rony ya Sal?" ucap Laras tiba-tiba

Sebenarnya pertanyaan ini yang ingin ditanyakan Rizal, tapi untuk menjaga hati Salma, sepertinya mereka sangat hati-hati untuk menanyakan ini. Tapi lain dengan Laras, ibu Salma dengan sifatnya yang seperti itu.

"Kan rekan kerjanya Papah, tapi emang sebelumnya Salma pernah ketemu sama Rony sih"

"Kapan kak?" sekarang Nabila yang antusias bertanya

"Ishh apaan sih jadi introgasi aku. Udah ya, aku sama Rony gaada apa-apa. Bukan berarti bahasan jodoh kemarin ngebuat kalian berpikir cowo yang berinteraksi sama aku artinya deket ya" sungut Salma

"Udah-udah, yuk Kak kita berangkat. Jadi ikut kan?" Rizal berusaha menenangkan putrinya

"Jadi Pah" ucap Salma diiringi anggukan kepala

***

Salma dan Rizal saat ini sudah berada di lantai dua konveksinya. Salma langsung mendudukan dirinya di sofa sembari memainkan gawainya. Salma hanya membuka aplikasi Instagram, tapi sesaat raut wajahnya seketika berubah ketika melihat foto-foto dan instastory temannya. Apa memang dirinya setelat itu ya? pikirnya. Obrolan perihal lelaki yang sedang berinteraksi dengan dirinya saja jadi bahasan sensitif menurutnya, sekarang malah dirinya dihadapkan dengan tampilan-tampilan kebahagian teman-temannya dengan kehidupan barunya.

JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang