chapter 4

447 41 3
                                    

Adara melangkah ke ruang kepsek, entah sudah berapa kali ia melangkah ke ruang kepsek hanya untuk kasus Gibran, namun kali ini kasusnya lain, bukan karena Gibran terlambat, ataupun memakai kostum aneh,

"Permisi pak" Adara menghadap pada kepsek,

"Kali ini apa yang akan kau katakan Adara?"

"Saya akan membuktikan jika Gibran tak bersalah, obat itu, Gibran tak mengonsumsinya, saya jamin itu"

"Walaupun Gibran bukan pengonsumsi, tidak bisa memungkiri jika bisa saja Gibran adalah pengedar"

"Saya yakin, Gibran bukanlah anak seperti itu pak"

"Baiklah jika begitu buktikan, dan jika memang Gibran terbukti bersalah, bukan hanya Gibran yang akan di keluarkan dari sekolah ini, tapi kamu juga" ancam kepsek dengan nada meremehkan, membuat Adara geram.

"Saya akan membuktikan nya, tapi biarkan Gibran tetap bersekolah, sampai saya menemukan buktinya"

"Kau cukup berani juga anak muda, buat apa membantu Gibran jika kamu bisa saja selamat tanpa perlu di keluarkan dari sekolah, jika tidak mencampuri urusan ini"

"Karena saya tidak akan membiarkan ketidak Adilan berada di depan mataku"

"Baiklah, saya akan kasih kamu waktu 4 hari, jika kamu tidak bisa memberikan bukti itu, kamu harus siap dengan konsekuensi nya"

"Baik pak"

.
.

Adara keluar dari ruang kepsek berjalan memasuki kelas, tapi netra nya sama sekali tidak menemukan atensi Gibran, lalu dia pun berjalan ke atap sekolah, dan benar saja si begundal Gibran ada di sana,

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku sedang mencari angin di sini, kau mencariku yah?"

"Tidak juga, aku juga mencari angin"

"Mencari Gibran kalii"

"Mana ada?"

"Aku?"

"Kamu makhluk astral"

Gibran tertawa lepas, membuat adara heran.

"Berhenti tertawa,kau membuatku takut"

"Jangan laaaaah" ujar Gibran merajuk

"Ini" adara menyerahkan amplop dari kepsek pada Gibran

"Apa ini? Surat panggilan? Waah berarti besok orang tuaku datang, akan ku kenalkan kamu pada mereka besok" ujar Gibran semangat membuat Adara mendengus kasar

Heran saja, di situasi seperti ini Gibran masih saja bercanda, apa memang Gibran di ciptakan tanpa di setting rasa sedih?

.
.
.
.
.
.

Gibran pulang ke rumah, namun belum menemukan atensi kedua orang tuanya, mungkin belum pulang kerja, pikir Gibran.

Gibran memasuki kamar adiknya dan menemukan Eca sedang bermain ponsel di atas karpet bulu,

"De, kakak minta tolong dong"

"Minta tolong Mulu, males lah"

"Plis de, tolong kasih amplop ini ke ayah yah, kakak mohon, boleh kan"

"Kenapa nggak kakak sendiri aja yang kasih?"

"Kakak mau nginep di rumah temen"

"Jangan ke seringan nginep di rumah temen kak, aku kesepian" ujar Eca dan mengalihkan pandanganya kembali pada ponsel.

Gibran tertegun sejenak,

"Ngga jadi lah, kakak tidur di rumah ajah, sama Eca, sama puss juga" ujar Gibran tersenyum lima jari.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁
.
.
.
.
.
.
.
.

Plak!!?

Gibran mengusap sudut bibirnya yang pecah karena tamparan sang ayah,

"Ayah tidak mendidik mu menjadi orang yang bajingan gibran!!!"

"Aku tidak melakukan nya, ayah"

"Bedebah sialan!! Kau mempermalukan ku bodoh!!"

Warga sekolah menyaksikan pertengkaran antara anak dan ayah itu di halaman sekolah, setelah ayah Gibran keluar dari ruang kepsek, dia langsung menyeret Gibran keluar dan memakinya habis habisan.

"Ayah pulang, jika kamu sampai di keluarkan dari sekolah, jangan harap kamu akan bersekolah lagi, karena ayah tidak Sudi menyekolahkan anak seperti mu, ingat itu" ancam ayah Gibran dengan menahan amarah sampai otot wajahnya mengeras, dan berlalu meninggalkan Gibran.

Gibran mengusap sudut bibirnya yang terasa perih, dan tersenyum setelahnya.

.
.
.
.

Adara berjalan di koridor, namun di cegat oleh Lea,

"Dasar penipu, kau bilang tidak mencintai Gibran, tapi apa? Kalian pacaran kan, dan sengaja mempermalukan ku di depan banyak orang,"

"Siapa bilang kita pacaran,? Hey nona, bukankah Gibran sudah menjelaskan? Dia hanya membalaskan perbuatan mu pada Kevin, apakah kau tidak memasang telinga mu dengan benar waktu itu? Kau harusnya instrospeksi diri, aku heran, bagaimana bisa seseorang masih baik baik saja setelah menghancurkan mental orang lain?"

Lea mengepalkan tangannya erat, dan melayangkan tangannya ingin menampar wajah Adara,

Namun pergerakannya terhenti sebelum telapak tangannya menyentuh wajah Adara, dengan erat Adara menggenggam pergelangan tangan lea dan menajamkan matanya,

"Ada dua hal di dunia ini yang tidak bisa di paksakan....

....hati, dan juga takdir" ujar Adara melepas pergelangan tangan lea dengan kasar dan berlalu pergi,

"Aaarrgghhh!!! Sialan Adara, awas saja, Kalian akan habis di tanganku,
Kau tidak akan menemukan bukti tentang Obat itu, karena aku sudah merencanakan nya dengan sangat matang" ujar Lea dengan seringainya.

Namun tanpa dia sadari, ada seseorang yang memperhatikan nya dari balik Tembok.

.
.
.
.
.

TBC....

Cuap cuap:

Sorry ya guys, slow update, typo bertebaran,

Terimakasih buat yang sudah baca,

Terima kritik dan saran..

Sampai jumpa di chapter selanjutnya, pay pay ...

masih di siniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang